Disaat saya menuliskan esai ini, kebetulan juga sedang mengalun dengan syahdu dari Instagram yang saya ikuti lagu Lir-Ilir yang dibawakan Gamelan Kiai Kanjeng. Setiap tanggal 17 dalam setahun di Yogyakarta selalu diadakan forum Mocopatan, nama lengkapnya Mocopat Syafaat bertempat di Taman Tirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Dalam hati saya membatin, betapa hebatnya Kanjeng Sunan Kalijogo (hidup abad 14-15)yang menciptakan lagu tersebut, weruh sakdurunge winarah. Betapa kita sudah diperingatkan jauh-jauh hari sebegitu berharganya buah Blimbing dan kita sebagai anak cucu untuk belajar menek Blimbing, belajar Angon baik secara literal maupun eksplorasi filosofis lebih jauh lagi.
Dari Wikipedia menafsirkan Ilir-Ilir sebagai berikut; diawali dengan Lir ilir yang artinya Nglilir (bangunlah), bangunlah atau bisa diartikan sebagai sadarlah. Kita diminta bangun dari keterpurukan, bangun dari sifat malas untuk mempertebal keimanan yang telah ditanamkan oleh ALLAH SWT dalam diri kita, karena itu digambarkan dengan Tandure wus sumilir atau tanaman yang mulai bersemi dan pohon-pohon yang mulai menghijau bagaikan Tak ijo royo-royo. Semua itu tergantung pada diri kita masing-masing, apakah mau tetap tidur dan membiarkan tanaman iman kita mati atau bangun dan terus berjuang untuk menumbuhkan tanaman tersebut hingga besar dan mendapatkan kebahagian seperti bahagianya pengantin baru atau Tak sengguh temanten anyar.
Cah angon - Cah angon atau anak gembala, yang artinya kita telah diberi sesuatu oleh ALLAH SWT untuk kita gembalakan yaitu "HATI", bisakah kita gembalakan hati kita ini dari dorongan hawa nafsu yang demikian kuatnya, si anak gembala diminta untuk memanjat pohon belimbing atau Penekno blimbing kuwi yang notabene buah belimbing itu bergerigi lima buah, dalam hal ini sebagai gambaran dari disuruh untuk menjalankan Sholat 5 waktu, dan Lima Rukun Islam.
Pohon belimbing itu memang licin dan meskipun dalam keadaan susah untuk melaksanakannya, kita harus bisa memanjatnya sekuat tenaga yang artinya kita tetap berusaha menjalankan sholat 5 waktu / Rukun Islam apapun halangan dan resikonya bagaikan Lunyu-lunyu penekno. lalu apa gunanya semua ini? semua ini berguna untuk mencuci badan kamu atau Kanggo mbasuh dodotiro (dada kamu) yang bermakna bahwa badan itu yang harus di bersihkan dari segala macam dosa.
Dodotiro, Dodotiro yang berarti adalah badan kamu harus di bersihkan dari dosa. Namun sebagai manusia biasa badan kamu terkadang banyak lukanya (badan yang masih banyak dosa) sehingga perlu obati bagaikan Dondomono, Jlumatono agar menjadi badan yang sehat (bersih dari dosa). Kanggo sebo mengko sore atau untuk menghadapi nanti sore, kata ini mempunyai makna bahwa suatu saat kita semua pasti akan mati, karena itu kita selalu diminta untuk membersihkan badan kita dari dosa, agar kelak kita siap ketika dipanggil menghadap kehadirot ALLAH SWT, karena kematian atas semua makhluk hidup adalah rahasia dari ALLAH SWT, dan kita bisa dipanggil atau mati kapan saja.
Mumpung padhang rembulane, Mumpung Jembar kalangane atau selagi rembulannya masih terang dan selagi banyak waktu luangnya atau banyak kesempatan, kata-kata ini mengandung arti bahwa ketika pintu hidayah masih terbuka lebar, dan ketika masih banyak kesempatan karena diberi umur yang masih menempel pada hayat kita maka pergunakanlah waktu dan kesempatan itu untuk bisa membersihkan diri dari segala macam dosa agar senantiasa selalu bertaqwa kepada ALLAH SWT. Selanjutnya Yo surako surak iyo atau bersoraklah dengan sorakan iya untuk menyambut seruan ini dengan sorak sorai, ketika kita masih sehat dan mempunyai waktu luang.
Tentu banyak tafsir lain tentang lagu ini, apapun itu semoga menambah rasa syukur dan daya juang kita yang dilahirkan di Tanah Air Nusantara yang memiliki Sejarah Peradaban Luar Biasa dan sebagai generasi muda indah kiranya jika mampu mempelajari kembali dan mengamalkannya.
***Bersambung***
#writingchallenges17
Nafisatul Wakhidah
Zwiefalten, 17 Mei 2017