Dalam kehidupan sehari-hari, kita lihat banyak penganut-penganut agama atau kepercayaan-kepercayaan yang mengutamakan pelaksanaan peraturan-peraturan atau tuntunan-tuntunan yang dianut tanpa menengok ke kanan atau ke kiri. Setiap pertanyaan mengenai aturan-aturan itu dicap sebagai langkah menuju kemurtadan, setiap kritik dipandang sebagai persekongkolan dengan syaitan, setiap perbedaan dianggap sebagai dosa.
Contoh: setiap hari minggu ke gereja bagi kaum kristen, berdoa sebelum dan sesudah makan, dsb. Untuk kaum muslim setiap Jum’at ke masjid, lima kali sehari sholat dsb. Bagi yang pandai juga harus hafal ayat-ayat dalam Al Qur’an atau Injil. Banyak kaum muslim yang merasa harus memakai pakaian tertentu sebagai bukti ibadahnya, sebagai bukti imannya. Sebagai bukti, bahwa dia adalah seorang muslim/muslimah (yang baik).
Maksud saya tentu saja bukan mereka yang betul-betul setulus hati dan dengan segala kesederhanaan (seperti yang diajarkan) melakukan hal-hal itu dan tanpa memamer-mamerkannya serta melaknatkan yang berpendapat lain.
Memang aturan-aturan itu harus dilaksanakan dengan tujuan beribadah. Dengan tujuan mendekatkan diri dengan Tuhan atau Allah, untuk „berdialog“ dengan Beliau.
Tetapi, cukupkah semua itu?
Apakah beribadah hanya cukup dengan berdoa di gereja, merayakan hari Natal atau ke Masjid setiap Jum’at dan sholat 5 x sehari?
Apakah hafal Al Qur’an dan bisa menyebut ayat-ayat tertentu dari Injil itu merupakan bukti religiositas seseorang?
Salah satu betuk ibadah, yang menurut saya pribadi malah salah satu yang terpenting, sering diabaikan, bahkan kadang tidak dikenal.
Apakah itu?
„Mencintai semua ciptaan Tuhan“