Akankah kita mengukur tingginya pengibaran sang saka merah-putih sebagai ukuran nasionalisme kita akan kecintaan terhadap kemerdekaan dan cita-cita luhur perjuangan revolusi 1945 atau nasionalisme adalah darah kita, detak jantung kita dan cucur keringat kita yang tak lagi perlu di perdebatkan dalam perjalanan mewujudkan cita-cita kemerdekaan 1945.Â
Hari ini putra-putri bangsa Indonesia melakukan pengibaran bendera di balai kota Philadelphia Amerika-Serikat, di hadiri wali kota Philadelphia, dan para undangan termasuk konsulat Indonesia di New york dan masyarakat Philadelphia, sayangnya bapak duta besar belum bisa hadir karena belum melewati masa pelantikan.Â
Upacara pengibaran bendera macam ini bukan kali pertama di lakukan oleh teman- teman yang bermukim di Philadelphia, mayoritas yang hadir adalah mereka-mereka yang telah bermukim di Philadelphia satu dekade atau lebih, namun perbedaan akan upacara tahun ini adalah ada nya milestone titik-titik pencapaian yang di raih, upacara bendera bersama warga dan walikota Philadelphia tidak lagi di jadikan sebagai acara formalitas, namun sebuah gerakan kebangsaan, yang mempromosikan nilai-nilai budaya, dan falsafah kebangsaan kita yang berbhineka tunggal ika.Â
Deretan acara-acara perayaan kemerdekaan, di mulai dari pengibaran bendera di balai kota, pesta rakyat dan budaya, lomba anak-anak dan olahraga, dan berbagai panggung seni dan bazar beragam jajanan kulinari Indonesia yang menghiasi jadwal acara di bulan Agustus dan September menjadi wujud kesungguhan masyarakat dalam menjunjunjung nasionalisme mereka dan berbagi nilai-nilai budaya kepada sesama atau generasi penerus mereka.Â
Gegap gempita pesta rakyat menyambut kemerdekaan bangsa di luar negri bisa menuai banyak opini baik itu yang positif maupun yang negatif, karena kesadaran kebangsaan kita masih kerap di warnai ketakutan akan hadir nya kekuatan asing yang lebih dominan dari kekuatan rakyat, sehingga segala bentuk relasi dengan pihak asing sering di salah artikan sebagai pengabdian pada kekuatan asing, atau di artikan sebagai pengkhianatan terhadap cita-cita bangsa, atau di anggap telah lunturnya nasionalisme bagai kisah Malin Kundang mengkhianati Ibu Pertiwi.Â
Aktifnya Indonesia dalam pergaulan internasional dengan lambat laun mengadopsi wacana-wacana globalisasi, dan melahirkan gelombang perpindahan penduduk dari Indonesia ke manca negara, baik itu yang bersifat sementara maupun yang permanen.Â
Perpindahan penduduk keluar negri berlangsung secara berkala, dan penetapan pengambilan keputusan untuk menetap biasanya melalui proses yang panjang dan penuh pergulatan wacana di benak mereka masing-masing, hampir di yakini pergulatan itu tidaklah mudah karena sampai detik ini perdebatan tentang dwi-kewarganegaraan adalah perdebatan yang tidak berujung. Â
Berbeda dengan pergerakan program organisasi 2 tahun belakangan ini, selama lebih 20 tahun sering kita terjebak dalam pembangunan opini yang formalitas, di prakarsai segelintir kelompok yang dekat dengan sistem kekuasaan, dan mereka- mereka yang pernah menjabat dan mencoba melestarikan kekuasaan atau mereka yang berharap pemerintahan yang baru nantinya menghadiahi mereka posisi kehormatan sebagai duta-besar di manca negara.Â
Kelompok-kelompok semacam ini tidak mampu menjadi bagian dari gerakan masyarakat Indonesia di manca negara, mereka hanya mampu menghitung persatuan masyarakat dengan mengukur dari jumlah forum-forum facebook, di mana semua pihak mengaku menjadi organisasi dengan legitimasi tinggi untuk mewakili suara-suara masyarakat luar negri atau menawarkan menjadi lobbyist di gedung rakyat bagi mereka-mereka yang berkeinginan memiliki kewarganegaraan ganda.Â
Pola-pola gerilya sosial media dan berbagai tindak-tanduk yang di peruntukan sebagai teknik penggalangan dukungan baik yang bersifat opini atau sumbangan dana pelumas atas mandeknya usulan dwi-kewarganegaraan, ini merupakan isu-isu usang yang kerap dimainkan berbagai pihak untuk kepentingan-kepentingan sesaat, dan membekukan banyak permasalahan-permasalahan warga diaspora Indonesia di luar negri hingga terbengkalai, terlupakan, tertinggal dan terus terseret waktu dan tergerus dalam arus perubahan.Â
Dan ketika tumpukan masalah-masalah kita dibuat seolah-olah sirna, bermunculanlah aktor-aktris yang mengaku "community leader" atau mengaku dimandatkan mewakili kota-kota besar dunia dan mencoba menegosiasikan nasib masyarakat diaspora yang komposisinya kira-kira 5 juta diaspora WNI pemegang paspor dan 8 juta diaspora mantan WNI dan keturunan yang tak lagi memegang paspor berlambang garuda.Â
Tanpa cross-check panjang, prihal asal-usul dan berbagai klaim-klaim yang di paparkan, seringkali pemerintah atau pengambil kebijakan memberikan ruang jajak dan dengar pada aspirasi artifisial buatan mereka.Â
Trauma-trauma ini akan menjadi kendala bagi berbagai gerakan masyarakat di masa mendatang yang mencoba dengan sungguh-sungguh membangun jembatan antara masyarakat Indonesia di luar negri dengan tanah airnya, dan berupaya membangun sinergi dan kolaborasi dengan masyarakat Indonesia luar negri untuk menciptakan gerakan kebangsaan, gerakan budaya, gerakan kemanusiaan dalam platform globalisasi, di mana kita sebagai bangsa akan turut berpartisipasi menciptakan dan membangun masyarakat global untuk kemajuan bersama di masa yang akan datang.Â
25 tahun kemudian pasca krisis dan gelombang besar perpindahan penduduk penting kiranya kita semua merenungi perjalanan kita sebagai putra-putri ibu pertiwi, dan membantu menggeser persepsi bahwa mereka yang menempuh pendidikan di luar negri, atau bekerja di luar negri yang akhirnya teradopsi dengan dengan proses asimilasi atau sistem yang memberi kemudahan bagi mereka untuk berkarya, baik itu di industri pesawat terbang atau sebagai pekerja perkebunan, ataupun ibu rumah tangga, di tengah gegap gempita perayaan kemerdekaan ini, songsong perjuangan masa depan tidak dengan angkat senjata tapi angkat bicara, dan lukiskan dan yakinkan masayarakat di Indonesia bahwa Globalisasi adalah sebuah kenyataan yang tak akan terelakan dan kita akan bersinergi dan berkolaborasi untuk membangun masa depan Indonesia yang lebih baik, generasi A sampai generasi Z, kita memiliki porsi yang sama untuk memanggul nasionalisme kita ke masa yang akan datang untuk Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera.
Bagi teman-teman sekalian yang berharap tanpa henti untuk terciptanya kebijakan dwi-kewarganegaraan, mari belajar dari kesalahan memilih tim-advokasi, mari belajar memperjuangkan nasib kita bersama tanpa politisasi, mari sumbangsih kepada bangsa bisa di mulai dari kesungguhan di titik 0 tanpa menunggu retorika dan komando mereka yang mengaku lobbyist, mari kita tunjukan jiwa-jiwa nasionalisme kita, mari kita mulai dengan berbagi dan memberikan yang terbaik untuk bangsa kita, baik sanak family, kerabat, kaum dhuafa, institusi pendidikan, perkembangan ekonomi, jaringan internasional, atau bisa di mulai dengan membantu mereka-mereka di organisasi Gapura, yang melakukan proyek percontohan gerakan kebangsaan di Philadelphia.
Mari kita semua memulai gerakan global; mempromosikan nilai-nilai terbaik bangsa kita di berbagai bidang baik itu di bidang industry maju, teknologi, sumber daya manusia baik di bidang profesi kesehatan, IT, pertambangan, kerajinan, pertanian, seni, dan sebagai nya. Kita lewati batas-batas internasional tidak lagi dengan bambu runcing dan diplomasi meja bundar, tapi dari tekad bersama untuk membangun bangsa, kegigihan, gotong royong, etos kerja, dan yang paling terpenting PANTANG MENYERAH, merdeka atau mati!!Salam cita-cita Revoulusi 1945.Terinspirasi dari suara hati nurani rakyat, -Agustus 2023 -- Bacho ex'98
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H