Mohon tunggu...
Bhayu MH
Bhayu MH Mohon Tunggu... Wiraswasta - WIrausaha - Pelatih/Pengajar (Trainer) - Konsultan MSDM/ Media/Branding/Marketing - Penulis - Aktivis

Rakyat biasa pecinta Indonesia. \r\n\r\nUsahawan (Entrepreneur), LifeCoach, Trainer & Consultant. \r\n\r\nWebsite: http://bhayumahendra.com\r\n\r\nFanPage: http://facebook.com/BhayuMahendraH

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menebak Sistem Penilaian Tulisan Kompasiana

4 Desember 2023   12:07 Diperbarui: 4 Desember 2023   12:12 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Profil & Daftar Tulisan Terbaru Bhayu di Kompasiana. (Sumber foto: Tangkapan Layar kompasiana.com/bhayu oleh Bhayu M.H.)

Saat kembali mencoba mulai menulis lagi di Kompasiana 4 hari lalu, saya sudah menyatakan bahwa tidak ada target yang saya tetapkan. Walau di notifikasi ada "tawaran" untuk menjadikan 5 tulisan "Head Line" lagi supaya bisa mendapatkan "centang biru", namun saya tidak ambisius mengejarnya. Sebenarnya saya terkejut karena "centang hijau" yang telah saya dapatkan dihilangkan. Usut punya usut, ternyata hal itu memang kebijakan Kompasiana. Kalau tidak salah sejak 22 Desember 2022 dihilangkan. Karena saya sudah 7 tahun tidak menulis di sini, maka saya tidak tahu kebijakan yang sudah berlaku hampir 1 tahun itu.

Sebenarnya dahulu saya sudah tahu trik agar artikel bisa cepat menjadi "Pilihan" atau "Head Line". Namun, bisa jadi ada perubahan. Dahulu pun saya memutuskan berhenti menulis di sini karena adanya sistem yang berubah. Sehingga, saya merasa diperlakukan "kurang adil". Semoga saja sekarang sudah tidak begitu.

Walau pun sebagai Kompasianer lawas yang bergabung sejak 9 Juni 2009, saya belum pernah mendapatkan penghargaan apa pun dari Kompasiana. Itu tidak masalah sama sekali. Karena sekali lagi, bukan itu yang saya kejar. Toh, saya sudah pernah 2 kali memenangkan lomba penulisan yang diadakan. Hadiahnya juga lumayan, telepon genggam. Alhamdulillahirabbil'alamiin.

Namun, karena kesibukan sehari-hari ditambah rasa kecewa waktu itu, maka saya pun kemudian absen lama dari sini. Kini, saya bak pemula lagi. Kembali belajar menulis lagi. Dan terutama, kembali mencermati sistem penilaian tulisan di Kompasiana. Walau jelas penilaian itu tidak bisa obyektif karena kurangnya data. Sehingga, jatuhnya hanya sebatas "menebak" saja.

Meskipun masih meraba, namun alhamdulillah 3 dari 5 tulisan awal saya dinilai layak sebagai "Pilihan". Ini dihitung sejak saya mulai aktif lagi di hari Kamis, 29 November 2023 lalu. Dan tidak terhitung tulisan yang sedang anda baca ini.

Tulisan pertama, wajar kalau tak masuk halaman depan. Tulisan kali ini pun juga tidak apa-apa bila tersingkir. Bahkan sebenarnya tulisan kemarin pun saya tahu kurang layak. Sebabnya, meskipun memiliki "newspeg" terkait peristiwa aktual, namun sebagian besar tulisan di situ adalah kutipan dari situs berita. Itu karena saya perlu mengutip kata per kata satu siaran pers yang dikeluarkan resmi oleh panitia. Sehingga, kadar tulisan saya hanya sedikit. Di samping itu, mungkin ada kekuatiran seolah mengistimewakan satu kelompok saja bila dua artikel tentang acara yang sama dimuat di halaman depan Kompasiana secara dua hari berurutan.

Akan tetapi, ada "anomali". Meski tulisan itu dianggap tak layak oleh redaksi atau admin Kompasiana untuk masuk sebagai "Pilihan" atau "Head Line", namun kadar keterbacaannya cukup banyak. Seperti saya tampilkan di foto tangkapan layar (screenshot) di atas, tulisan itu dibaca 142 kali. Sementara tulisan tentang acara yang sama sebelumnya dibaca 143 kali. Cuma selisih 1 saja.  Dan itu sudah rekor tulisan saya yang terbanyak dibaca, dari 5 artikel awal yang dimuat. Seperti juga terlihat di foto, dua artikel resensi buku "hanya" dibaca 56 dan 70 kali. Sekarang insya Allah sudah bertambah.

Saya lantas penasaran, karena sudah lewat masa "kadaluarsa" tulisan untuk bisa tayang sebagai "Pilihan" atau "Head Line", apakah mungkin artikel tersebut masuk ke kategori "Populer"? Ternyata, tidak juga. Anehnya, artikel yang masuk kategori tersebut jumlah keterbacaannya ada yang sangat sedikit, hanya belasan saja.

Dari situ, saya mengambil kesimpulan -yang bisa saja salah- bahwa penentuan suatu artikel masuk ke posisi tertentu ("Head Line", "Topik Pilihan", atau "Terpopuler") tidaklah menggunakan algoritma pemrograman bahasa komputer, apalagi "artificial intelligence". Melainkan secara manual oleh admin situs. Jadi, admin-lah yang "menyeret" satu artikel ke satu posisi tertentu. Sementara kalau untuk posisi "Terbaru", jelas otomatis. Walau kadang harus menunggu beberapa menit dan harus refresh beberapa kali, tidak seketika.

Lantas, dari mana tulisan saya tersebut, yang dianggap "tak layak dipilih" oleh admin Kompasiana mendapatkan keterbacaan lumayan? Jawabannya: Promosi. Saya mengunggahnya di media sosial. Kemudian, oleh netizen yang bahkan saya tidak kenal, dipromosikan lagi. Kalau diklaim "viral" sih mungkin belum. Namun, minimal cukup menyebar.

Posisi pembaca yang "merasa terlibat" jelas banyak. Karena menurut hasil survei Denny J.A. yang diunggah di account media sosial resminya "Denny JA_World" pada hari Selasa (4/9/2023), "mereka yang merasa menjadi bagian dari NU pada 2023 sebesar 56,9 %".*)  Ini merupakan hasil survei yang dengan metode statistik, sehingga ada bias atau deviasi. Namun, jelas bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Artinya, bila dibaca, lebih dari setengah jumlah penduduk Indonesia "merasa menjadi bagian dari NU".

Apa artinya terkait tulisan saya? Para pembaca "yang merasa menjadi bagian dari NU" tadi pastinya juga merasa ikut terlibat membaca tulisan saya. Dimana jelas tulisan itu terkait organisasi yang mereka cintai. Sehingga, tanpa dibayar pun, mereka rela menyebarkan tautan tulisan tersebut.

Screenshot
Screenshot "Google" dengan keyword "muktamar pemikiran kedua". (Sumber foto: Tangkapan Layar "Google.com" oleh Bhayu M.H.)

Hal itu berdampak pada terindeksnya tulisan tersebut di halaman 1 "Google.com". Kita tahu, situs mesin pencari tersebut menerapkan SEO (Search Engine Optimization) yang algoritmanya bisa berubah sewaktu-waktu. Saya menguji dengan lima kata kunci berikut:

  • muktamar pemikiran nu
  • muktamar pemikiran kedua
  • muktamar pemikiran nahdlatul ulama
  • muktamar pemikiran ke-2 nahdlatul ulama
  • muktamar pemikiran kedua nahdlatul ulama

Alhamdulillahirabbil'alamiin, semuanya berada di halaman 1 "Google". Untuk tulisan sekelas blog, itu sudah lumayan. Karena pesaingnya berasal dari situs berita daring yang tentunya punya positioning kuat. Di foto ilustrasi yang saya tampilkan di sini, hanya ada 1 saja sebagai contoh. Kata kunci atau "keyword" yang dipakai adalah "muktamar pemikiran kedua".

"Anomali" itu membuat saya tetap bersemangat. Meski tulisan saya tak dipilih redaksi atau admin Kompasiana, ternyata tetap mampu dipilih pembaca dan "Google". Sehingga, tingkat keterbacaannya pun lumayan.

Sumber Kutipan Rujukan:

*) https://nasional.sindonews.com/read/1193773/15/survei-denny-ja-pendukung-nahdlatul-ulama-naik-drastis-1693901380

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun