Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Agama di Sekolah

6 Januari 2025   13:52 Diperbarui: 6 Januari 2025   13:52 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan agama dan ilustrasi siluet rumah-rumah ibadah di Indonesia. (Foto: Istimewa)

Tak kalah pentingnya, pendidikan agama yang diajarkan di sekolah-sekolah, sepatutnya pula menjadi sarana untuk belajar toleransi, saling pengertian di antara semua siswa, yang pada gilirannya nanti akan membantu siswa itu mampu bertoleransi dengan warga yang berbeda agama dengannya.

Kurikulum pendidikan dari semua agama yang diajarkan di sekolah, sepatutnya diusahakan mampu membentuk siswa menjadi manusia-manusia yang taat kepada ajaran agamanya, tetapi pada saat bersamaan, juga menghargai keberadaan agama lainnya.

Kita tentu berharap kasus-kasus saling mencela antarpemeluk agama semakin lama semakin berkurang, dan sebelum peringatan 100 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 2045, kasus dan permasalahan agama sudah tidak ada lagi di bumi Nusantara tercinta ini.

Saling mencela bukan hanya di antara mereka yang berbeda agama, tetapi saat ini juga terjadi saling mencela di antara pemeluk agama yang sama. Hanya karena perbedaan pandangan tentang cara melaksanakan ajaran agama, terjadi pertentangan yang bahkan sempat menjadi pertentangan fisik.

Apalagi di antara umat yang berbeda agama. Masih cukup sering terdengar berita kekerasan baik secara verbal atau lisan dan tulisan maupun secara fisik kepada mereka yang berbeda agama. Tentu hal ini bukan yang diinginkan kita semua, dan karenanya kurikulum yang diajarkan di sekolah harus mampu memberikan pengertian dan pemahaman kepada semua tentang pentingnya hidup saling menghargai dan saling membantu tanpa membedakan latar belakang agama yang dianut.

Ujaran Kebencian

Terkait dengan sikap saling menghargai itu, kurikulum yang diberikan kepada para siswa juga harus mampu menjadi sadar, "Kalau saya berbohong atau menyampaikan ujaran kebencian, maka saya berdosa besar."

Berkembangnya digitalisasi dan media sosial saat ini, cenderung menyuburkan pula ujaran kebencian. Apalagi ditambah dengan narasi yang menjijikkan, saling menyudutkan dengan membongkar aib pribadi. Begitu menjijikkan, sampai-sampai masalah perilaku seksual dijadikan bahan untuk menjelekkan orang lain.

Seperti yang akhir-akhir ini terjadi. Dimulai dari menjelekkan perilaku seksual seorang  tokoh yang konon -- sekali lagi ditegaskan kata "konon", karena belum jelas kebenarannya -- menyenangi waria, lalu ada tokoh yang dinarasikan selingkuh dengan menampilkan foto sedang "cipika-cipiki", sampai ada yang diejek soal kisah seksual dengan mantan pasangan, dan juga perilaku seks di luar nikah lainnya.

Dari segi agama apa pun, perilaku seks di luar nikah dan juga kecenderungan menyukai sesama jenis, rasanya memang tidak dibenarkan. Namun, kalau hal itu yang dijadikan "senjata" untuk menghancurkan pribadi orang lain, juga tidak dapat dibenarkan. Sayangnya, hal tersebut seolah menjadi biasa dan dipertontonkan setiap saat melalui berbagai akun media sosial.

Contoh-contoh buruk di masyarakat itu seyogyanya mampu diberikan pemahaman oleh para guru, khususnya guru agama, agar dijauhi dan tidak ditiru. Itulah sebabnya, pendidikan agama sebaiknya menjadi sekaligus pendidikan budi pekerti, yang tidak semata-mata mengajarkan aturan agama, tetapi dapat ditunjukkan kebenarannya dengan merujuk pada contoh-contoh yang ada di kehidupan masyarakat luas setiap hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun