Sementara terkait dengan rasisme, hal ini dianggap terjadi ketika dia memimpin pasukannya di Afrika bagian selatan. Dalam perang Mafeking (sekarang Mafikeng yang merupakan bagian dari Afrika Selatan), Baden-Powell dianggap lebih mengutamakan pasukannya mendapatkan makanan, sehingga membiarkan penduduk lokal kelaparan.
Lagi-lagi ini tuduhan yang tak berdasar.Ini bukan soal rasisme, bukan pula Baden-Powell lebih mementingkan orang kulit putih yang kebetulan menjadi prajuritnya dibandingkan orang kulit hitam penduduk lokal di situ. Ini persoalan Baden-Powell sebagai komandan, tentu dia bertanggung jawab terhadap keselamatan prajuritnya. Di mana pun, komandan yang baik tentu akan mengutamakan kepentingan anak buahnya.
Sedangkan soal dukungan Baden-Powell terhadap Hitler juga salah alamat. Tidak pernah ada bukti bahwa Baden-Powell pernah menuliskan dukungannya terhadap Hitler atau bertemu dengan Hitler. Dia hanya pernah bertemu dengan pemimpin organisasi pemuda Hitler. Sebenarnya, pertemuan itu dilakukannya adalah untuk menyelamatkan gerakan kepramukaan di Jerman.
Ketika Hitler menguasai Jerman, maka gerakan kepramukaan dibekukan dan digantikan oleh organisasi pemuda Hitler.Baden-Powell mencoba mendekati pemimpin organisasi pemuda itu,. Dia mencoba bernegosiasi agar gerakan kepramukaan tetap diperbolehkan mengadakan kegiatan di Jerman. Sayang, upaya itu kandas. Gerakan kepramukaan baru kembali dibolehkan beraktivitas di Jerman setelah Hitler kalah pada akhir Perang Dunia II.
Sekadar Ikut-ikutan
Kasus terhadap patung Baden-Powell ini menunjukkan betapa banyak orang terkesan sekadar ikut-ikutan. Ada protes #BlackLivesMatter, langsung ikut-ikut tampil berdemonstrasi dan meneriakkan kata-kata protes. Sampai tentang keberadaan patung pun dipersoalkan.
Persoalan protes yang meluas ke hampir seluruh dunia itu, sempat pula "menyerempet" Indonesia. Masih menggunakan tagar #BlackLivesMatter, sejumlah orang di luar negeri mempertanyakan perlakuan Pemerintah Indonesia yang dianggap mereka kurang memberi perhatian kepada saudara-saudara kita di Papua. Tidak jelas siapa yang memulai, tetapi protes itu rupanya mencoba mengaitkan warna kulit kebanyakan orang Papua dengan tagar #BlackLivesMatter.
Padahal di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo saat ini, Papua justru amat diperhatikan. Begitu pula dalam pemerintahan-pemerintahan Presiden sebelumnya. Provinsi Papua dan Papua Barat jelas merupakan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan untuk itu Pemerintah pasti menaruh perhatian untuk ikut pula merawat dan menjaganya, bersama-sama dengan provinsi lain.
Bagi para Pramuka di Indonesia yang kini jumlahnya mencapai lebih dari 24 juta anggota, saudara-saudara di Papua dan Papua Barat juga bagian dari ikatan persaudaraan yang tak terpisahkan. Seperti pernah dikatakan Baden-Powell, seorang Pramuka adalah saudara dari Pramuka lainnya, walaupun berbeda-beda agama, ras, dan kelas sosialnya.
Jelas dari awal mendirikan gerakan kepramukaan, Baden-Powell menekankan semangat persaudaraan sesama Pramuka, dan saling tolong-menolong, tanpa membedakan latar belakang. Maka, meniadakan patung Baden-Powell adalah perbuatan yang berlebihan. Tak perlu.
Bintaro Sektor IX, 11 Juni 2020 -- pukul 22.35 WIB