Agama Hindu merupakan salah satu agama yang populer di Indonesia. Dengan penganut sekitar empat juta orang dari 250 juta orang di Indonesia. Salah satu pulau yang terkenal dengan penganut agama Hindu adalah Pulau Bali atau juga dikenal dengan Pulau Dewata. Selain itu, Pulau Bali juga terkenal dengan budayanya yang unik dan juga dengan keindahan alamnya.
Agama Hindu yang berkembang di Pulau Bali merupakan pengaruh dari ideologi India. Termasuk kepercayaan teologis agama Hindu di Bali seperti animisme, dinamisme, dan realisme. Salah satu kepercayaan yang paling mendasar di Bali yakni seperti Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya, dan Bhuta Yadnya. Dan semuanya memiliki kesamaan yakni menggunakan salah satu alat upacara yang sama yaitu Banten.
Upacara sendiri berasal dari kata sansekerta, yakni Upa dan Cara. Upa berarti sekeliling atau menunjuk segala dan Cara berarti gerak atau aktifitas. Sehingga upacara dapat diartikan sebagai gerakan sekeliling kehidupan manusia dalam upaya menguhubungkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa. Upacara ini dilakukan berdasarkan kitab suci Weda dan Sastra Agama Hindu.
Banten sendiri merupakan salah satu sarana upacara yang sangat sering digunakan dalam berbagai jenis upacara agama Hindu. Yang dimana, Banten memiliki arti Wali. Maka dari itu, upacara Dewa Yadnya sering disebut dengan Puja Wali. Wali sendiri berarti wakil yang mengandung pengertian simbolis dan filosofis. Banten tersebut merupakan wakil dari pada isi alam semesta yang dicipatakan oelh Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Kita sebagai umat hindu harus memahami pentingnya banten sebagai fungsi dan makna dari sarana suatu upacara. Selain itu, sangat penting juga untuk memahami bentuk-bentuk upacara yang ada dalam agama Hindu untuk memahami isi, makna, fungsi, dan kegunaannya bagi kita.
Banten sebagai sarana untuk persembahan dalam suatu upakara sendiri memiliki makna untuk suatu bentuk persembahan atau pelayanan yang tulus ikhlas yang harus diwujudkan dari hasil kegiatan kerja berupa materi yakni banten itu sendiri. Banten ini akan dipersembahkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau tuhan Yang Maha Esa di dalam suatu upacara keagamaan.
Banten sendiri umumnya dibuat dengan berbagai jenis bahan yang ada di lingkungan sekitar kita seperti busung sebagai tempat dimana bunga-bunga akan ditempatkan. Kemudian bahan-bahan tersebut akan disusun, dibentuk, dan diatur sedemikian rupa agar terbentuk sebagai yang kita kenal dengan Banten.
Banten sendiri memiliki banyak jenis, bentuk, dan bermacam-macam bahannya. Banten terlihat sangat sulit untuk dibuat karena bentuknya yang unik dan rumit. Banten memiliki arti simbolik dan filosofis yang tinggi serta berpadu dengan seni rupa dan seni rias yang mengagumkan sebagai ungkapan rasa syukur umat Hindu kepada Ida Sang Hyang Widhi. Faktor seni dalam banten ini memilki arti penting, karena dapat menuntun pikiran kita kearah keindahan menuju ketenangan Jiwa. Ketenangan jiwa sendiri adalah faktor yang sangat penting dalam mencapai pemusatan pikiran dalam menuju Hyang Widhi.
Banten terdiri dari Tiga Unsur yaitu :
- Mataya adalah Bahan Banten yang berasal dari yang Tumbuh atau Tumbuh -- tumbuhan seperti Daun, Bunga dan Buah
- Maharya adalah Bahan Banten yang Berasal dari yang lahir di wakili oleh Binatang seperti Babi, Kambing, Kerbau, Sapid an lain Lain.
- Mantiga adalah Bahan Banten yang berasal dari binatang yang lahir dari Telur itu sendiri, seperti Ayam, Itik, Angsa, Telur Ayam, Telur Itik dan Telur Angsa
Selain itu, Banten dalam upacara juga dilengkapi dengan Air, dan Api atau Dupa.
Banten merupakan simbol penyerahan diri dari diri manusia. Keaslian ini pada akhirnya akan ditunjukkan melalui munculnya tetesan atau goresan yang dibawa oleh tuas atau lascarya. Upakara atau banten itu sendiri akan menampilkan keindahan seni, dan juga akan berfungsi sebagai tanda rasa cinta dan syukur kita, serta rasa pengabdian kita untuk memberikan pelayanan terbaik yang kita bisa kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Banten juga merupakan lambang ketundukan dari diri manusia, yang dilandasi dan juga berdasarkan keikhlasan diri sendiri atau umat Hindu, yang sering juga diistilahkan dengan lascarya.
Dalam dewasa sekarang ini, masyarakat Bali lebih memilih untuk membeli Banten untuk melakukan upacara keagamaan ataupun untuk membanten dalam setiap hari. Selain itu, masyarakat Bali juga lebih memilih untuk membeli sesajen untuk upacara keagamaan. Karena umumnya mereka beralasan tidak mengetahui apa saja yang digunakan dalam ritual tersebut. Hal ini dikarenakan beban yang digunakan dalam suatu upacara sangatlah rumit sehingga sangat membingungkan masyarakat umum dalam melakukan upacara atau ritual keagaaman.
Hal ini ditambah lagi dengan perubahan zaman. Dulu banyak perempuan Bali yang berperan dalam menciptakan perangkat ritual. Tapi pada zaman sekarang makin banyak perempuan Bali yang bekerja dan tidak dapat menciptakan perangkat ritual. Selain itu, ritual peralihan yang sangat praktis telah menjadi tren yang berkembang di masyarakat.
Kita sebagai umat hindu di Bali, sudah seharusnya melestarikan Banten ini agar dapat terus dinikmati oleh generasi yang akan datang. Salah satu caranya adalah dengan ikut serta dalam membuat banten tersebut atau biasa disebut metanding atau mejejahitan. Selain itu kita juga harus memahami makna dari banten yang dibuat. Salah satu hal yang ada di segala banten yaitu adalah Bunga yang memiliki arti penting dalam persembahyangan atau dalam bahasa bali disebut dengan muspa (memuja dengan sarana bunga).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H