Hidup berdampingan dengan kualitas udara yang buruk menjadi tantangan bagi kita semua. Masalah pencemaran udara sudah menjadi makanan dan masalah yang terjadi di setiap tahunnya. Hal itu bisa terjadi karena perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang semakin mengkhawatirkan (Abidin dan Ferawati, 2019). Berdasarkan Undang-Undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982, pencemaran lingkungan atau polusi adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukannya. Abidin dan Ferawati (2019), menjelaskan bahwa sumber pencemaran udara dapat dibagi menjadi 3 yaitu: (1) sumber perkotaan dan industri; (2) sumber pedesaan/pertanian; (3) sumber alami. Sumber perkotaan dan industri ini berasal dari kemajuan teknologi yang mengakibatkan banyaknya pabrik-pabrik industri, pembangkit listrik dan kendaraan bermotor. Sumber pencemaran udara untuk wilayah pedesaan/pertanian yaitu dengan penggunaan pestisida sebagai zat senyawa kimia (zat pengatur tumbuh dan perangsang tumbuh), virus dan zat lain-lain yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman atau bagian tanaman. Sedangkan sumber alami berasal dari alam seperti abu yang dikeluarkan akibat gunung berapi, gas-gas vulkanik, debu yang bertiupan akibat tiupan angin, bau yang tidak enak akibat proses pembusukan sampah organik dan lainnya. Beberapa daerah di Indonesia tingkat polusi udaranya jauh lebih buruk dari ambang batas nasional. Di ibu kota Indonesia, Jakarta, yang memiliki jumlah penduduk lebih dari 11 juta, rata-rata penduduknya akan hidup lebih singkat 5,5 tahun jika tingkat PM2,5 bertahan pada tingkat saat ini, relatif jika pedoman WHO terpenuhi (Lee dan Michael, 2021). Berikut merupakan grafik indeks kualitas udara di Jakarta terhitung selama 30 hari mulai pada Senin (6/6/2022) sampai dengan Selasa (5/7/2022) pukul 20.36 WIB.
Buruknya kualitas udara di Indonesia ditandai dengan tingginya konsentrasi PM2.5. Salah satu kota yang memiliki tingkat tertinggi PM2.5 yaitu daerah Cileungsir sebesar 91,5 mikrogram/m3. Terdapat 5 kota di Indonesia yang memiliki kualitas udara tidak sehat pada tanggal 5 Juli 2022 pukul 20.38 sebagai berikut:
Sumur Batu, Cileungsir, Indonesia (170)
Hotel Mambruk Anyel, Kab. Serang (159)
Kopi Korner Kemang, Jakarta (155)
RespoKare Mask, Kota Semarang (151)
Benowo, Kota Surabaya (144)
Masuknya polutan  ke dalam atmosfer yang menyebabkan terjadinya pencemaran udara bisa disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor alam dan faktor manusia. Penyebab pencemaran udara dari faktor alam contohnya adalah aktivitas gunung berapi yang mengeluarkan abu dan gas vulkanik, kebakaran hutan, dan kegiatan mikroorganisme. Polutan yang dihasilkan biasanya berupa asap, debu, dan gas. Penyebab polusi udara yang kedua adalah faktor manusia dengan segala aktivitasnya. Berbagai kegiatan manusia yang dapat menghasilkan polutan antara lain :
Pembakaran; Semisal pembakaran sampah, pembakaran pada kegiatan rumah tangga, kendaraan bermotor, dan kegiatan industri. Polutan yang dihasilkan antara lain asap, debu, grit (pasir halus), dan gas (CO dan NO).
Proses peleburan; Semisal proses peleburan baja, pembuatan soda, semen, keramik, aspal. Polutan yang dihasilkannya meliputi debu, uap, dan gas.
Pertambangan dan penggalian; Polutan yang dihasilkan terutama adalah debu.
Proses pengolahan dan pemanasan; Semisal proses pengolahan makanan, daging, ikan, dan penyamakan. Polutan yang dihasilkan meliputi asap, debu, dan bau.
Pembuangan limbah; baik limbah industri maupun limbah rumah tangga. Polutannya adalah gas H2S yang menimbulkan bau busuk.
Proses kimia; Semisal pada pemurnian minyak bumi, pengolahan mineral, dan pembuatan keris. Polutan yang dihasilkan umumnya berupa debu, uap dan gas.
Proses pembangunan; Semisal pembangunan gedung-gedung, jalan dan kegiatan yang semacamnya. Polutannya seperti asap dan debu.
Proses percobaan atom atau nuklir; Polutan yang dihasilkan terutama adalah gas dan debu radioaktif.
Menurut Ismiyati dkk. (2014), salah satu penyumbang pencemaran terbesar di Indonesia yaitu oleh kendaraan bermotor. Mengingat, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, telah terjadi lonjakan jumlah kendaraan bermotor yang sangat pesat, khususnya oleh pertambahan sepeda motor, yang mencapai 30%. Sekitar lebih kurang 70% terdistribusi di daerah perkotaan. Salah satunya, di Jakarta. Namun, pencemaran udara dari ke-5 kota tersebut juga disebabkan oleh berbagai faktor lainnya, seperti banyaknya industri yang belum melakukan pengendalian pencemaran  dengan baik dan benar, bakar sampah sembarangan, pembakaran batu bara, dan hal lainnya. Faktor lainnya yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap terjadinya pencemaran udara dari ke-5 kota tersebut adalah pertumbuhan penduduk, laju urbanisasi. yang tinggi, pengembangan tata ruang yang tidak seimbang dan rendahnya tingkat kesadaran masyarakat mengenai pencemaran udara (Inaku dan Novianus, 2020).
Air Quality Indeks (AQI) atau Indeks Kualitas Udara adalah penilaian pencemaran disuatu daerah. Semakin tinggi nilai AQI, semakin tinggi tingkat polusi udara dan semakin tinggi pula risiko kesehatan. Indeks kualitas udara diukur dari 0 - 500. Semakin tinggi AQI maka semakin besar polusi udara yang terjadi. Nilai AQI 100 sebagai nilai kualitas standart untuk polutan. Nilai AQI <100 ditetapkan sebagai target, saat nilai AQI >100 maka kualitas udara dianggap tidak sehat terutama pada kelompok orang yang sensitif terhadap polusi.
Indeks kualitas udara dibagi menjadi 6 sebagai berikut :
Di Indonesia, parameter mengenai pencemaran udara diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999. PP No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, dijelaskan bahwa baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaanya dalam udara ambien. Berdasarkan Keputusan Kepala Bapedal No. 107 Tahun 1997, terdapat lima parameter pada ISPU, yakni sulfur dioksida, partikulat, karbon monoksida, nitrogen dioksida, dan ozon. Selain keempat poin di atas, Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 juga mengatur beberapa pokok bahasan lain. Pokok bahasan tersebut antara lain adalah pemeliharaan dan peningkatan udara ambien, pengendalian pencemaran udara dari sumber bergerak dan tidak bergerak, baku mutu emisi, baku tingkat gangguan, AMDAL, pengawasan, dan biaya pengendalian.
 Peraturan terkait pengendalian pencemaran udara terdapat pada :
UU 32/2009 tentang Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan Hidup.
PP 41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
KEPMENLH No:KEP-13/MENLH/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak.
KEPKA-BAPEDAL No. 205/1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara.
KEPMENLH 48/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan.
KEPMENLH 49/1996 tentang Baku Mutu Getaran.
Kep Men LH No. 45 Tahun 1997 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara.
KEPMENLH 50/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebauan.
PerMen LH No.  4 Tahun 2009 tentang Ambang Batas Emisi  Gas  Buang Kendaraan  Bermotor.
Permen LH No. 07/2007 tentang Baku Mutu Emisi Tidak Bergerak bagi Ketel Uap.
Permen LH No. 21/2008 tentang Baku Mutu Emisi Tidak Bergerak bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pembangkit Tenaga Listrik termal.
Permen LH No. 13/2009 tentang Baku Mutu Emisi Tidak Bergerak bagi Usaha dan/atau Minyak dan Gas.
Per Men LH No. 18 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak bagi Usaha dan/ atau Kegiatan Industri Carbon Black.
PERMENLH 12/2010 tentang Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah.
PerdaNo. 2 Tahun2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Beberapa bentuk solusi pencegahan atau penanggulangan yang bisa dilakukan untuk mengurangi polusi udara yaitu, mulai mengalihkan sebuah pola pikir untuk menggunakan transportasi umum daripada transportasi pribadi. Dengan ini dapat membantu mengurangi polusi udara yang diakibatkan kendaraan bermotor. Upaya selanjutnya ialah dengan menggunakan sumber energi terbarukan dan sumber energi yang ramah terhadap lingkungan. Hal ini dikarenakan sumber energi alternatif cenderung lebih aman terhadap lingkungan dan kecil kemungkinannya untuk menimbulkan polusi udara. Menggunakan teknologi hemat energi, untuk membantu mengurangi peningkatan emisi karbon. Bentuk upaya selanjutnya, melakukan reboisasi atau penghijauan di area perkotaan, seperti membangun ruang terbuka hijau dan hutan kota.Â
Negara yang mampu menekan polusi udara yaitu salah satu contohnya adalah Negara Finlandia. Upaya Finlandia untuk menekan polusi udara sejak keikutsertaan dengan organisasi CCAC (Climate & Clean Air Coalition). Penerapan aksi pengurangan emisi yaitu dengan, mengurangi emisi dari industri. Kebijakan pemerintah Finlandia mengacu pada peraturan emisi industri di Uni Eropa yang diatur dalam Industry Emition Directive (IED) dan mengubahnya menjadi undang-undang nasional sehingga dapat berlaku secara nasional di Negara Finlandia. Upaya selanjutnya yaitu Mengurangi Emisi dari Transportasi dengan meningkatkan sarana transportasi umum yang dapat menggantikan penggunaan transportasi pribadi. Kebijakan Pemerintah Finlandia adalah batasan emisi kendaraan yang mengikuti aturan yang ditetapkan oleh Negara di Uni Eropa.
Negara selanjutnya yang telah berupaya mampu menurunkan peningkatan polusi udara adalah Negara Cina. Cina memiliki tingkat perindustrian yang pesat, sehingga tingkat polusi udara juga tinggi. hal ini, terlihat dari terdapatnya partikel polutan PM2.5 yang sepuluh kali lebih banyak dari batas yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Bentuk upaya yang diterapkan ialah Pemerintah Cina melarang pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara di hampir seluruh kawasan yang tercemar polusi udara, serta memaksa pembangkit listrik yang sudah ada untuk turut mengurangi emisi atau beralih ke bahan bakar gas alam. Negara Cina memaksimalkan potensi energi terbarukan untuk mengganti pembangkit listrik batu bara Langkah lain yang ditempuh pemerintah Cina adalah mengurangi kapasitas produksi besi dan baja. Cina juga membatasi jumlah mobil yang beredar dibatasi dengan kuota harian dan jumlah plat nomor dibatasi setiap tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, J. dan F. A. Hasibuan. 2019. Pengaruh Dampak Pencemaran Udara Terhadap  Kesehatan Untuk Menambah Pemahaman Masyarakat Awam Tentang Bahaya Dari Polusi Udara. Prosiding SNFUR-4, Pekanbaru, 7.
Altairdeagle. 2020.https://blogs.itb.ac.id/pencemud20kelp05/2020/02/11/dampak-pencemara- udara-secara-umum/. Diakses pada 05 Juli 2022.
Inaku, A. H. R., dan C. Novianus. 2020. Pengaruh Pencemaran Udara PM 2,5 dan PM 10 Terhadap Keluhan Pernapasan Anak di Ruang Terbuka Anak di DKI Jakarta. ARKESMAS. 5(2): 9-16.
Ismiyati, D. Marlita, dan D. Saidah. 2014. Pencemaran Udara Akibat Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik. 1(3): 241-248.
Lee, K. dan M. Greenstone. 2021. Polusi Udara Indonesia dan Dampaknya Terhadap Usia Harapan Hidup. The University of Chicago.
https://www.bmkg.go.id/kualitas-udara/informasi-partikulat-pm25.bmkg. Diakses pada 5 Juli  2022.
https://aqicn.org/scale/. diakses pada 5 Juli 2022.
https://biropemerintahan.bantenprov.go.id/post/Pencemaran-Udara-LH-Kota-Serang-Abaikan-Dinas-LHK-Banten. Diakses pada 5 Juli 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H