Mohon tunggu...
Andi Muchtar Makkuasa
Andi Muchtar Makkuasa Mohon Tunggu... profesional -

petani

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kesombongan yang Begitu Besar

12 Desember 2010   14:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:47 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ekspresi wajahnya tampak aneh, jelas terlihat kaget, geli, penasaran dan sedikit cemas.

" tapi..kamu lolos kan bro? " tanyanya dengan nada cemas.

Lelaki bertubuh gempal itu sahabat lamaku, tingginya 160 cm, bobot tubuhnya berkisar 85 kg, rambutnya ikal terurai hampir sebahu, berkulit lebih mirip hitam dibandingkan sawo matang, bentuk wajah yang bulat dengan tulang pipi yang kokoh membuat Ia tampak lembih garang dari yang sebenarnya, tatapan matanya selalu tajam dan polos meski sedang kegelian mungkin ketulusannya dalam berteman yang membuat Tuhan memberi anugerah mata seperti itu. Udin, orang-orang biasa memanggilnya dengan nama itu.

" Hei bro...tapi kamu lolos kan ? " tanyanya ulang dengan nada yang lebih keras dari sebelumnya.

" Secara teknis iya " jawabku singkat

" Saya tidak faham bro " desak Udin.

Saya memahami jelas kecemasannya, peristiwa yang beberapa waktu yang lalu yang dengan sengaja saya lakoni terlalu beresiko untuk orang seperti saya, orang-orang yang berada pada traktat terendah dalam hirarki keimanan dan keyakinan pada Tuhan.

Lakon itu sengaja saya lakukan dengan maksud tertentu, yang oleh banyak ahli agama akan disalahkan setidaknya saya akan dianggap pendosa besar.

Beberapa waktu lalu...(hari, tanggal dan tempat sengaja tidak disebutkan karena bisa jadi fiktif ), kutemukan diriku di sebuah club hiburan malam, tepat didepan 16 botol minuman keras yang sudah kosong. Wajarlah prilaku tidak terkontrol lagi karena fantasi-fantasi liar yang mendominasi. Alkohol selalu saja mujarab untuk melumpuhkan akal fikiran para penggemarnya setidaknya selama beberapa menit.

Sontak seluruh ruangan jadi begitu indah dalam pandanganku, terlebih para "pramusaji wanitanya".

Wanita itu bernama Fanny, entah nama asli atau palsu bagiku sudah tidak penting lagi, karena entah bagaimana prosesnya kami sudah berduaan dalam satu kamar yang terhias bak kamar pengantin. Gadis itu berparas cantik, bertubuh langsing dan padat, tingginya berkisar 170 cm, berat 65, berkulit putih bersih, dengan rambut hitam lurus dibiarkan terurai, ujung-unjung rambutnya sebagian menempel ketat dibahu dan tubuh bagian depan karena butiran-butiran kecil keringannya yang sesekali mematulkan cahaya lampu yang agak redup.

Fanny masih tetap menari erotis sambil sesekali berpose menantang. Peristiwa yang sangat langka dan berharga mahal bagiku. Tariannya, kecantikannya, posenya, desahannya yang berirama dan tubuh indahnya yang tanpa terbalut busana selembarpun.... peristiwa terindah di muka bumi.

Lebih kurang 3 meter dari tempat tidur berseprei putih, kudapati diriku di sofa terduduk tak mampu bergeming sedikitpun, seluruh tubuh terasa basah, bernafaspun mesti berjuang keras. Birahi dan fantasi indah menguasai keseluruhan akal fikiranku.

Linglung saya berdiri dan berjalan mundur menuju pintu kamar dan berlalu keluar, tatapanku penuh harap tak bergeming dari sosok indah itu.

" Jadi..kamu lolos bro " tanya udin, kali ini dengan penuh semangat.

" Secara teknis iya, tapi lebih dari itu entahlah"...

" Beberapa botol minuman keras itu sangat membantu melumpuhkan akal fikiranku, sehingga seluruh fantasi liar mendominasi. Pada kondisi seperti itulah "keyakinan" akan teruji, kondisi ketika nafsu menguasai dan tak ada lagi potensi jiwa yang lain yang dapat mengendalikan kemanusiaan kita, kondisi ketika "keyakinan pada Tuhan" menjadi satu-satunya pengendali meski hanya tersisa sedikit dan mungkin tak diharapkan keberadaannya.

" Kali ini saya lolos, tapi berikutnya tak ada jaminan"

" Jadi apa yang kau dapatkan bro " lanjut udin

" Kesombongan yang begitu besar "

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun