Mohon tunggu...
bianchadominica
bianchadominica Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Institut Seni Indonesia Surakarta

Hobi mendengarkan lagu oldie's, jazz, krnb. Demen nonton Netflix horor, anime. Terus, suka mencoba hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Evolusi Kerajinan Wayang Kulit di Dukuh Butuh, Melestarikan Tradisi di Era Modern

31 Desember 2024   17:23 Diperbarui: 31 Desember 2024   17:23 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Baronsedang menatah wayang kulit di kediamannya di Desa Dukuh Butuh, Klaten. (Sumber: Data Pribadi)

Abstract

The Wayang Kulit craft in Dukuh Butuh, Klaten, has become a cultural symbol reflecting the skill and perseverance of the local community. Established in 1955 by Mbah Kasimo, this traditional art form has continued to thrive, even becoming a prominent cultural tourism attraction. This article explores the journey of Wayang Kulit craftsmanship in Dukuh Butuh, the challenges it faces, and the preservation efforts undertaken through direct interviews with artisans and literature research.
Keywords: Wayang Kulit, Cultural Heritage, Tourism Innovation, Tradition Preservation, Dukuh Butuh

ABSTRAK

Kerajinan Wayang Kulit di Dukuh Butuh, Klaten, telah menjadi salah satu simbol budaya yang mencerminkan keahlian dan ketekunan masyarakat setempat. Sejak didirikan pada tahun 1955 oleh Mbah Kasimo, seni tradisional ini terus berkembang dan bahkan menjadi daya tarik utama dalam wisata budaya. Artikel ini membahas perjalanan panjang kerajinan Wayang Kulit di Dukuh Butuh, berbagai tantangan yang dihadapi, serta langkah-langkah pelestarian yang dilakukan melalui wawancara langsung dengan para pengrajin dan studi pustaka.
Kata Kunci: Wayang Kulit, Warisan Budaya, Inovasi Pariwisata, Pelestarian Tradisi, Dukuh Butuh

 

Pendahuluan

Wayang Kulit, salah satu bentuk seni tradisional Indonesia, memegang nilai budaya dan sejarah yang mendalam. Seni ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi masyarakat sejak abad ke-15 SM, awalnya digunakan dalam ritual pemujaan leluhur sebelum berkembang menjadi seni pertunjukan. Wayang Kulit tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga berperan sebagai sarana edukasi, dakwah, dan pelestarian nilai-nilai moral, menjadikannya simbol kebudayaan yang kaya dan penuh makna di Indonesia.(Kamilatus, 2022)

Di Desa Dukuh Butuh, Klaten, seni ini tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang menjadi bagian dari kehidupan ekonomi dan budaya masyarakat. Dikenal sebagai pusat kerajinan Wayang Kulit, desa ini memiliki sejarah panjang dalam mempertahankan seni tradisional yang kini semakin relevan dengan pariwisata budaya.

Desa Dukuh Butuh memulai perjalanan kerajinan Wayang Kulit sejak tahun 1955, ketika Mbah Kasimo, seorang pemuda dengan keterampilan seni yang tinggi, mempelopori pembuatan wayang. Seiring waktu, seni ini berkembang menjadi pilar ekonomi yang melibatkan puluhan pengrajin aktif. Dukuh Butuh dikenal sebagai "Desa Budaya" karena upayanya dalam melestarikan warisan tradisional melalui inovasi dan kerja sama komunitas.

Namun, modernisasi membawa tantangan besar, termasuk persaingan dengan hiburan digital dan kurangnya minat generasi muda. Untuk mengatasinya, komunitas Dukuh Butuh menerapkan pendekatan berbasis pariwisata, mendirikan homestay, dan menjadikan desa sebagai destinasi wisata budaya. Langkah ini tidak hanya mendukung ekonomi lokal tetapi juga memperkenalkan seni Wayang Kulit ke pasar yang lebih luas.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan dua metode utama, yaitu wawancara langsung dan penelitian pustaka. Wawancara dilakukan dengan Pak Sunardi, yang akrab di panggil Pak Baron seorang pengrajin Wayang Kulit generasi kelima dari Dukuh Butuh, untuk memperoleh perspektif historis serta pemahaman mendalam tentang tantangan dan strategi pelestarian seni tradisional tersebut. Selain itu, penelitian pustaka yang mengacu pada literatur seperti potensi industri kreatif Wayang Kulit digunakan untuk memperkuat analisis mengenai pentingnya seni tradisional sebagai bagian integral dari ekonomi kreatif.

Pembahasan

Wayang kulit, salah satu mahakarya budaya Indonesia, sedang menghadapi tantangan besar di era modern. Namun, di Desa Dukuh Butuh, Klaten, wayang kulit justru menjadi sumber inspirasi, inovasi, dan kebanggaan. Bertemu dengan Pak Sunardi, yang akrab dipanggil Pak Baron, seorang pengrajin wayang kulit generasi kelima dari desa ini, membuka pandangan baru tentang pentingnya menjaga tradisi di tengah arus globalisasi.

Pak Baron menceritakan, "Wayang di desa kami sudah ada sejak tahun 1955, dimulai oleh Mbah Kasimo yang belajar membuat wayang di Solorejo. Setelah kembali, beliau mengajarkan keterampilannya kepada pemuda-pemudi kampung." Dari upaya itulah, Desa Dukuh Butuh kini dikenal sebagai Desa Wisata Wayang, sebuah pencapaian hasil dari perjuangan panjang para pengrajinnya.

Tidak hanya berdiam diri pada tradisi, desa ini terus berinovasi. Tahun 2009 menjadi tonggak penting saat Pak Baron bersama warga membentuk KUBE (Kelompok Usaha Bersama) Bima. Mengapa dinamakan Bima? "Karakter Bima itu kuat, cerdas, dan pantang menyerah," jelas Pak Baron. Kelompok ini kemudian mendapatkan dukungan dari Astra pada 2018 melalui program CSR. "Kami tidak hanya menerima bantuan, tetapi juga diajak berpikir bagaimana menggerakkan empat pilar utama: pendidikan, wirausaha, lingkungan, dan kesehatan," tambahnya.

Perjuangan KUBE Bima membuahkan hasil. Desa ini kini memiliki fasilitas Joglo sebagai pusat kegiatan budaya, homestay untuk wisatawan, dan berbagai penghargaan, termasuk juara 1 Kompetisi Landmark Astra pada 2021. Prestasi ini menunjukkan bahwa budaya tradisional bisa menjadi kekuatan ekonomi yang tangguh jika dikelola dengan baik.

Anggota KUBE Wayang Kulit Bima Butuh Sidowarno Wonosari, Klaten. (Sumber: Data Pribadi)
Anggota KUBE Wayang Kulit Bima Butuh Sidowarno Wonosari, Klaten. (Sumber: Data Pribadi)

Namun, tidak semua berjalan mulus. Pandemi COVID-19 sempat mengguncang aktivitas ekonomi mereka. Pak Baron mengenang, "Kami harus berjuang keras untuk bertahan. Wayang yang terjual menjadi makanan bersama. Tetapi, justru di masa sulit itu, persaudaraan kami semakin kuat."

Kini, wayang kulit tidak hanya menarik wisatawan lokal tetapi juga mancanegara. Pada November 2024, desa ini menerima kunjungan dari delegasi UNESCO asal Jepang dan Inggris. Hal ini menunjukkan bahwa wayang kulit mampu menjadi duta budaya yang memperkenalkan Indonesia ke dunia internasional.

Melihat masa depan, Pak Baron memiliki harapan besar. "Saya ingin wayang masuk kurikulum sekolah agar generasi muda mencintai dan melestarikan budaya ini. Kami juga mengajak anak muda untuk belajar membuat wayang di sini, gratis. Saya ingin mereka tahu bahwa wayang bisa menjanjikan kehidupan yang layak," katanya penuh semangat.

Kesimpulan

Desa Dukuh Butuh adalah contoh nyata bagaimana seni tradisional dapat menjadi penggerak ekonomi sekaligus alat pelestarian budaya. Dengan memadukan tradisi dan inovasi, desa ini telah menciptakan model yang patut dicontoh dalam menghadapi tantangan modernisasi. Desa Dukuh Butuh tidak hanya melestarikan Wayang Kulit sebagai seni tetapi juga mengangkatnya sebagai identitas budaya yang dapat bersaing di pasar global.

Sebagai bagian dari generasi penerus, sudah sepatutnya kita mendukung upaya pelestarian ini. Wayang kulit bukan hanya warisan, tetapi juga cerminan identitas kita sebagai bangsa yang kaya budaya. Desa Dukuh Butuh telah menunjukkan bahwa tradisi dapat hidup berdampingan dengan modernitas. Kita hanya perlu keberanian untuk memulai dan tekad untuk melanjutkannya.

Daftar Referensi

Wawancara dengan Pak Sunardi, 24 Desember 2024.

Kamilatus Sa'adah, "Potensi Industri Kreatif Wayang Kulit di Desa Wlahar Kulon," PROSIDING KAMPELMAS Vol. 1 No. 2, 2022

Nama: Biancha Dominica Tarra Epifani

Program Studi Film dan Televisi ISI Surakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun