Mohon tunggu...
Bethari Berlianti
Bethari Berlianti Mohon Tunggu... Penulis - Mari menjadi lebih baik

♏ • entj-t Let's be kind, be humble, be genuine. I love writing. I paint my stories. I sing along them. 🎨🎷🎶

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tokoh-tokoh Muhammadiyah dalam Sejarah Indonesia

18 Juli 2020   22:12 Diperbarui: 21 Mei 2021   09:08 27791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tokoh-tokoh Muhammadiyah (dok. Bethari Berlianti)

MUHAMMADIYAH adalah salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan berhaluan non politik. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah dapat diartikan sebagai orang-orang pengikut Nabi Muhammad SAW. 

Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH. Ahmad Dahlan dalam memurnikan ajaran agama Islam pada masa itu yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik. 

Kegiatan Muhammadiyah tidak hanya seputar agama, tetapi juga bergerak dalam bidang pendidikan, sosial, dan budaya. Harapan Muhammadiyah adalah dapat mewujudkan umat Islam yang cerdas dan berwawasan kebangsaan.

Namun sayangnya, dewasa ini banyak masyarakat umum yang belum mengetahui bakti Muhammadiyah kepada bangsa dan negara tanah air Indonesia. Salah satu bakti terbesar yang dipersembahkan Muhammadiyah adalah perjuangan para tokoh-tokohnya dalam usaha mencapai kemerdekaan Republik Indonesia.

Baca juga : Mengenal Lebih Dekat Tokoh Muhammadiyah Din Syamsuddin

Berdasarkan, wawancara singkat kami bersama masyarakat umum dengan rentang usia remaja hingga dewasa, dari berbagai elemen agama dan pekerjaan, kami dapatkan informasi bahwa, hampir 50% dari mereka yang kami wawancarai tidak tahu atau ragu-ragu bahwa Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam, dan justru mengira bahwa Muhammadiyah adalah sebuah aliran dalam Islam. 

Sekitar 20% dari mereka bahkan tidak tahu bahwa Muhammadiyah tidak hanya bergerak dalam bidang agama, tetapi juga dalam bidang pendidikan, sosial, dan budaya.

Berdasarkan wawancara lebih dalam mengenai tokoh-tokoh Muhammadiyah, hanya sekitar 20% dari mereka yang sanggup menyebutkan lebih dari tiga nama tokoh Muhammadiyah, sisanya hanya bisa menyebutkan dua, satu, atau bahkan tidak tahu sama sekali. 

Mayoritas dari mereka yang tidak mengetahui atau ragu-ragu dalam menjawab adalah mereka yang berada dalam rentang usia sekolah hingga akhir usia 30-an. Hal tersebut menunjukan bahwa kaum muda Indonesia, masih jauh dari kata mengenal tokoh-tokoh Muhammadiyah dan kontribusi mereka kepada bangsa dan negara tanah air Indonesia.

Padahal, jika masyarakat umum lebih menengal siapa saja tokoh-tokoh dalam Muhammadiyah, mereka tentunya akan kagum dan lebih menghargai organisasi ini, lebih dari sekedar image kalau Muhammadiyah hanya tentang Yayasan Pendidikan berbasis Islam, maupun image salah kalau Muhammadiyah selalu Lebaran duluan, seperti yang mereka sampaikan dalam wawancara.

Oleh karena itu, melalui tulisan ini, kami ingin mencoba mengenalkan kepada masyarakat umum siapa saja tokoh-tokoh besar Muhammadiyah dengan berfokus beliau-beliau yang berjasa pada masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.

Tokoh-tokoh Muhammadiyah (dok. Bethari Berlianti)
Tokoh-tokoh Muhammadiyah (dok. Bethari Berlianti)
Pertama dan yang mengawali, tokoh besar Muhammadiyah yang menjadi cikal bakal terbentuknya organisasi ini adalah KH. Ahmad Dahlan beserta istri beliau Nyai Dahlan, Siti Walidah. Muhammadiyah secara resmi didirkan pada tanggal 18 November 1912. KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan umat untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang harus belajar dan berbuat. 

Dengan organisasi Muhammadiyah, beliau telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran tersebut menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat. 

Dengan organisasi Muhammadiyah, beliau telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa. 

Dengan organisasi Muhammadiyah pula, beliau didukung oleh sang Istri, telah mempelopori kebangkitan perempuan Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial setingkat dengan kaum pria, melalui organisasi Aisyiyah.

Kemudian tokoh besar Muhammadiyah berikutnya adalah Soekarno, Pahlawan Revolusi sekaligus Presiden Pertama Indonesia. Soekarno pernah diasingkan ke Bengkulu pada tahun 1938 hingga 1942 oleh penjajah karena pemikiran dan perjuangannya. 

Baca juga : Hardiknas dalam Perspektif Tokoh Muhammadiyah

Di tengah pengasingan tersebut, Soekarno jatuh cinta pada Fatmawati, putri Hasan Din yang merupakan Konsul Muhammadiyah Bengkulu. 

Banyak masyarakat kita yang belum mengetahui, bahwa saat di Bengkulu tersebut Soekarno pernah menjabat sebagai pengurus Muhammadiyah Bengkulu, serta aktif dalam berorganisasi dan bergaul dengan para tokoh-tokoh Muhammadiyah lainnya hingga mencapai kemerdekaan Republik Indonesia.

Masih seputar Soekarno. Jika mendengar kata Empat Serangkai, kita pasti langsung teringat pada keempat tokohnya yaitu Soekarno. Moh Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan KH. Mas Mansyur. Ternyata, selain Soekarno, terdapat seorang lagi tokoh Muhammadiyah dalam empat serangkai, yaitu KH. Mas Mansyur

KH. Mas Mansyur pernah menjabat sebagai Ketua PB Muhammadiyah pada tahun 1937 hingga 1941. Empat Serangkai adalah pemimpin Pusat Tenaga Rakyat (disingkat Putera), yaitu organisasi yang dibentuk pemerintah Jepang di Indonesia pada 16 April 1943. 

Tujuan Putera adalah untuk membujuk kaum Nasionalis dan kaum Intelektual untuk mengabdikan pikiran dan tenaganya untuk kepentingan perang melawan Sekutu dan diharapkan dengan adanya pemimpin orang Indonesia, maka rakyat akan mendukung penuh kegiatan ini. 

Putera tersebut menjadi cikal bakal dibentukan BPUPKI yang nantinya dikhususkan untuk melakukan pemeriksaan usaha-usaha persiapakan kemerdekaan Indonesia.

Di samping nama besar Empat Serangkai, mari kita bergeser pada salah satu tokoh militer Indonesia yang namanya sangat membanggakan, yaitu Jenderal Soedirman. Ternyata Jenderal Soedirman juga merupakan tokoh Muhammadiyah. Sejarah mencatat, beliau pernah menjabat sebagai pemimpin Kelompok Pemuda Muhammadiyah pada tahun 1937. 

Kemudian pada tanggal 12 November 1945, beliau terpilih menjadi Panglima Besar TKR (Tentara Keamanan Rakyat) menyaingi kandidat-kandidat lainnya yang lebih senior karena segudang kelebihan dan prestasinya dalam melawan penjajah. Oleh karena hal tersebut itulah, beliau terkenal dengan sebutan Bapak Tentara Nasional Indonesi (TNI).

Tokoh besar perjuangan kemerdekaan Indonesia lainnya adalah Ir. Djuanda. Seperti yang kita tahu, nama beliau sering dipakai untuk fasilitas umum, seperti nama bandar udara, nama jalan, nama stasiun, dan lain sebagainya. Ir. Djuanda ternyata juga merupakan seorang tokoh Muhammadiyah. 

Sejarah mencatat, jasa beliau pada bangsa dan negara tanah air Indonesia adalah diperolehnya pengakuan oleh PBB atas laut Indonesia termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI atau dikenal dengan sebutan sebagai negara kepulauan melalui Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957. 

Sebelum adanya Deklarasi Djuanda, aturan batas perairan Indonesia hanyalah sejauh 3 mil saja dari garis pantai. Hal tersebut membuat laut kita sangat sempit dan para nelayan tidak bisa menangkap ikan melewati dari batas tersebut.

Selanjutnya, tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia yang juga merupakan tokoh Muhammadiyah adalah Kahar Muzakkir. Beliau adalah salah satu dari tokoh Panitia Sembilan, yaitu kelompok yang dibentuk pada tanggal 1 Juni 1945, diambil dari suatu Panitia Kecil ketika sidang pertama BPUPKI. 

Setelah melakukan diskusi antara Soekarno dengan Kahar Muzakkir dan tujuh tokoh lainnya, pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter). 

Piagam Jakarta inilah yang di kemudian menjadi Pembukaan UUD 1945 dan menjadi dasar disusunnya pasal-pasal UUD 1945. Kahar Muzakkir juga merupakan Konsensus Nasional dalam penyusunan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945.

Tokoh-tokoh Muhammadiyah (dok. Bethari Berlianti)
Tokoh-tokoh Muhammadiyah (dok. Bethari Berlianti)
Di samping tokoh-tokoh yang didominasi pria, ternyata Muhammadiyah juga menjadi pelopor terbentukan perlindungan maupun gerakan perempuan Indonesia, melalui perjuangan Hayyinah dan Munjiyah, yang merupakan bagian dari organisasi Aisyiyah. Organisasi Aisyiyah sendiri didirikan oleh Siti Walidah pada tanggal 22 April 1917, lima tahun setelah Muhammadiyah terbentuk. 

Tujuan Aisyiyah pada awalnya adalah menjadi forum pengajian remaja perempuan di Kauman, Yogyakarta. Kemudian diwakili Hayyinah dan Munjiyah, bersama seluruh elemen perempuan di Indonesia, mereka mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I pada tahun 1928, Kongres II pada 1935, Kongres III 1938, dan Kongres IV 1941. 

Pada kongres-kongres tersebutlah, para perempuan membahas seluruh isu yang penting untuk dibahas, termasuk memperkuat pendidikan, mencegah perkawinan anak-anak, dan lain sebagainya.

Setelah menjelaskan nama-nama tokoh Muhammadiyah dari berbagai bidang, tentu tak lengkap jika belum membahas tokoh yang berperan besar dalam pembentukan Kementerian Agama di Indonesia. 

Pada rapat pleno Fraksi Islam dalam Komite Nasional Indonesia (KNI) daerah Banyumas pada awal November 1945 berlangsung alot. Salah satu gagasan yang menjadi perdebatan adalah pengadaan kementerian yang mengakomodasi persoalan-persoalan umat Islam meliputi: nikah, talak, rujuk, ibadah haji, pengadilan agama, politik umat Islam, urusan madrasah dan pondok pesantren. 

Dengan latar belakang tersebut, Fraksi Islam akhirnya berhasil meloloskan usul pengadaan Kementerian Agama yang akan diajukan dalam Sidang Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) pada tanggal 25 November 1945 di Jakarta. Rapat pleno KNI Banyumas sepakat mengutus KH. 

Abu Dardiri untuk memperjuangkan usulan tersebut dalam Sidang BPKNIP. KH. Abu Dardiri merupakan tokoh Muhammadiyah yang sangat berjasa dalam proses politik di BPKNIP hingga akhirnya terbentuk Kementerian Agama.

Di samping tokoh-tokoh Muhammadiyah yang sudah dijelaskan, membahas tentang berdirinya organisasi sosial keagamaan Muhammadiyah tentu tidak dapat dipisahkan dari sumbangsih KH. M. Sudjak, Ki Bagus Hadikusuma, dan KH Fachrodin. Mereka merupakan generasi pertama gerakan Muhammadiyah yang langsung di bawah bimbingan KH Ahmad Dahlan.

KH. M. Sudjak mulai terlibat dalam kepengurusan Muhammadiyah sejak memasuki dekade 1920-an, tepatnya pada tahun 1921. Salah satu inisiatif beliau selama kepengurusan adalah didirikannya Penolong Kesengsaraan Umum (PKU) yang bertugas meringankan beban penderitaan umat melalui aksi-aksi sosial pada tanggal 15 Februari 1923. 

Kemudian PKU tersebut berkembang menjadi poliklinik PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) pada tahun 1928 dengan maksud menyediakan pelayanan kesehatan bagi kaum dhuafa. Beliau juga aktif dalam memperjuangkan perbaikan kualitas perjalanan haji bagi jamaah asal Indonesia. 

Pada periode pasca kemerdekaan bersama teman-temannya yang punya komitmen pada persoalan jamaah haji, beliau membentuk satu wadah yang kemudian dinamakan Persatuan Djamaah Haji Indonesia (PDHI) tahun 1952. Berkat jasa beliau tersebut menjadi cikal bakal terbentuknya Dirjen Haji Indonesia.

Ki Bagus Hadikusumo adalah salah satu tokoh Muhammadiyah yang pernah menjabat sebagai Wakil PP Muhammadiyah pada tahun 1937. Beliau juga pernah menjadi ketua PUTERA tahun 1942 menggantikan KH. Mas Mansyur. 

Baca juga : Peran BPUPKI dan PPKI Saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Seperti halnya Kahar Muzakkir, Beliau juga merupakan Konsensus Nasional dalam penyusunan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945. Sejarah mencatat, beliau merupakan pemimpin Muhammadiyah yang besar andilnya dalam penyusunan Muqadimah UUD 1945.

Dan yang terakhir akan kami bahas adalah KH. Fachrodin. Ketika mendengar nama KH. Fachrodin, yang terlintas di benak kita adalah pejuang pergerakan di bidang media dan surat kabar. KH. Fachrodin mengawali karir di dunia politik dan pergerakan ketika beliau belajar jurnalistik kepada Mas Marco Kartodikromo. 

Pada tahun 1914, pada usia sekitar 24 tahun, Mas Marco mendirikan Inlandsche Journalisten Bond (IJB) dan mempercayai KH. Fachrodin menjadi penulis tetap yang bertanggungjawab memberikan informasi di seputar kawasan Yogyakarta untuk surat kabar Doenia Bergerak. Dan pada tahun 1915, beliau merintis penerbitan surat kabar Soewara Moehammadijah dengan bimbingan KH. Ahmad Dahlan. 

Selanjutnya KH. Fachrodin juga menerbitkan beberapa surat kabar lainnya, di antaranya surat kabar Medan-Moeslimin (1915), surat kabar Islam Bergerak (1917), surat kabar mingguan Srie Diponegoro (1919), surat kabar Bendera Islam (1920), dan surat kabar Bintang Islam (1923). Surat kabar-kabar tersebut menyuarakan perlawanan pada para penjajah dan kaum-kaum yang mendukungnya.

Sebenarnya masih banyak nama-nama tokoh Muhammadiyah dalam sejarah lainnya yang telah ikut berjuang dalam usaha kemerdekaan Republik Indonesia. 

Namun, dari sekelumit kisah yang kami sampaikan dalam tulisan ini, sudah dapat kita lihat bahwa, betapa besarnya perjuangan dan pengorbanan yang telah dilakukan para tokoh Muhammadiyah dalam sejarah kemerdekaan Republik Indonesia. 

Kita patut menghargai dan menghormati seluruh jasa mereka, serta meneladani dan mengambil pelajaran berharga dari kisah-kisah mereka. Semoga kelak kita juga dapat berkontribusi pada bangsa dan negara tanah air Indonesia seperti mereka. (Beth)

Link poster dalam ukuran besar : 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun