Akhir-akhir ini ada yang mempertanyakan eksistensi filateli atau hobi mengumpulkan, merawat, dan mempelajari prangko dan benda pos lainnya.Â
Ditanyakan, apakah filateli masih bisa tetap ada. Padahal, layanan pos di Indonesia saat ini sudah jarang menggunakan prangko. Sampai-sampai ada yang menulis "filateli dimatikan pemiliknya sendiri".
Ada juga yang menyebutkan bahwa prangko dicetak tapi sudah tidak digunakan lagi, sehingga hanya menjadi semacam sticker untuk koleksi saja. Tidak ada lagi kegunaannya. Ini bakal berdampak pada "matinya" filateli. Betulkah itu?
Sebenarnya, sekitar dua puluh tahun lalu, saya sudah pernah membahas hal ini. Judul "Filateli Tetap Ada dan Tetap (Bisa) Menarik" adalah judul makalah dalam suatu lokakarya pelatihan filateli yang diadakan di Yogyakarta pada akhir 1990-an.Â
Saat itu, Pemerintah menggagas program "Sejuta Filatelis", yang pertama kali diungkapkan oleh Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi (Menparpostel) Soesilo Soedarman pada pembukaan Pameran Nasional Filateli 1989, yang waktu itu diadakan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat.
Gagasan itu lebih ditumbuhkembangkan ketika Menparpostel berganti dijabat oleh Joop Ave. Bahkan pada 1995 untuk pertama kalinya para filatelis Indonesia diberi anugerah tertinggi, Adikarya Pos oleh Menparpostel dalam suatu acara yang dihadiri oleh Bapak Presiden Soeharto.Â
Saat ini penerima pertama Adikarya Pos adalah Ketua Umum Pengurus Pusat Perkumpulan Filatelis Indonesia (PP PFI), Letjen TNI (Purn) Mashudi, kemudian filatelis senior dari Surabaya, Ryantori, dan saya sendiri, Berthold Sinaulan, yang merupakan seorang wartawan yang sering menulis berbagai hal tentang filateli.
Untuk mewujudkan program Sejuta Filatelis itu jugalah, berbagai program diadakan oleh Departemen Parpostel bersama Perum Pos dan Giro, yang kemudian diubah bentuk perusahaannya menjadi PT Pos Indonesia pada 1995.Â
Salah satunya adalah lokakarya berbentuk pelatihan-pelatihan filateli di berbagai daerah di Indonesia. Saya ditunjuk menjadi salah satu tenaga pemberi materi, bersama Pak Riyanto, pensiunan pegawai PT Pos Indonesia yang kemudian menjadi salah satu andalan di Sekretariat PP PFI.Â
Kami sempat ke mana-mana. Bahkan kami juga sempat memberikan materi pengenalan filateli kepada para calon pegawai PT Pos Indonesia yang sedang dididik di akademi pos di Bandung.
Rajanya Hobi
Ketika di Yogyakarta itulah, saya memberikan materi berjudul "Filateli Tetap Ada dan Tetap (Bisa) Menarik". Saat itu, saya juga mengutip ungkapan yang sering dialamatkan kepada filateli sebagai "The Hobby of the Kings and The King of the Hobbies". Artinya kurang lebih, filateli merupakan hobi para raja dan rajanya hobi.
Para bangsawan dan kepala negara zaman dulu dan sampai sekarang, banyak yang menyukai hobi mengoleksi prangko. Terutama karena prangko-prangko dari negara mana pun, hampir semuanya pasti pernah menampilkan wajah para kepala negara.Â
Sebagian juga menampilkan wajah ibu negara, dan bahkan untuk prangko-prangko dari negara yang berbentuk kerajaan, hampir semua anggota kerajaan, dari raja, ratu, para pangeran dan puteri raja, ditampilkan wajahnya dalam prangko.
Di antara para kepala negara yang mungkin paling banyak dan paling berharga koleksinya adalah koleksi milik keluarga Kerajaan Inggris. Ratu Elizabeth II sebagaimana para pendahulunya, senang mengoleksi benda-benda filateli, terutama prangko.Â
Di Inggris bahkan ada perkumpulan filatelis tertua di dunia yaitu The Royal Philatelic Society of London yang didirikan 1869, di mana Ratu Inggris menjadi pelindung organisasi itu.
Filateli juga dianggap sebagai rajanya hobi, karena penggemarnya paling banyak di seluruh dunia. Â Kalau kita mencari dengan mesin pencari internet "which hobby is known as the king of hobbies" maka yang muncul jawabannya adalah stamp collecting atau koleksi prangko alias filateli.
Selain paling banyak penggemarnya di seluruh dunia, hobi ini juga sangat teratur dalam pengorganisasian. Ada klub-klub filateli, lalu di tingkat nasional, hampir di semua negara adalah perkumpulan filateli nasional.Â
Setelah itu ada lagi yang menghimpunnya di tingkat regional. Untuk Indonesia, di tingkat nasional ada PFI, yang dihimpun bersama organisasi nasional filateli dari negara-negara di Asia-Pasifik dalam Federation of Inter-Asia Philately (FIAP). Â Federasi-federasi regional itu kemudian dihimpun dalam sebuah organisasi tingkat dunia yang bernama Federation Internationale de Philatelie (FIP).Â
Bukan hanya teratur organisasinya, FIP dan negara-negara anggotanya juga rutin menyelenggarakan pameran yang sifat kompetisi. Ada pameran tingkat nasional, tingkat regional (seperti Pameran FIAP), dan pameran tingkat dunia (FIP).
Aturan, panduan, dan berbagai lokakarya untuk meningkatkan mutu para filatelis juga amat sering dilakukan. Termasuk tentu saja upaya menjaring para filatelis baru, mulai dari kalangan anak-anak, remaja, sampai mereka yang sudah dewasa.
Jadi, tak salah judul yang saya tuliskan, ditambah keyakinan saya, bahwa filateli akan tetap ada sampai kapan pun. Di luar itu saya juga mencontohkan -- seperti dalam makalah saya -- hal-hal sebagai berikut (saya kutip lengkap):
"...Pada intinya, masa depan filateli tetap cerah. Hobi itu tak akan ditinggalkan orang, walaupun mungkin suatu saat prangko sudah tak diterbitkan lagi. Contoh paling mudah adalah melihat kolektor benda-benda keramik kuno Cina atau kolektor mata uang logam (koin) dari masa sebelum Perang Dunia II. Walaupun sudah tak dibuat lagi, kolektornya tetap banyak. Bahkan tiap saat ada saja kolektor baru yang ikut menambah jumlah mereka yang hobi mengoleksi benda-benda itu..."
Penerbit Prangko Bukan Kantor Pos
Ada lagi beberapa hal yang perlu diluruskan dari sejumlah pertanyaan yang mengkhawatirkan filateli akan habis. Pertama, prangko tidak dicetak dan diterbitkan oleh PT Pos Indonesia atau Kantor Pos.Â
Hak penerbitan prangko ada pada Pemerintah, yang dulu melalui Departemen Parpostel dan kini ditangani Kementerian Komunikasi dan Infomatika. Salah satu direktorat jenderalnya adalah Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) yang mempunyai Direktorat Pos.
Dalam Direktorat Pos inilah rencana penerbitan prangko digodok bersama tim yang disebut Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) Prangko dan Filateli. Tim yang dipimpin Dirjen PPI ini beranggotakan para pejabat Direktorat Pos, perwakilan PT Pos Indonesia, perwakilan Peruri sebagai instansi yang mencetak prangko Indonesia, perwakilan PP PFI, dan sejumlah tenaga ahli lainnya. Â
Setelah disetujui, baru diterbitkan. Jadi penerbit prangko adalah Pemerintah. Sedangkan PT Pos Indonesia adalah pihak yang menyalurkan penerbitan itu melalui kantor-kantor pos dan loket filateli di seluruh Indonesia.Â
Sebagai tambahan informasi, sejak akhir 1993 dan tepatnya secara resmi mulai awal 1994, saya juga telah ditetapkan sebagai salah satu anggota tim yang dulunya bernama Tim Pembinaan Perprangkoan dan Filateli.Â
Saya ditunjuk sebagai wartawan/penulis yang banyak menulis tentang filateli. Jadi penerbit prangko adalah Pemerintah. Sedangkan PT Pos Indonesia adalah pihak yang menyalurkan penerbitan itu melalui kantor-kantor pos dan loket filateli di seluruh Indonesia.
Prangko Masih Digunakan
Lalu mengenai apakah benar pertanyaan bahwa prangko dicetak dan diterbitkan tetapi tidak bisa digunakan? Jelas jawabannya, tidak benar. Prangko masih tetap digunakan sampai kini.Â
Memang penggunaannya makin sedikit, ini juga karena dampak makin majunya perkembangan teknologi komunikasi, dengan lahirnya komputer, telepon seluler, dan kecepatan internet, yang membuat banyak orang memilih menggunakan teknologi komunikasi yang lebih cepat.
Tapi masih ada yang menggunakan prangko. Saat ini yang sedang populer adalah aktivitas postcrossing, yaitu kegiatan saling berkirim kartu pos yang nama dan alamat penerima kartu pos kita ditetapkan melalui suatu mesin pencari di situs web Postcrossing International.Â
Kegiatan ini menumbuhkan semangat saling membina persaudaraan dan saling pengertian antara manusia dari berbagai bangsa dan suku. Untuk mengirim kartu pos, tentu memerlukan prangko.
Ada juga yang masih menggunakan prangko untuk kiriman-kiriman suratpos tertentu. Misalnya untuk kiriman kartu ucapan selamat hari raya. Tentu ini pun memerlukan prangko.
Lantas ada yang bilang, kiriman suratpos yang menggunakan prangko tidak bisa dilacak. Sebenarnya ini bukan hal baru, dari dulu pun memang begitu. Hanya suratpos tercatat atau suratpos yang menggunakan resi/tanda terima pengiriman, seperti kilat khusus dan sejenisnya, yang dapat dilacak.
Ada lagi yang mengatakan, kiriman suratpos dengan prangko cenderung lambat. Lebih cepat menggunakan kiiriman kilat khusus, pos express, EMS, dan lainnya. Tentu saja, tetapi pengiriman dengan kilat khusus dan pos express misalnya, memerlukan biaya lebih tinggi.
Saat ini di tengah pandemi Covid-19 memang juga terdapat beberapa keterbatasan dan kendala. Mengakibatkan pengiriman suratpos menjadi sedikit terhambat. Khusus untuk kiriman dari Indonesia ke luar negeri, sampai saat ini baru terbuka layanan ke-8 negara saja. Kedelapan negaara itu adalah Singapura, Malaysia, Thailand, Taiwan, China/Tiongkok, Hong Kong, Jepang, dan Korea Selatan.
Mudah-mudahan dengan semakin surutnya pandemi Covid-19, layanan pos akan terbuka ke lebih banyak negara dan lebih cepat lagi waktu pengirimannya.
Fungsi Prangko
Walau pun demikian, dalam satu tahun, Pemerintah tetap menerbitkan sekitar 10 sampai 12 seri prangko, yang satu seri bisa terdiri dari 1 sampai beberapa keping prangko berbeda gambar dan harga satuan (nominal).
Kenapa Pemerintah tetap menerbitkan prangko dan tidak mencetak ulang saja prangko yang sudah ada? Karena memang prangko mempunyai banyak fungsi. Selain berfungsi sebagai tanda pelunasan pengiriman suratpos, prangko juga berfungsi sebagai bukti kedaulatan suatu negara, sama seperti penerbitan uang.
Di luar itu, prangko juga berfungsi sebagai alat mempromosikan berbagai aktivitas pemerintahan suatu negara, termasuk memperkenalkan berbagai keanekaragaman yang ada di negara penerbit prangko itu. Maka tak heran bila kita melihat ada prangko-prangko dengan tema flora, fauna, seni budaya, termasuk kuliner, pakaian adat, dan sebagainya.
Penerbitan prangko Indonesia dengan tema "Bersatu Melawan Covid-19" yang diluncurkan pada peringatan Hari Kemerdekaan ke-75 Republik Indonesia 17 Agustus 2020, juga merupakan upaya promosi untuk mengingatkan dan mengajak seluruh lapisan masyarakat bersatu melawan Covid-19.
Di samping itu, yang tak kalah pentingnya, penerbitan prangko juga merupakan suatu dokumentasi sejarah perjalanan suatu bangsa.
Kelak prangko "Bersatu Melawan Covid-19" akan menjadi bagian dari dokumentasi sejarah resmi Pemerintah Republik Indonesia yang berjuang sekuat tenaga dengan seluruh lapisan masyarakat membantu upaya penanggulangan pandemi Covid-19.
Jadi, ayo mari mengoleksi prangko dan benda pos lainnya, mari berfilateli.
Catatan:
Terima kasih kepada Bapak B. Untoro yang telah membuat saya bersemangat membuat tulisan ini, dan kepada Bapak Suwito Harsono yang mengajak berdiskusi tentang manfaat prangko pada pertemuan filatelis melalui daring.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H