Mohon tunggu...
Betrika Oktaresa
Betrika Oktaresa Mohon Tunggu... Administrasi - Full time husband & father. Part time auditor & editor. Half time gamer & football player

Full time husband & father. Part time auditor & editor. Half time gamer & football player

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Buat Apa Ciptakan Luka?

7 September 2020   12:02 Diperbarui: 8 September 2020   13:05 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: https://hospicecarelc.org/

Bjorn bukan seorang lelaki yang cengeng atau pengeluh. Membaca dirinya bukanlah hal yang sulit, karena sikap dan gerak-geriknya mudah diraba. 

Jika Ia tak suka, siapapun akan mampu menebaknya. Ketika Ia gembira, semut di ujung dunia juga tetap akan bisa merasa gelombang bahagianya. Intinya, Bjorn adalah seorang pria permukaan, tak perlu repot menduga-duga ada rahasia. 

Penampilannya pun biasa saja. Tak juga buruk hingga angsa pun terbang saat melihat wajahnya. Namun, tentu juga tak seindah Dewa Hermes dengan segala ketampanannya. Bjorn tak pernah merisaukan karunia yang sedari dulu Ia punya, karena Ia merasa bukan itu nilai yang harus dijaganya.

Cinta? itu satu-satunya kerumitan yang tak pernah selesai bergelut di pikirannya. Hanya dipikirannya, karena baginya, cinta dan segerombolan rumit yang dibawanya, tak layak masuk ke ruang indah yang disediakan oleh sang pencipta. 

"Persetan soal cinta, aku tak segan-segan melempar tai kuda ke muka orang yang menciptakan kata cinta dan mengagung-agungkan kekuatan cintanya!" ujarnya memancarkan rasa tak suka.

Bjorn merasa tahu segalanya soal cinta, karena Ia sebenarnya telah melewati masanya. Sungguh naif tentunya, tapi baginya, pengalaman menjalani cinta yang menye-menye dulu, seketika bisa terhapus dari memorinya ketika Ia sudah menyadari bahwa cinta tak lebih dari seonggok tai kuda. 

Bagaimana tidak, dalam sudut pandangnya, Ia yang dulunya kokoh mampu melangkah dengan kakinya, menjadi tergopoh-gopoh karena cinta.

Ketika itu, di sebuah masa, Ia memandang langit yang sama, langit yang sudah puluhan tahun Ia pandangi biasa saja. 

Namun, seketika ada sosok yang berbeda, yang mewarnai langit di depan pandangnya, tiba-tiba hal biasa menjadi mempesona. Namun, ketika sosok itu tak menyambut tangannya, Bjorn tak mengerti ini pesan tentang apa.

"Hei pembawa cinta, ini tentang apa?" teriaknya.

Langit tak menyambut apa-apa.

Bjorn tak menerimanya. "Jika kamu tahu akhir dari cerita, lalu mengapa kamu tetap memberikannya? Kamu membenciku, hah?!".

Langit seakan tetap tak menghiraukannya. Tak ada sedikitpun pertanda.

Bjorn melewati puncak amarahnya, hingga sesaat Ia terdiam tak bicara.

Dalam menarik nafasnya, Bjorn lirih berbicara, "Jika hanya ciptakan luka, buat apa?"

Tak ada air mata, hanya hati yang tersayat penuh luka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun