Hari ini adalah hari terakhir masa kampanye dalam Pemilihan Umum serentak Presiden-Wakil Presiden dan Legislatif tahun 2024. Bagi pasangan calon Presiden-Wakil Presiden, momentum ini ditandai dengan kampanye akbar. Pasangan 03 pada hari Sabtu lalu, 3 Februari 2024. Sedangkan 01 dan 02 serentak pada hari Sabtu ini, 10 Februari 2024. Walau tentunya berbeda lokasi. Kubu 01 di Jakarta International Stadium, sedangkan pihak 02 di Gelora Bung Karno atau Stadion Utama Senayan.
Bagi saya pribadi, Pemilu kali ini termasuk paling tidak menarik. Ketiga pasangan CPWP (Calon Presiden-Wakil Presiden) tidak ada yang benar-benar membuat hati saya terpikat. Malah, semula saya bersikap apatis dan berniat tidak datang ke TPS pada 14 Februari 2024 nanti. Di tulisan ini, saya tidak membahas soal partai politik (parpol) yang juga akan memilih wakil-wakilnya untuk duduk di parlemen semua tingkatan. Saya hanya fokus pada CPWP saja.
Para CPWP merupakan representasi dari kubu-kubu yang mendukungnya. Polarisasi tidak terlalu tampak jelas di sini, karena politik identitas yang telah merusak Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pilpres 2019 tidak lagi terlalu mengemuka. Satu CP yang jelas anti pemerintah pusat yang sedang berkuasa dan telah memenangkan kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017 dengan cara ini, tampaknya mengubah strategi. Karena Indonesia luas dan tidak hanya satu provinsi saja, mereka perlu sebanyak mungkin suara. Bahkan meski CWP-nya kental bernuansa satu agama saja, tapi CP-nya berupaya mengubah pencitraan. Ia terdeteksi mendatangi sejumlah rumah ibadah dan organisasi keagamaan yang berbeda dengan keyakinan yang dianutnya.
Di media sosial, pertarungan justru tampak mengemuka dari para pendukung CPWP 03 yang seringkali menyerang CPWP 02. Mereka tampak sekali kecewa dengan peralihan dukungan pendukung Jokowi dari calon yang mereka dukung. Padahal, sebenarnya justru Jokowi-lah yang pertama kali mengusung dan mempromosikan Ganjar Pranowo. Jauh sebelum PDIP akhirnya memutuskan mendukungnya sebagai capres. Kalau bisa dinilai secara adil, sebelum Gibran Rakabuming Raka diputuskan menjadi CWP bagi Prabowo Subianto, justru Jokowi yang ditinggalkan oleh Megawati dan PDIP-nya.
Tapi itu semua sekarang sudah menjadi kisah masa lalu. Upaya terakhir entah dari siapa untuk mencoba menggerakkan oknum-oknum mahasiswa dan dosen di beberapa kampus, tampaknya juga tidak bisa mempengaruhi rakyat. Ingat, rakyat tidak diwakili oleh segelintir elit. Sebagian besar pemilih justru mereka yang kurang terdidik. Maka, para ilmuwan yang berdiri di "menara gading" sangatlah sedikit pengaruhnya bagi pilihan rakyat. Masyarakat juga bisa menilai, mana gerakan yang murni berasal dari hati nurani, dan mana yang digerakkan oleh sentimen provokasi.
Sekarang, sebagian besar rakyat yang memiliki hak pilih sudah menentukan pilihan. Angka "swing voters" dan "undecided voters" terus-menerus mengecil hingga hampir ke titik nol. Dan survei membuktikan, apa yang diributkan oleh sebagian elit termasuk akademisi, dianggap tidak ada artinya oleh rakyat. Andaikata ada yang meributkan kesahihan metodologi statistika dalam survei yang dilakukan oleh lembaga riset terpercaya, maka justru yang bersangkutan yang harus diragukan validitas opininya.
Masalah dan Harapan
Saya yang cuma 1 orang saja dari 273,8 juta lebih rakyat Indonesia, tentu tidak bisa berharap banyak. Seperti saya tulis di pembukaan tulisan, saya sendiri semula apatis. Tapi saya akhirnya menjatuhkan pilihan pada salah satu CPWP. Semata karena satu hal: mudharat-nya saya nilai paling sedikit. Ya, bagi saya yang Muslim, apabila harus memilih sesuatu dan ternyata tidak ada yang baik, pilihlah yang keburukannya paling sedikit. Dan itu jelas bukan calon yang anti kemajuan negeri sendiri.
Negara lain selalu kuatir pada Indonesia. Kita negara besar, tapi dikerdilkan. Kekayaan alam kita dirampok, kedaulatan kita tidak diakui, kita dibuat tidak mandiri dan selalu menjadi pasar bagi negara-negara industri, peran kita di dunia internasional dianggap kecil, bahkan jelas satu wilayah kita sudah lepas karena keteledoran diplomasi. Pernyataan IMF yang tiba-tiba menyerang kebijakan pemerintah menunjukkan betapa para neo imperialis tidak mau melepaskan cengkeramannya.
Maka, harapan saya, pemimpin negeri ini berikutnya hendaknya menegaskan posisi kuat Indonesia. Bukan hanya pemimpin di kawasan, tapi juga pemimpin dunia. Lihat saja, para anggota tetap Dewan Keamanan PBB adalah pemenang Perang Dunia 2. Mereka semua negara imperialis dan kolonialis di masa lalu, bahkan ada yang hingga kini. Dari 5 besar negara dengan luas wilayah terbesar dan penduduk terbanyak di dunia, semuanya juga negara imperialis dan kolonialis. Hanya Indonesia yang bukan. Indonesia adalah bekas negara jajahan.
Dan dahulu di masa Sukarno, Indonesia menggetarkan dunia dengan menggagas Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung tahun 1955. KAA ini menginspirasi banyak negara Asia dan Afrika untuk merdeka dari penjajahan. Sukarno juga yang menggagas Gerakan Non-Blok, sebagai penyeimbang Blok Barat NATO dan Blok Timur Pakta Warsawa. Bahkan hingga kini, hanya Indonesia satu-satunya negara di dunia yang pernah dengan gagah-berani menyatakan keluar dari PBB.
Posisi Indonesia yang kuat di masa pemerintahan Sukarno itulah yang perlahan tapi pasti coba dipulihkan oleh Jokowi. Salah satunya dengan memperkuat sistem pertahanan kita. Di ASEAN saja, alutsista kita kalah jauh dari Singapura dan Vietnam. Jangan terpukau pada indeks Global Fire Power yang menempatkan Indonesia di peringkat belasan negara terkuat di dunia. Karena indeks tersebut memperhitungkan hal-hal lain selain alutsista, termasuk ketahanan pangan.
Pangan justru merupakan hal terpenting bagi manusia untuk bertahan hidup. Saat ini bangsa kita masih memiliki ketergantungan besar pada impor bahan pangan. Seharusnya sebagai negara agraris dan maritim, kita mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Mafia impor harus diberantas tuntas. Karena itu, CPWP yang memiliki program kemandirian bangsa paling kental sudah selayaknya didukung penuh oleh rakyat.
Masalah-masalah bangsa sudah pasti akan terlalu banyak dan tidak akan bisa ditampung dalam tulisan sependek ini. Satu yang pasti, mimpi rakyat sederhana saja: bisa hidup lebih baik dan mengusahakan penghidupan secara aman dan damai. Rakyat tahu, meski ada sebagian elit merasa tidak puas, kinerja pemerintahan saat ini sudah berada di jalur yang benar. Kalau istilah bahasa Inggris-nya: "on the right track". Maka, CPWP yang layak dipilih adalah yang bertekad melanjutkannya hingga tuntas. Bukan malah menghancurkan dengan merubahnya kembali ke belakang. Misalnya dengan menyatakan akan membatalkan kebijakan pemerintah saat ini.
Harapan saya, CPWP mendatang mampu mewujudkan cita-cita para Pendiri Bangsa yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Itulah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Wujudkan Indonesia Berlian 2045
Siapa pun pemimpin bangsa mendatang harus mampu mewujudkan kejayaan Indonesia. Target kita adalah pada tahun 2045, saat Indonesia merayakan 100 tahun kemerdekaannya. Bukan hanya "Tahun Emas", bahkan seharusnya lebih dari itu: "Tahun Berlian". Maka, posisi presiden hasil Pemilu 2024 ini sebenarnya merupakan "jembatan" yang menyiapkan tujuan besar bangsa kita itu.
Mungkin akan ada di antara kita -termasuk saya dan para pembaca tulisan ini- yang belum tentu masih hidup pada tahun 2045, 21 tahun lagi dari sekarang. Namun, dengan niat baik, kita harapkan semua kemajuan bangsa bagi ke-maslahat-an anak-cucu kita semua.
Di saat itu, kita harapkan Indonesia sudah jadi negara maju. Bukan hanya industri dan perdagangannya yang mewarnai dunia, tapi juga hasil-hasil alamnya dinikmati rakyat sendiri. Tentunya dengan tetap memperhatikan keselarasan dengan alam dan lingkungan. Indonesia sebagai surga dunia bagi hewan, tumbuhan, dan biota lainnya harus tetap dipelihara.
Kekuatan pertahanan dan keamanan kita juga sudah menjadi sepuluh besar terkuat di dunia. Termasuk di sini dengan membangkitkan industri dalam negeri, agar tidak tergantung terus pada negara lain. Kasus embargo negara produsen alutsista di masa lalu, harus dijadikan pelajaran penting.
Sektor pendidikan dan sumber daya manusia harus menjadi perhatian serius sejak sekarang, agar di tahun 2045 perguruan tinggi kita bisa masuk ke jajaran terbaik di dunia. Riset harus digalakkan, termasuk kerjasama pemanfaatan hasilnya dengan dunia kerja dan industri. Lembaga dan badan terkait harus diberi dana memadai hingga kelak kita bisa menciptakan inovasi tiada henti.
Kesehatan dan kesejahteraan rakyat diharapkan sudah tidak jadi masalah di tahun 2045. Bahkan bila memungkinkan, kesehatan digratiskan sepenuhnya seperti di negara-negara kaya minyak di Timur-Tengah. Rakyat kita seharusnya sudah lebih sejahtera dengan tingkat kemiskinan bisa diminimalkan. Lapangan kerja terbuka luas dengan besarnya usaha yang bisa dibuka rakyat. Permodalan dari sektor keuangan seharusnya juga sudah mudah. Demikian pula perizinan di tahun 2045 sudah dipermudah dan dipermurah. Dengan demikian, ruang gerak teroris yang mengelaborasi ketidakpuasan segelintir masyarakat berstatus ekonomi rendah berdalih fanatisme dan radikalisme politik identitas, akan sangat menyempit.
Ibu Kota Nusantara sebagai pusat pemerintahan dan Jakarta sebagai pusat perekonomian sudah bersinergi padu menjadikan Indonesia sebagai salah satu kekuatan dunia. Investasi dari luar negeri mengalir deras, sehingga kita tidak perlu lagi mempermalukan diri sendiri dengan mengemis kepada orang semacam Bill Gates apalagi Elon Musk. Negara harus tetap kuat, bukan menghamba kepada para taipan dari konglomerasi dunia.
Di tahun 2045, semua Warga Negara Indonesia akan bangga memiliki Kartu Tanda Penduduk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan paspor berlambang Garuda Pancasila, akan disegani semua imigrasi di seluruh negara dunia. Â Itu harapan kita!Â
Peta jalannya sudah ada. Rencananya sudah jelas. Tinggal kita wujudkan dengan memilih pemimpin yang tepat bagi kemajuan Indonesia!
Sumber Ilustrasi:
"Visi Indonesia Emas 2045" dari kanal resmi Bappenas RI di Youtube [https://www.youtube.com/watch?app=desktop&v=PX2BHNylSkE]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H