“ Loh, niy anaknya Pak **** kan.”
Bengong sekejap. Sambil ketawa bingung. “ Kok tw mas..?”
“ Saya masnya *** yang pernah bapak bantu waktu di Jakarta..”
Ohh…
“ Gimana, ada yang bisa dibantu..”
“ Oh, iya mbak, ini aku dari FISIP.”
“ Oh, kita juga FISIP loh…” Mereka kemudian terlihat begitu bercahaya…
Yes. Kenal orangtua, satu almamater juga. Dongkol terobati, mereka termaafkan. Plus mereka ramah. Hehehe..
Tanpa dipersulit apa2, mereka langsung memberikan banyak referensi yang bisa saya bawa pulang dengan jaminan uda tw rumah, jadi tetep aja ga bisa nilep buku. Ketika saya cerita gimana susahnya saya mencari alamat niy mereka cuma bilang,
“ Yang kasian tu kamu apa DPDnya ya dek?”
Banyak cerita yang saya dapat dari sudut pandang mereka tentang lembaga ini, bahkan parahnya dari mereka saya tau keberadaan DPD di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan juga banyak didebat oleh pegawai di sana karena iri dengan fasilitas yang diberikan oleh para staff di sana. Ditambah mereka berpikir bahwa DPD itu bagian dari Partai alias dipikirnya Dewan Pertimbangan Daerah Partai XXXX.