Putera tersebut menjadi cikal bakal dibentukan BPUPKI yang nantinya dikhususkan untuk melakukan pemeriksaan usaha-usaha persiapakan kemerdekaan Indonesia.
Di samping nama besar Empat Serangkai, mari kita bergeser pada salah satu tokoh militer Indonesia yang namanya sangat membanggakan, yaitu Jenderal Soedirman. Ternyata Jenderal Soedirman juga merupakan tokoh Muhammadiyah. Sejarah mencatat, beliau pernah menjabat sebagai pemimpin Kelompok Pemuda Muhammadiyah pada tahun 1937.
Kemudian pada tanggal 12 November 1945, beliau terpilih menjadi Panglima Besar TKR (Tentara Keamanan Rakyat) menyaingi kandidat-kandidat lainnya yang lebih senior karena segudang kelebihan dan prestasinya dalam melawan penjajah. Oleh karena hal tersebut itulah, beliau terkenal dengan sebutan Bapak Tentara Nasional Indonesi (TNI).
Tokoh besar perjuangan kemerdekaan Indonesia lainnya adalah Ir. Djuanda. Seperti yang kita tahu, nama beliau sering dipakai untuk fasilitas umum, seperti nama bandar udara, nama jalan, nama stasiun, dan lain sebagainya. Ir. Djuanda ternyata juga merupakan seorang tokoh Muhammadiyah.
Sejarah mencatat, jasa beliau pada bangsa dan negara tanah air Indonesia adalah diperolehnya pengakuan oleh PBB atas laut Indonesia termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI atau dikenal dengan sebutan sebagai negara kepulauan melalui Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957.
Sebelum adanya Deklarasi Djuanda, aturan batas perairan Indonesia hanyalah sejauh 3 mil saja dari garis pantai. Hal tersebut membuat laut kita sangat sempit dan para nelayan tidak bisa menangkap ikan melewati dari batas tersebut.
Selanjutnya, tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia yang juga merupakan tokoh Muhammadiyah adalah Kahar Muzakkir. Beliau adalah salah satu dari tokoh Panitia Sembilan, yaitu kelompok yang dibentuk pada tanggal 1 Juni 1945, diambil dari suatu Panitia Kecil ketika sidang pertama BPUPKI.
Setelah melakukan diskusi antara Soekarno dengan Kahar Muzakkir dan tujuh tokoh lainnya, pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter).
Piagam Jakarta inilah yang di kemudian menjadi Pembukaan UUD 1945 dan menjadi dasar disusunnya pasal-pasal UUD 1945. Kahar Muzakkir juga merupakan Konsensus Nasional dalam penyusunan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945.
Tujuan Aisyiyah pada awalnya adalah menjadi forum pengajian remaja perempuan di Kauman, Yogyakarta. Kemudian diwakili Hayyinah dan Munjiyah, bersama seluruh elemen perempuan di Indonesia, mereka mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I pada tahun 1928, Kongres II pada 1935, Kongres III 1938, dan Kongres IV 1941.