Mohon tunggu...
Bhakti Novianto
Bhakti Novianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga (21107030030)

‎

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Dampak Mode Tempur (Kiat Sukses Hadapi Lelah dan Burnout)

7 Juni 2022   13:04 Diperbarui: 7 Juni 2022   13:09 1303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Burnout (Detikcom)

Kerja, kerja, kerja. Sebenarnya memang tidak ada yang salah kebanyakan kerja atau sekali-kali lembur tapi kalau memang itu terjadi terus-menerus apalagi sampai membuat kamu stres berkepanjangan. Nah saatnya mungkin kamu bertanya ke diri sendiri 'mau sampai kapan ini tetap berlanjut?'

Dalam artikel ini, penulis akan membahas dampak yang mungkin terjadi dari stres yang berkepanjangan. Jadi, pastikan kamu baca artikel ini sampai habis karena akan sekalian dibahas bagaimana cara menanganinya.

Baru-baru ini sekelompok peneliti dari Jepang merilis hasil penelitian mereka terhadap puluhan ribu pekerja di Jepang, mereka menemukan kalau jam kerja lembur yang lebih panjang berhubungan dengan respon stres yang buruk. Pekerja yang lebih banyak lembur akan lebih rentan mengalami stress karena bekerja (Kikuchi, 2020). 

Itu semua karena jam lembur yang lebih banyak membuat waktu istirahat menjadi lebih sedikit. Istirahat tidak hanya tidur, misalnya nyantai atau refreshing sebelum kerja lagi.

Jam kerja yang berlebihan juga diketahui membuat kualitas tidur memburuk. Entah itu kita susah tidur atau tidak terasa segar pas bangun. Nah, tapi sebenarnya stress kerja itu apa sih?

Menurut WHO, Stres kerja adalah respons ketika kita mempersepsikan adanya kesenjangan antara tuntutan kerja yang didapat dengan kapasitas yang dipunya untuk mengerjakannya, misalnya si bos kasih deadline yang banyak banget buat besok tapi disamping itu kamu sendiri sudah capek kerja seharian. 

Di situasi seperti ini, kamu mungkin akan mengalami yang namanya stres kerja. Stres kerja ini patut kamu waspadai karena dalam jangka panjang efeknya bisa kurang baik untuk kesehatan fisik maupun mental.

Seorang profesor bernama Robert M. Sapolsky dari Stanford University membahas tentang beberapa masalah kesehatan yang mungkin muncul ketika mengalami stres berkepanjangan, apa aja masalahnya? 

Masalah darah tinggi, penyakit jantung, diabetes, sampai gangguan ereksi di laki-laki dan masalah kesuburan pada wanita, sistem imun menjadi menurun sehingga rentan sakit. Tidak hanya fisik, masalah kesehatan mental seperti gangguan cemas dan depresi juga bisa terjadi pada orang yang dilanda stres jangka panjang.

Kenapa sih bisa kayak gitu? Ini tidak lepas dari fungsi stres itu sendiri. Konon stres ini adalah mekanisme alami manusia untuk merespon ancaman dan tantangan dari lingkungan. 

Jadi, kalau kamu merasa terancam atau berada di situasi tertekan, tubuh akan masuk ke mode tempur atau mode kabur (fight or flight). Contoh mode tempur seperti, jantung berpacu lebih kencang, aliran darah meningkat, dan fungsi-fungsi tubuh yang tidak berkaitan dengan persiapan mode tempur ini bakalan dikurangi supaya energi bisa fokus.

Kalau jangka pendek membuat kamu lebih responsif untuk menghadapi tantangan luar, tapi kebayang tidak kalau tubuh kamu terus-menerus di mode tempur? Terus-terusan disiapkan untuk merespons ancaman padahal tubuh kamu sebenarnya juga butuh melakukan hal lain. 

Pelan-pelan tubuh akan menyesuaikan diri dengan mode tempur dan berapa fungsi tubuh akan berubah, perubahan ini akan memicu masalah kesehatan.

Ini saatnya kamu belajar untuk mengelola stres atau istilahnya dalam bahasa psikologi disebut sebagai coping stress. Coping ini sebenarnya ada 2 jenis, ada emotional-focused coping dan problem-focused coping, bedanya apa tuh?

Emotional-focused coping adalah respons terhadap stres dengan mengelola emosi yang timbul karena stress. Jadi, kalau stres itu membuat kamu merasakan emosi negatif maka cara mengatasinya adalah dengan mengurangi emosi negatif itu. Contohnya dengan melakukan hal menyenangkan seperti makan enak, olahraga, atau nonton film, bisa juga dengan refreshing sepulang kerja.

Sementara problem-focused coping adalah merespon stres dengan mengurangi atau menghilangkan si biang stresnya atau mengatasi masalahnya. 

Misalnya kalau pekerjaan kamu berat, kamu bisa nego deadline ke bos atau kamu minta bantuan ke teman. Sebenarnya masih banyak cara-cara coping dan itu bisa beda-beda untuk setiap orang.

Akhir kata, ingat bahwa boleh banget sebenarnya kerja keras, selagi bisa memastikan tetap jaga kesehatan fisik dan mental karena dengan menjaga kesehatan, pekerjaan menjadi optimal dan kamu bisa menikmati hasil kerja keras yang sudah kamu lakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun