[caption id="attachment_349055" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Kompas.com/shutterstock)"][/caption]
Bagi penggila balap Formula One (F1) di antara tahun 1991-2001 pasti sangat mengenal seorang pembalap bernama Mika Pauli Häkkinen, atau lebih akrab dikenal dengan panggilan Mika Hakkinen. Dengan mengendarai mobil F1 milik McLaren Mercedes, Hakkinen berhasil meraih dua gelar berturut-turut pada tahun 1998-1999. Di masa tersebut, prestasi luar biasa yang ditorehkan Hakkinen secara langsung juga mengangkat nama negaranya, Finlandia. Finlandia adalah sebuah negara yang terletak pada wilayah Skandinavia, dimana termasuk dalam rumpun Nordik. Ibukota negara ini adalah Helsinki, dengan jumlah penduduknya sebesar lima juta jiwa dengan luas wilayahnya 330.000 km², lebih kecil dari luas Pulau Sumatera.
Selain menghasilkan pembalap hebat kelas dunia, Finlandia juga dikenal dengan industri telepon seluler nomor satu dunia, Nokia. Keunggulan Nokia dengan berbagai inovasi, kemajuan teknologi, dan daya tarik komersial harus diakui telah membuat Finlandia unggul atau setara dengan negara – negara yang selama ini dikenal berteknologi maju, seperti Jepang, Jerman, maupun Amerika Serikat.
Prestasi yang diraih oleh Hakkinen dan Nokia diatas, ternyata hanya sebagian kecil dari prestasi-prestasi lain yang di raih Finlandia dalam dunia internasional. Pada tahun 2001, 2002, dan 2005, Finlandia meraih peringkat 1 dari 146 negara dalam indeks ketahanan lingkungan. Kemudian pada 2012 dan 2013, Finlandia meraih peringkat 1 dari 168 negara dalam peringkat kebebasan pers dunia. menurut World Economic Forum, Finlandia meraih peringkat 1 dari 125 negara pada tahun 2005-2006 dalam indeks daya saing global. Lalu, Finlandia juga menempati peringkat 1 dari 150 negara dalam Audit Demokrasi Dunia sesuai data yang dirilis oleh World Audit. Terakhir, prestasi yang luar biasa diraih Finlandia dalam hal Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dirilis oleh Transparancy International, dimana sejak tahun 1999 sampai dengan 2012 hampir selalu mendapatkan IPK diatas nilai 9. Hanya pada tahun 2009, IPK Finlandia ‘hanya’ meraih nilai 8,9. Selama kurun waktu 13 tahun tersebut, Finlandia hanya 3 kali tidak berada di peringkat 1, dan dalam kurun waktu tersebut tidak sekalipun Finlandia keluar dari peringkat tiga besar. Pada tahun 2012 pun, Finlandia berada di peringkat 1 dari 176 negara. Hebatnya, pada tahun 2000, Finlandia mendapatkan nilai 10 atau nilai maksimal IPK, hal yang hanya bisa dicapai oleh Finlandia dan Denmark sampai dengan saat ini.
Di Finlandia, terlalu sulit untuk ‘menemukan’ adanya tindakan korupsi, sampai pada suatu kondisi bahwa berbohong saja sudah tidak disukai rakyat. Hal ini seperti yang terjadi pada kasus mundurnya Perdana Menteri (PM) perempuan pertama Finlandia, Anneli Jaatteenmaki. PM perempuan tersebut mundur pada bulan Juni 2003 setelah dituduh berbohong kepada parlemen dan rakyat menyangkut kebocoran informasi politik yang peka selama kampanye.
Nilai-nilai kejujuran yang tertanam, seakan-akan menutupi ketidaklengkapan perangkat sistem pengendalian korupsi di sana. Integritas yang tinggi, yang antara lain dicerminkan dari budaya malu, akhirnya menjadi kata kunci untuk menciptakan Finlandia sebagai negara terbersih di dunia.
Jaatteenmaki dituduh telah meminta informasi soal pembicaraan antara saingan politiknya, mantan PM Paavo Liponnen dan Presiden Amerika Serikat ketika itu, George Bush, mengenai isu-isu Irak dan lainnya.
Informasi itulah Jaatteenmaki menggunakannya sebagai kartu as dalam memenangi kursi PM. Namun dalam perjalanannya, Jaatteenmaki mengaku informasi soal pembicaraan isu Irak itu masuk begitu saja ke faksimilenya, tanpa ada kesengajaan dari pihaknya untuk meminta. Hingga akhirnya terkuak kenyataan bahwa Jaatteenmaki sengaja meminta informasi tersebut dari pihak Kementerian Luar Negeri Finlandia. kebohongan inilah yang tidak dapat diterima oleh parlemen dan masyarakat. Tanpa menunggu lama karena menyadari kesalahannya, PM ini kemudian menyatakan mundur, dengan memberikan pernyataan, “Kalau kepercayaan hilang, berarti posisi juga hilang. Saya telah kehilangan kepercayaan itu. Dan jelas, waktu saya sebagai perdana menteri telah berlalu”. Jaatteenmaki, pemimpin Partai Tengah, praktis hanya menduduki jabatannya selama 69 hari.
Finlandia merdeka pada 4 Januari 1918, setelah 765 tahun berada di bawah bayang-bayang pendudukan Swedia dan Rusia, Finlandia pun secara perlahan berubah menjadi negara yang mandiri. Usaha keras yang dilakukan oleh Pemerintah, Parlemen dan masyarakat di Finlandia yang akhirnya membuat Finlandia sukses menjadi negara yang bersih. Faktor-faktor yang menyebabkan keberhasilan tersebut antara lain, Pertama, pentingnya nilai-nilai etika dan kontrol masyarakat yang ditanamkan di negara tersebut. Pemerintah Finlandia menyadari korupsi hanya dapat dihilangkan dengan menciptakan tata pemerintahan dan tata administrasi yang baik. Hal tersebut dimulai dengan tidak adanya staf dan pegawai dalam pemerintahan yang memasuki dunia politik. Contohnya, dari sekitar 3.000 staf dan pegawai di Kementerian Industri dan Perdagangan, hanya si menterinya saja yang merupakan politisi. Sedangkan staf dan pegawainya adalah orang lapangan yang tumbuh dari bawah. Hal ini menyebabkan tak ada kepentingan politik atau memasukkan orang-orang politik yang tidak kompeten ke kementerian apa pun di Finlandia.
Bermula dari hal tersebut juga akhirnya timbul kepercayaan (trust) yang tinggi pada masyarakat. Rakyat Finlandia percaya, pemerintah dan institusi yang ada akan bertindak adil dan objektif. Itu sebabnya mereka justru mendukung ketika anggaran untuk riset dan pengembangan teknologi mereka sangat tinggi, yaitu sekitar 3,5% – 4% dari produk domestik bruto (PDB). Masyarakat sangat percaya, anggaran tersebut tidak akan mengalami kebocoran, meski jika dinominalkan, setara dengan 5,5 miliar euro atau sekitar 60,5 triliun rupiah.
Kemudian, menurut suatu sumber, warga Finlandia terbiasa dalam semangat hidup sederhana. Kebanyakan dari mereka hanya memiliki satu mobil dan dua sepeda. Bahkan, pada suatu kondisi, satu mobil pun kerap terasa berlebihan sebab transportasi umum di Helsinki cukup baik. Warga Helsinki terbiasa dalam kultur hidup tidak berlebihan. Sebagian di antara penduduk Finlandia dikenal religius. Rumah-rumah ibadah di sana tetap penuh meski salju turun amat lebat dan suhu mencapai minus 30 derajat Celsius.Spirit hidup tidak berlebihan, tidak suka banyak kebutuhan, dan tidak menyukai barang bukan miliknya, inilah yang menjadi fondasi kuat bagi mentalitas masyarakat Finlandia dalam memerangi korupsi, dimana faktor gaya hidup sangat berpengaruh pada timbulnya korupsi, termasuk di Indonesia.
Kedua, kuatnya integritas pegawai pemerintah. Integritas dalam bekerja menjadi bagian penting dalam mencegah korupsi. Integritas yang tinggi membuat pegawai pemerintah di Finlandia menjunjung tinggi reputasi. Hancurnya reputasi akibat perbuatan tercela biasanya berakhir dengan keluarnya pegawai tersebut dari pekerjaan sebagai pegawai pemerintah. Rasa malu juga tumbuh di kalangan pegawai pemerintah. Jika terdapat pegawai pemerintah yang tertangkap memberikan atau menerima suap, hal itu akan menimbulkan aib sosial yang sangat kuat. Kasus mundurnya Anneli Jaatteenmaki adalah contoh nyata.
Ketiga, berhasilnya implementasi atas Undang-Undang Antikorupsi di Finlandia. Ada dua undang-undang yang mengatur masalah korupsi di Finlandia yaitu UU Prosedur Administrasi dan UU Hukum Pidana. UU Prosedur Administrasi ditekankan untuk memajukan perilaku yang baik dalam organisasi publik. Prinsip-prinsip yang melandasinya antara lain, menekankan pejabat untuk bertindak adil dan melaksanakan pekerjaannya, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dalam memberikan pelayanan, mereka dilarang memungut biaya. Sanksi bagi pegawai yang melanggar dapat berupa teguran tertulis sampai dengan pemberhentian dengan tidak hormat. Di sisi lain, pegawai pemerintah di Finlandia termasuk subjek hukum pidana, menurut UU Hukum Pidana. Ada pasal-pasal khusus yang mengatur perbuatan-perbuatan pegawai pemerintah yang dikategorikan sebagai melanggar hukum, seperti menerima suap, melakukan pemerasan, menerima suap sebagai anggota parlemen, membocorkan rahasia jabatan, dan melanggar kewajiban jabatan.
Kesuksesan penanganan kasus korupsi di Finlandia terlihat dari data statistik, memang sangat sedikit terdapat kasus korupsi, termasuk masalah penyuapan. Tahun 2003, misalnya, hanya ada satu kasus penyuapan yang ditangani dan terbukti. Sedangkan tahun 2002, dari dua kasus suap yang ditangani, satu terbukti. Kasus korupsi besar yang penulis temukan dari sebuah sumber, terakhir terjadi pada tahun 1977 di Finlandia, kasus tersebut adalah penyuapan CEO Salora kepada Politisi Sosial Demokrat, RKP, Liberal dan politisi partai tengah terkait usaha Salora, sebuah produsen elektronik di Finlandia, untuk mempengaruhi keputusan politik dalam pemilihan pabrik milik negara untukproduksi tabung sinar katoda digunakan dalam televisi manufaktur. Para politisi tersebut dituduh menerima suap berupa televisi dan perangkat stereo, kasus ini dikenal dengan sebutan Salora Case. Kasus terbaru terkait penyuapan yang terjadi di Finlandia adalah terbongkarnya pengaturan skor pertandingan yang menyangkut seorang warga negara Singapura bernama Wilson Raj Perumal. Raj dituduh telah melakukan pengaturan skor pertandingan di Finlandia selama 2008-2011, dan akhirnya di dakwa hukuman penjara selama 2 tahun. Tertangkapnya Raj Perumal ini akhirnya yang membuka kotak pandora sindikat pengaturan skor di dunia, yang bermarkas di Singapura. Mengingat kasus korupsi sangat jarang terjadi di Finlandia, pengungkapan kasus korupsi akan memperoleh liputan yang luas dari media massa.
Di Finlandia kasus-kasus korupsi tidak selalu melibatkan nilai uang yang berujung pada dipidananya pelaku korupsi. Kasus-kasus seperti menunda pengumuman penting yang wajib diketahui masyarakat, merendahkan prinsip-prinsip kesamaan hak, membuat putusan dengan pertimbangan yang tidak tepat, bersikap diskriminatif, memberikan nasihat yang tidak cukup, juga dikategorikan sebagai tindakan-tindakan pejabat publik yang terkait dengan korupsi.
Keempat, berjalannya mekanisme audit yang baik. Di Finlandia, pengendalian administratif didesentralisasikan ke berbagai institusi pemerintah dan pencegahan korupsi ditangani oleh beberapa institusi. Ini dilakukan karena pemerintahan setempat tidak mempunyai lembaga khusus untuk menangani masalah korupsi. Audit internal pun akhirnya memegang peran penting dalam mencegah korupsi karena kedudukannya yang semi-otonomi dan fungsinya sebagai lembaga penelaah mekanisme pengendalian internal.
Di samping unit pengendalian internal, di Finlandia juga terdapat The National Audit Office of Finland (NAOF), seperti BPK di Indonesia, yang mandiri.
NAOFmemiliki tugasuntuk melaksanakan audit eksternal dengan melakukan audit keuangan, audit kepatuhan, audit kinerja, audit yang kebijakan fiskal dan audit lainnya menggabungkan metode yang berbeda.
NAOF dipimpin oleh Auditor Umum, yang dipilih oleh Parlemen untuk jangka waktu enam tahun. Auditor Umum saat ini adalah Dr Tuomas Pöysti.NAOF terdiriDepartemen Audit Kebijakan Fiskal dan Kantor Eksekutif, Departemen Audit Keuangan dan Departemen Audit Kinerja dan Unit Pelayanan Administrasi. NAOF memiliki sekitar 140 karyawan. Kantor pusatnya terletak di Helsinki, dengan cabang di Turku dan Oulu.
Audit dilakukan dengan menerapkan Standar Internasional Supreme Audit Institutions (ISSAI) didukung oleh Organisasi Internasional Supreme Audit Institutions (INTOSAI), yang didasarkan pada Standar Internasional tentang Audit (ISA). Ini dilengkapi dengan manual audit keuangan dan kinerja yang disusun oleh NAOF.Ruang lingkup audit meliputi ekonomi APBN, dana off-budget, BUMN dan transfer dana ke entitas lain.
Titikinti dalam perencanaanauditnya adalah analisis risiko mengenai keuangan publik dan ekonomi.
Kriteria dalam memfokuskan audit adalah:
1.signifikansi ekonomi dari masalah ini,
2.risiko bagi perekonomian negara,
3.produksi informasi baru dan,
4.memastikan kebenaran dan fungsi manajemen keuangan lembaga,keandalan dari informasi yang dilaporkan dan kesesuaian dengan anggaran.
Masyarakat dapat menyampaikan komplain/ keluhan atas berbagai masalah terkait dengan manajemen keuangan pemerintah, ekonomi publik, atau dugaan penyalahgunaan dana pemerintah. NAOF melaporkan laporan hasil audirnya kepada Parlemen Finlandia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H