Mohon tunggu...
berylclarestapuspasaadah
berylclarestapuspasaadah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Uin Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Mahasiswa S1 Progam Studi Ekonomi Syariah Uin Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Mengurai Dampak dan Dilema Global Tax Reform: Strategi Indonesia di Tengah Persaingan Pajak Internasioanl

22 November 2024   12:40 Diperbarui: 22 November 2024   12:42 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dilema dan Tantangan bagi Indonesia

     Indonesia sebagai negara berkembang dan Capital Importir Coutry ,hadirnya pajak minimum global ini akan  menjadi dilema khususnya terkait dengan masa depan insentif pajak ,di satu sisi sebagai Capital Importir Country membutuhkan yang namanya investasi asing, salah satu caranya kita bias memberikan insentif perpajakan seperti Tax Holiday , Tax Allowance, Super Tax Deduction.Tapi dengan adanya kebijakan minimum global,cara ini kurang efektif karena perusahaan multinasional tetap diwajibkan membayar pajak 15% pada tingkat global dari insentif yg di berikan di Indonesia.

     Selain itu, Indonesia mengalami tantangan dalam mengikuti standar Organisation for Economic Co-Operation and Devlopment (OECD) karena Indonesia mau menjadi calon anggota OECD jadi Indonesia mau tidak mau harus mengikuti strandar yang ada. Yang selanjutnya jika Indonesia nantinya tidak menerapkan “pillar 2” maka Indonesia bisa di pajaki oleh negara lain.

"Oleh karena itu yang menjadi pekerjaan pemerintah, bagaimana mendesain arsitektur pekerjaan pemerintah, bagaimana mendesain arsitektur insentif pajak Indonesia agar tetap bisa menarik investor asing, tapi disisi lain juga tetap sejalan dengan penerapan pajak minimum global"ujar Yurike Yuri.

Strategi Indonesia di Tengah Persaingan Pajak Internasioanal

     Langkah awal yang diambil melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 69 tahun 2024 yang memperpanjang periode Tax Holiday bagi wajib pajak sampai tahun 2025. Kemudian dipasal 15 A mengatakan  bahwa wajib pajak yang mendapatkan Tax Holiday dan nanti akan masuk cakupan “Pillar 2”. Wajib pajak tersebut akan dikenakan Domestic Top Up Tax Holiday 0% lalu masuk cakupan “Pillar 2” jadi Tax Holiday tidak berlaku yang akhirnya menimbulkan dampak serius pada ketidakpastian bagi wajib pajak yang menerima Tax Holiday ini. Oleh karena itu pemerintah perlu mengatur ulang kebijkn pajak agar tetap relevan di era pajak minimum global.  

     Bagi Indonesia sebagai Capital Importir Country memang insentif itu jelas penting tetapi yang tidak kalah penting dan juga harus diterapkan adalah menciptakan sistem pajak yang lebih berkepastian hukum. Contohnya membatasi diskresi pihak otoritas, mengubah sistem pajak menjadi lebih sederhana, mengakomodasi hak-hak wajib pajak, menciptakan sistem pengambilan pajak yang lebih adil dan parsial, menciptakan proses penyelesaian sengketa pajak yang lebih efektif dan efisien.

Dengan adanya stategi yang tepat, Indonesia dapat memanfaatkan reformasi ini untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih relevan yang mampu memperkuat posisi Indonesia di tengah persaingan pajak internasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun