[caption id="attachment_387813" align="aligncenter" width="274" caption="Contoh resolusi awal tahun sederhana (Foto: cute-calendar.com)"][/caption]
Setiap akhir tahun yang segera diikuti awal tahun baru, kita terbiasa mendengar dan membaca dua kata itu: Evaluasi dan Resolusi. Kata pertama untuk menilai pencapaian kita di tahun yang ditinggalkan. Kata kedua untuk meneguhkan tekad mencapai cita-cita di tahun berikutnya. Kecuali keduanya merupakan bagian dari pekerjaan, seringkali sebagai insan kita menjadikan keduanya semata sebagai pemanis bibirbelaka. Padahal, sebagai manusia, kita juga harus punya target pribadi.
Seringkali target pribadi lebih mudah diwujudkan apabila divisualkan dalam bentuk material. Contohnya adalah keinginan memiliki rumah sendiri. Keluarga yang sudah menikah akan bisa merancang tahapan untuk mewujudkan target ini. Tetapi, biasanya akan jauh lebih sulit bila berupa hasil yang intangible atau uncountable. Contohnya adalah keinginan mengurangi berat badan bagi wanita dan menghilangkan kebiasaan merokok bagi pria.
Kenapa?
Karena kita seringkali tidak melihat manfaat langsung dari target itu. Maka, tak jarang di akhir tahun kita mendapati bahwa target atau istilah kerennya “resolusi” yang kita tetapkan tahun lalu sama sekali tidak tercapai. Manusia memang sangat mudah memaknai “kebendaan” atau “materialisme”, sementara sulit memberi nilai pada selainnya.
Maka, berilah manfaat yang sifatnya materialisme sekedar sebagai manifestasi untuk memperjelasnya. Contoh, untuk memotivasi agar berat badan bisa berkurang kita bisa membeli lebih dulu pakaian yang ukurannya di bawah ukuran tubuh kita sekarang. Atau mudahnya, pakaian untuk orang yang lebih langsing. Kalau pun tidak mau membeli dulu, bayangkan bahwa Anda akan bisa lebih leluasa memilih pakaian yang diinginkan.
Di samping itu, seringkali kita sendiri berlaku tidak jujur dan tidak adil kepada diri sendiri. Apa cirinya?
Sederhana sebenarnya. Penegakan sistem hadiah dan hukuman atau bahasa Inggrisnya reward and punishment. Kepada diri sendiri, kita seringkali bersikap permisif.
Contoh sederhana adalah penggunaan kata “ah, nggak apa-apa, kan Cuma sedikit/sebentar/sementara.” Padahal, itu adalah satu bentuk pembiaran yang tidak boleh diterapkan. Coba saja bayangkan kalau di kantor tempat Anda bekerja ada orang yang melanggar peraturan dan dibiarkan seperti itu. Apa yang akan terjadi? Orang itu akan melanggar lagi. Dan kelak malah jadi contoh buruk bagi yang lain. Bisa jadi akan ada banyak teman sekantor lain yang mengikutinya karena melihat tindakan salah tetapi tidak dihukum. Kita bisa melihat dengan jelas contoh ini di jalan raya kita. Banyak sekali pelanggaran lalu-lintas berlangsung begitu saja karena tidak adanya hukuman jelas dan pasti,. Itulah yang harus kita lakukan terhadap diri sendiri. Apabila kita melakukan kesalahan, maka sudah pasti harus adahukuman setimpal. Tetapkan hukuman bagi diri anda sendiri dan pastikan itu terlaksana.Contohnya Anda bisa menghukum dengan tindakan fisik seperti berolahraga lebih lama atau non-fisik seperti tidak makan di restoran sebulan.
Ketika anda melakukan hal baik atau positif pun, sudah pasti Anda harus memberikan hadiah bagi diri sendiri. Tidak usah besar dan mahal, misalnya Anda bisa membeli barang yang sudah lama diidamkan atau berlibur ke tempat yang sedikit lebih jauh.
Buat semacam pakta atau surat perjanjian bagi diri sendiri. Dalam hal ini,. Anda bisa melibatkan pasangan, sahabat atau teman untuk mengawasinya.
Selain itu, alangkah baiknya bila Anda bekerja, bisa mencontek sistem penilaian SDM atau pegawai di kantor. Ada banyak parameter kunci di sana, yang disebut Key Performance Indicator. Biasanya, pegawai diminta mengisi sendiri lantas kemudian dinilai oleh atasan langsung. Buat “raport” untuk diri sendiri dan beri angka berupa skala, 1 sampai 5 misalnya.
Ini adalah sekedar contoh saja dari tabel evaluasi yang juga bisa jadi tabel resolusi diri. Tentu Anda bisa memodifikasinya sendiri.
Nama Pencapaian
Hasil Akhir
Keterangan
Dapat pacar baru
Februari
Gagal Total
Sibuk
Beli kamera baru
April
Dipercepat Maret
Utk dokumentasi wisuda S-2
Membeli mobil baru
Juni
Tercapai Agustus
Baru dapat kredit
Kursus bahasa Mandarin
Juli
Sudah daftar sejak Mei
Masih kursus
Turun berat badan 5 kg
Juli
Tercapai November
Tidak disiplin diet + olahraga
Skor TOEFL 550
Agustus
Tercapai September
Tes diundur
Beli apartemen baru
Oktober
Ditunda, waktu tak tentu
Skala prioritas, dana tak cukup
Promosi jadi Manager
November
Tercapai Oktober
Manager lama resign
Liburan Tahun Baru ke NY
Desember
Batal
Dana tidak cukup
Dari evaluasi kita tahun ini, kita bisa mendapatkan gambaran mengenai tahun depan. Demikian pula sebaliknya, dengan resolusi yang kita canangkan, kita bisa membuat target sepanjang tahun.
Jangan sampai kita menuliskan resolusi kita tahun 2015 seperti ini:
“Resolusiku di tahun 2015 adalah melaksanakan resolusi 2014 yang tidak tercapai dan dituliskan tahun 2013, yang sebelumnya pernah direncanakan tahun 2012 dan dipikirkan tahun 2011, walau sudah dibayangkan sejak tahun 2010.”
Duh! Kacau benar kalau begitu! Jangan sampai kita begitu ya ;)
* Penulis adalah LifeCoach