Para pandu itu khawatir, Presiden Soekarno mendapat "bisikan" yang kurang tepat untuk menyatukan berbagai organisasi kepanduan yang ada. Apalagi kemudian, Presiden juga "diperkenalkan" pada organisasi pionir, semacam komunitas kaum muda di negara-negara komunis, terutama di Uni Soviet (Rusia) yang diberi nama Kosmomol dan di China (Tiongkok) yang disebut Pionir Muda Komunis.
Sementara, para tokoh pandu seperti Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan beberapa lainnya, boleh jadi sebenarnya juga sudah mensinyalir adanya upaya untuk menjadi wadah penyatuan organisasi kepanduan itu dibentuk menjadi seperti pionir di negara-negara komunis. Justru karena tahu itulah, Kak Sultan dan beberapa tokoh pandu lainnya, tidak membiarkan Presiden Soekarno meneruskan di bawah bayang-bayang "pembisik" yang mencoba membentuk organisasi pionir di Indonesia. Salah satu yang dicurigai sebagai pembisik itu adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Prijono, yang dikenal beraliran "kiri" dan bersimpati pada komunisme.
Kak Sultan dan teman-temannya tampaknya justru mengikuti perintah Presiden -- yang rasanya juga tak mungkin ditolak -- tetapi dengan tetap mempertahankan agar wadah penyatuan itu tidak menjadi organisasi pionir. Itulah sebabnya, Kak Sultan tetap masuk dalam Panitia Lima yang menyiapkan pembentukan wadah tunggal organisasi kepanduan di Indonesia. Panitia Lima tersebut terdiri dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prof. Dr. Prijono, Achmadi, Moeljadi Djojomartono, dan Dr. Azis Saleh.
Sinyalemen dan kecurigaan Kak Sultan itu terbukti ketika keluar Keppres Nomor 109 Tahun 1961 yang ditandatangani pada 31 Maret 1961. Keluarnya Keppres tentang pembentukan wadah tunggal organisasi kepanduan di Indonesia ternyata tidak melibatkan paling tidak tiga anggota Panitia Lima, yaitu Kak Sultan, Moeljadi, dan Azis Saleh. Ada dugaan bahwa Keppres itu juga bermuatan ideologi komunis.
Saat itu, dari informasi yang saya terima, yang mengetahui pertama kali adalah Husein Mutahar yang akrab dipanggil Kak Mutahar atau Kak Mut. Pencipta lagu Hymne Pramuka itu kebetulan bekerja di Sekretariat Negara. Kak Mut langsung menghubungi Kak Azis Saleh yang kemudian menjadi Ketua Harian dan Sekretaris Jenderal Kwartir Nasional (Kwarnas) pertama di bawah pimpinan Kak Sultan sebagai Ketua Kwarnas. Kak Azis Saleh langsung memberitahu Kak Sultan, sambil bergegas menemui Presiden Soekarno.
Akhirnya Keppres Nomor 109 Tahun 1961 dibatalkan, dan selanjutnya diganti dengan Keppres Nomor 238 Tahun 1961. Ada hal menarik ketika terbitnya Keppres Nomor 238 Tahun 1961. Saat itu, Presiden Soekarno sedang dalam kunjungan kenegaraan ke Jepang. Namun, Panitia Lima di bawah pimpinan Kak Sultan mendesak agar draft Keppres yang telah mereka susun itu, segera ditandatangani. Mereka khawatir, draft Keppres itu kemudian diubah lagi dan kembali menjadi Keppres yang berideologi komunis. Itulah sebabnya, Keppres Nomor 238 Tahun 1961 akhirnya ditandatangani oleh Pejabat Presiden, Ir. Djuanda.
Dijadikan Federasi
Kekhawatiran masuknya ideologi komunis ke dalam Gerakan Pramuka itulah yang tampaknya membuat sebagian pandu menolak bergabung dengan wadah peleburan berbagai organisasi kepanduan tersebut. Di samping itu, informasi yang saya terima menyebutkan, para pandu itu juga memiliki kebanggaan dengan organisasi masing-masing. Lambang dan seragam khas milik organisasi kepanduan mereka, yang terasa sayang bila dihilangkan.
Mengenai hal ini, sekian belas tahun lalu, seorang yang pernah aktif di gerakan kepanduan sebelum menyatu ke dalam Gerakan Pramuka, pernah mengungkapkan pandangannya. Menurut dia, menyatukan berbagai organisasi yang ada memang bagus, karena itu juga senapas dengan pepatah, "bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh."
Namun, menurutnya tidak perlu harus menghilangkan organisasi kepanduan yang ada. Dijadikan saja semacam federasi seperti dulu ada Ikatan Pandu Indonesia (Ipindo), yang merupakan federasi berbagai organisasi kepanduan di Indonesia. Untuk kegiatan di dalam negeri, masing-masing organisasi kepanduan boleh menggunakan lambang dan seragam milik mereka. Walaupun demikian, bila mengikuti kegiatan internasional di mancanegara, harus melalui satu pintu, yaitu federasi yang dibentuk. Lambang dan seragamnya juga harus sama.