Mohon tunggu...
lovelivelaugh
lovelivelaugh Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pelajar

Di seberang sana, aku merasa segala hal bersifat rasional dan logis. Di sini, stagnansi dihancurkan atau setidaknya dielaborasi menjadi lebih puitis dan romantis.

Selanjutnya

Tutup

Roman

Cinta dan Kehidupan

14 Januari 2025   02:31 Diperbarui: 14 Januari 2025   21:33 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

Umur yang menua dan kisah cinta yang bergantian membuatku semakin tersadar akan cinta mana yang paling membekas di hatiku. Tony Q Rastafara dalam lirik lagunya menyatakan "Musim panas berganti, musim hujan berakhir. Membayangkan kita menjalin kasih kembali. Sekian lama menunggu, sekian kasih melintas. Aku sayang kamu tapi tak mau cintaku sia-sia"

Sekilas aku merasa adanya kesamaan dengan lirik tersebut tetapi tidak pada kalimat atau baris terakhir. Sepenggal lirik dari lagu berjudul Kangen tersebut seharusnya dilakukan secara responsoria dengan kalimat atau baris terakhir dari sepenggal lirik tersebut yang dinyanyikan seorang perempuan yang telah lama tidak ku tanya kabarnya, Maharani.

Belakangan aku merasa Maharani memang tidak layak mendapatkan cintaku yang apa adanya. Begitu pas-pasan hingga aku merasa memang tidak ada lagi perempuan yang perlu ditaklukan di dunia ini selain ibuku. Cinta yang hanya berputar di sirkus simpati dan empati dilengkapi dengan hasrat dan gairah anak muda dalam percintaan tanpa adanya perkembangan dari faktor tingkat lanjut lain.

Jauh sebelum kesadaran ini, aku selalu merasa diriku terlalu menderita dibandingkan seorang Maharani atau setidaknya Maharani lain yang kuizinkan untuk hadir di hidupku hanya untuk menjadikannya pembanding dari Maharani yang otentik.

Berlarut dalam kesedihan dan kesakitan, tidak menunggu diriku untuk pulih, aku terlanjur menjadikan orang-orang yang tertarik padaku sebagai Maharani baru dan berharap mereka dapat menerima serta menyembuhkanku.

Seorang nahkoda tidaklah handal ketika ia mampu menjalankan dan mengoperasikan kapal. Barangkali lumbung kapal tersebut rusak tetapi sang pelaut cenderung mengejar rahasia lautan yang begitu luas dan penuh misteri. Kapalku berlayar tanpa arah, tanpa tujuan, tanpa persiapan, dan tanpa perbaikan. Diterpa badai dan ombak yang ganas, kapalku karam sekaram-karamnya di antah berantah. Sial, aku baru sadar apa yang terjadi sejauh ini.

Kemarin, hari ini, esok, dan mungkin selamanya, mengingat Maharani hanya akan membuat hatiku bergelegar tidak henti. Bukan sebuah kesalahan, melainkan keinginanku untuk mengenangnya yang demikian.  Seperti seorang pasien kanker yang divonis mati, aku lebih suka mengingatnya dengan senyuman dan tawa.

Aku selalu mendambakan pertemuan yang berbeda, fase pendekatan tidak terlupakan yang setidaknya pada memori ingatanku sendiri. Di atas puing-puing penggusuran dan hasil dari indeks tata kota yang menindas, aku memandangi wajah Maharani yang keelokannya membuatku mengesampingkan kesadaran bahwa negara akan terus merugikan aku, dirinya, dan orang-orang di sekeliling kami. Begitu pula tulisan ini tercipta, aku hanya mencoba lari dari hiruk pikuk kekacauan dunia.

Aku selalu ingin melihat wajahnya dengan cara yang demikian dari sebelum kami tiba di penggusuran, dari perjalanan melalui pantulan cahaya kaca spion, dari pandangan pertama ketika Maharani berhasil kuyakinkan untuk menjemputku. 

Sejujurnya, setelah pertemuan tersebut, aku tidak begitu berharap Maharani akan kembali merespon pertanyaan, kabar, dan ocehan-ocehan receh ku yang membosankan. Karena aku yakin pertemuan tersebut sangat jarang dan aneh bagi remaja seumuran kami pada saat itu.

Maharani pernah datang mengunjungi rumah sekali. Aku tidak mengerti apa yang ada di pikiran perempuan berbadan mungil dengan senyuman iklan pasta gigi ini. Setelah pertemuan yang kemungkinan aku dapat menculiknya dan merampas sepeda motor berkontak kompor miliknya, Maharani justru berani bertandang ke rumah sederhana milik orang tua ku dengan kebanggaan bermodal halaman luas dan sebuah pohon mangga yang tumbuh di tengah-tengahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun