Mohon tunggu...
Naviz De Vinci
Naviz De Vinci Mohon Tunggu... Perawat - Pembelajar di Universitas Maiyah

sedang terdampar di Baden Wurttemberg, Jerman

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menjadi Pasien Positif Corona di Jerman (Bagian 2)

8 April 2020   20:51 Diperbarui: 8 April 2020   21:04 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Saya mengenal seorang sahabat asal Indonesia di Jerman ini. Kebetulan dia kesehariannya juga sebagai perawat pada sebuah rumah sakit (RS) di Jerman. Tapi saya sangat faham bahwa hal-hal privasi seperti sebuah penyakit merupakan sesuatu yang seharusnya meminta ijin dahulu untuk disebarkan, terutama di Jerman ini. 

Karena memang begitulah norma yang berlaku kebanyakan di Eropa atau mungkin begitulah normanya di seluruh dunia. Saya pun meminta ijin kepadanya menuliskan kisah ini untuk tujuan menyebarkan informasi dan agar teman-teman lebih aware atau sadar akan virus corona (Coronavirus Sars CoV 2) dan penanganan Covid 19 di Negara Jerman.

Usianya masih dibawah 27 tahun. Sebagai golongan muda dan seperti yang sudah banyak di rilis di berbagai media, rata-rata memang pasien dengan usia ini kadang tidak merasakan gejala ketika virus ini menghampiri. 

Tanggal 27 Maret yang bertepatan dengan hari jumat lalu, entah bagaimana ceritanya dia harus melakukan pemeriksaan tes Swab PCR juga. Mengapa demikian? 

Karena info terbaru ada dokter yang bekerja di station terkonfirmasi positif corona. Dan disinyalir sahabat itu juga sempat kontak dengan dokter tersebut. Kontak disini dalam arti mengasisteni dan sempat ngobrol dalam satu ruang selama lebih dari satu jam.

Selang beberapa hari, senin tertanggal 30 Maret pun tiba dan pagi itu kemungkinan hasilnya akan keluar. Benar saja, hasil pun akhirnya keluar. Dan dari tes itu dikonfirmasi bahwa sahabat saya juga positif corona. 

Namun apakah dia tertular dari dokter tersebut atau pasien atau orang lain lagi, jelas sedikit pengetahuan untuk memastikan itu.

Sahabat saya memang sejak awal sudah update tentang virus asal Wuhan ini, apalagi kerjanya memang di rumah sakit, yang mau tidak mau akan berhadapan juga suatu saat nanti meskipun entah kapan.  

30 Maret 2020, jelas bukanlah hari yang mudah baginya. Meskipun jauh-jauh hari sudah banyak mencari info tentang virus ini, bagaimana cara penularannya dan apa yang terjadi dalam organ ketika virus ini masuk ke tubuh manusia, dll. 

Sahabat saya schock, menurutnya tidak mudah ternyata menyandang status pasien positif corona. Apalagi kemudian ketika melihat berbagai berita yang ada di tanah air.

Seiring waktu, dia mulai menenangkan diri. Teman-temannya yang rata-rata memang warga Jerman juga banyak yang menawarkan bantuan kepadanya. Kemudian dia mengikuti prosedur ketika sudah didiagnosa positif corona.

Langkah pertama, jelas dia segera dipulangkan dari jadwal jaganya untuk segera mengarantina diri. Koleganya memberitahu bahwa dia harus mengisi Meldepflichtige Krankheit semacam formular dari dinas kesehatan yang memberitahukan bahwa orang tersebut terkena salah satu penyakit yang berbahaya dan sedang merebak seperti Corona, Kolera, Difteri, Pes, Meningokokken, Tuberkolosis dll. 

Setelah itu formular yang sudah terisi dikirim per Fax ke Betriebsarzt, dan ke Gesundheitsamt (semacam dinas kesehatan kabupaten/kota). Dia juga harus segera menelepon ke pihak Betriebsarzt dan petugas yang bertanggung jawab terkait pelaporan dari RS untuk mengikuti langkah selanjutnya.

Pertanyaan dari Betriebsarzt (semacam dokter khusus karyawan di RS tersebut) seperti apa saja gejala yang ada? Kemungkinan kontak terakhir dengan siapa saja? dan beliau pun menyuruh dia untuk karantina di rumah dan selalu mengupdate informasi jika kondisi memburuk atau kalau ada pertanyaan tentang langkah yang harus diambil selanjutnya.

Hari berikutnya, Gesundheitsamt pun menghubunginya, menanyakan keadaan, apa yang harus diperhatikan selama menjalani Hausliche Quarantne (Isolasi di rumah), dan mengirimkan dua berkas via email. 

Seperti berkas terkait kontak dengan siapa saja sejak tanggal 27 Maret dan berkas terkait penyakit Covid dan cara penanganannya, apa tujuan Hausliche Quarantne, hukum terkait jika melanggar Hausliche Quarantne, bagaimana jika keadaan memburuk, harus menghubungi siapa, dan terutama yang paling penting ialah pesan untuk menjaga kesehatan mental selama mas karantina.

Sedang terkait perijinan sakit, dia harus menelepon Hausarzt (semacam dokter pribadi dimana pasien biasanya langsung merujuk ke dokter itu ketika sakit). 

Hausarzt inilah yang membuatkan surat ijin sakit selama 14 hari dan menuliskan resep obat ketika pasien membutuhkan atau selalu memberi nasehat jika keadaan memburuk atau membutuhkan layanan kesehatan terkait. 

Maka sahabat saya pun meminta temannya untuk mengambilkan surat izin sakit itu dengan tidak lupa membawa krankenversicherung (kartu asuransi kesehatan).

Hal penting yang tak boleh dilupakan juga sebagai warga negara Indonesia yang sedang tinggal di Jerman ialah memberitahukan kondisi kita kepada perwakilan wilayah pemerintah Indonesia terdekat, contohnya jika dibawah KJRI Frankfurt bisa menghubungi hotline (+49) 162 412 9044. 

Dalam masa karantina itu, dia selalu dikontrol via telefon dari Gesundheitsamt setiap harinya. Pertanyaannya; bagaimana keadaannya? apa ada gejala hari ini? Masa inkubasi virus ini rata-rata berlangsung hingga 14 hari. 

Umumnya jika setelah 48 jam tidak ada gejala terkait Covid 19, pasien bisa mengajukan diri untuk di tes Swab PCR lagi. Setelah 24 jam bisa dilakukan tes yang kedua. Jika kedua tes ini menunjukkan hasil negatif maka pasien pun boleh bekerja kembali atau keluar dari karantina.

Lalu apa saja sih gejala yang sempat dialami sahabat saya?

Awalnya dia memang tidak merasakan keanehan tertentu. Apalagi memang cuaca tak menentu antara musim dingin dan musim semi. Tanggal 20an maret itu jika malam hari suhu terasa bahkan hingga minus 13 derajat, siang hari juga kadang mencapai 14 derajat.

Namun setelah diingat-ingat dua hari berturut-turut sebelum tanggal 27 maret 2020 dia sempat muntah. Hari-hari sebelumnya sempat demam meskipun tidak berskala berat. 

Mulai dihitung demam ketika suhu tubuh sudah diatas 37,5 derajat celcius. Hal lain yang sempat terjadi mungkin ketika tubuhnya merasakan cepat sekali lelah meskipun sebenarnya bekerja normal seperti biasanya.

Menurut sumber dari Robert Koch Institut (RKI), semacam lembaga resmi independen penelitian dan kesehatan di Jerman gejala terbanyak dari pasien positif corona seperti demam tinggi, batuk kering, keletihan, keluarnya dahak (apabila berwarna mencolok atau kuning misalnya wajib diwaspadai), sesak nafas, nyeri saat mengunyah dan nyeri di rahang, timbulnya gangguan pada indra penciuman dan perasa, sakit tenggorokan, sakit kepala, menggigil, mual, muntah, hidung tersumbat dan diare.

Dia masih berada dalam masa karantina, sejauh ini keadaannya membaik dan cukup stabil. Diantara pesannya seperti tetap tenang, jangan panik, positive thinking, menata hati menerima takdirNya, meningkatkan daya tahan tubuh, menjaga diri dan kesehatan tubuh dengan tetap makan-makanan bergizi, seperti banyak sayur dan buah, minum vitamin C, E dan berolahraga. 

Dan jangan lupa selalu berdoa. Kita wajib berusaha maksimal tapi takdir hidup adalah milik Tuhan. Semoga teman-teman selalu sehat dan dilindungiNya dimanapun berada.

08.04.2020

Nafisatul Wakhidah

Liebe gruesse aus Albstadt

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun