Mohon tunggu...
Bambang Gareng Nilwarto
Bambang Gareng Nilwarto Mohon Tunggu... Bidang kesehatan -

Perantau di negeri dingin dengan one way ticket. Selalu merindukan nasi pecel, rempeyek dan tempe goreng. Tidak terverifikasi! Bawel, ngèyèlan, sok tahu, sok pinter.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menyusuri "Neraka" di Paris

11 Juli 2015   20:21 Diperbarui: 11 Juli 2015   20:24 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Paris, kota cinta. Menara Eiffel, Louvre, Sacre Coeur dan tujuan-tujuan mainstream lain sudah merupakan tempat-tempat yang wajib dikunjungi. Bahkan istana Versailles yang terletak agak jauh di barat daya kota cinta ini.

Tetapi, di Paris terdapat sebuah tempat yang unik, yang patut dikunjungi: Catacombe de Paris.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tempat ini terletak di bagian selatan Paris, tepatnya di wilayah ke 14 (14e arrondissement) di daerah Montparnasse. Dengan Metro kita bisa naik Metro nr. 4 ke arah Porte d'Orleans kalau dari utara atau dengan Metro nr. 6 dan turun di stasiun Denfert Rochereau. Harga karcis masuk €8 untuk orang dewasa dan €4 untuk usia 14-26 tahun, s/d usia 13 tahun dan para penyandang disable gratis. Jam buka dari jam 10 pagi s/d jam 5 sore. Senin tutup.

Dianjurkan membawa jaket, karena suhu di dalam Catacombe hanya 14°C dan kadang udara agak sejuk kalau menunggu di luar. Dianjurkan juga untuk datang paling lambat 30 menit sebelum jam buka, lebih bagus 1 jam sebelumnya, untuk menghindari antrean yang sudah terlalu panjang.

Apa sebetulnya Catacombes de Paris ini?

Untuk pembangunan kota Paris, tentu saja diperlukan batu-batuan. 2000 tahun lebih bahan bangunan tersebut diambil dari tanah didaerah yang sekarang menjadi bagian dari Paris. Mula-mula penambangannya di atas permukaan tanah dan sejak abad ke 12 di bawah tanah, sehingga di bawah tanah hampir di seluruh areal Paris sekarang ini terdapat jaringan lorong-lorong kira-kira 300 km panjangnya. Tambah lorong-lorong sampingan sepanjang kira-kira 100 km, yang dahulu dipergunakan untuk inspeksi.

Pada akhir abad ke 18 lokasi-lokasi pemakaman menjadi terlalu penuh karena 2 hal. Pertama ialah dengan meningkatnya jumlah penduduk Paris dan kedua karena epidemi dan malapetaka kelaparan yang pada waktu itu terjadi. Untuk menanggulangi permasalahan ini, pada permulaannya diputuskan untuk membongkar kuburan-kuburan yang sudah agak lama dan sering juga yang masih agak baru berada di pemakaman itu, tengkorak-tengkoraknya kemudian dikumpulkan di sebuah sudut pemakaman. Di antaranya terdapat juga jenazah-jenazah yang belum sepenuhnya menjadi tengkorak, sehingga menimbulkan bau yang sangat menyengat. Penduduk yang tinggal di sekitar makam tentu saja memprotes, sehingga diputuskan untuk memindahkan tengkorak-tengkorak tersebut ke salah satu tambang, yang pada waktu itu sudah tidak dipakai lagi.

 Dperkirakan tengkorak dari sekitar 6 juta manusia disemayamkan di Catacombes de Paris.

Perjalanan dimulai dengan menuruni tangga yang sempit sampai kira-kira sedalam 30 meter lebih, terasa hawa makin sejuk dan lembab. Lampu yang temaram menambah ketegangan sebelum sampai ke bagian tempat menyimpan tengkorak-tengkorak tersebut. Jalan setapak yang agak berbatu dan licin menambah rasa petualangan yang agak mencekam. Sayang suasana ini terganggu oleh banyaknya wisatawan-wisatawan mancanegara lain. Terdengan komentar-komentar dalam bahasan Inggris, Spanyol, China, Jepang dll. Pasangan-pasangan mulai mengacungkan tongsis-tongsis mereka dan beberapa kali lampu kilat terlihat memutus ketemaraman, biarpun sebetulnya ini dilarang. Di setiap kelokan seolah sudah menanti wajah-wajah jaman dahulu yang memelas, karena tidak mempunyai tempat peristirahatan terakhir yang betul-betul tenang. Memelas dan penuh kejengkelan.

Akhirnya, setelah sekitar 10 menit menyusuri lorong-lorong, tampaklah tumpukan pertama tengkorak-tengkorak tersebut. Kadang seperti diserakkan, kadand diatur membentuk lambang cinta.

Beberapa rongga mata yang kosong seolah mengikuti langkah-langkah pengunjung, gigi-gigi yang tampak seolah meringis mentertawakan nekrophilia dari sebagian pengunjung. 

Beberapa lorong ditutup terali besi dan tidak boleh dilalui dan hanya bisa dilihat dari luar

Dalam temaramnya, kadang terlihat seperti ada bayangan yang sedang duduk atau berdiri. Kadang memandang dengan mata kosong, atau menopang dagu sambil duduk di lantai yang basah dan dingin.

Korban epidemi? Pembunuhan? Atau mungkinkah ada di antara mereka korban hukuman pancung dengan Guillotine pada waktu revolusi Perancis? Bersamaan dengan ratu Marie Antoinette?

 

 

Terasa seolah banyak jiwa-jiwa yang tidak tenang berseliweran, bergentayangan di lorong-lorong yang gelap itu. Mencari ketenangan, yang mungkin tidak akan pernah mereka jumpai.

Setelah kira-kira 30 menit, lorong mulai agak melebar dan lampu mulai terang lagi. 

Sampai akhirnya tangga keluar tercapai. Sebelumnya kaki harus bekerja lagi dengan giat, melangkahi beberapa puluh anak-tangga yang sempit, sampai akhirnya sinar matahari menyambut pengunjung.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun