Setiap 18 Mei selalu diperingati sebagai Hari Museum Internasional. Tahun-tahun sebelumnya, perayaan itu berlangsung meriah di Indonesia. Museum-museum di Jakarta dan di daerah lainnya, bersemangat mengadakan beragam kegiatan. Mulai dari pameran khusus, seminar, lokakarya, pelatihan, sampai kontes dan lomba.
Tahun ini karena adanya pandemi Covid-19, mengakibatkan museum-museum ditutup untuk umum. Namun hal itu tak mengurangi semangat para insan museum untuk mengadakan acara peringatan Hari Museum Internasional. Mulai dari seminar sampai yang menarik adalah kunjungan virtual ke sejumlah museum. Para pengunjung diajak berkeliling museum secara virtual, menggunakan beragam aplikasi yang terhubung dengan internet.Â
Diharapkan dengan cara itu, paling tidak dapat membantu mengatasi kerinduan masyarakat yang sudah ingin berkunjung ke museum-museum lagi. Setelah berbulan-bulan di rumah, berkunjung ke museum secara fisik merupakan salah satu impian banyak orang. Namun karena masih dalam situasi pandemi, untuk sementara cukup mengunjungi museum secara virtual saja dulu.
Setiap ada acara besar seperti jambore misalnya, kunjungan ke museum merupakan agenda wisata wajib bagi para pesertanya. Bahkan dalam Jambore Dunia yang diadakan tiap 4 tahun sekali, paling tidak sejak saya ikuti di Thailand pada akhir 2002/awal 2003 sampai sekarang, selalu ada tenda besar bertuliskan "Scout Museum".Â
Dalam tenda itu dipamerkan berbagai benda bersejarah kepramukaan, termasuk benda-benda milik Bapak Pandu Sedunia, Lord Baden-Powell.
Bahkan sewaktu Jambore Dunia ke-24 yang diadakan di West Virigina, Amerika Serikat, pada Juli-Agustus 2019, bukan hanya satu museum, tetapi ada dua museum di arena jambore yang terletak di Bumi Perkemahan Summit Bechtel Reserve.Â
Satu museum tetap milik Boy Scouts of America (organisasi kepanduan putra Amerika Serikat) dalam gedung tersendiri, satu lagi dalam tenda besar yang diselenggarakan oleh panitia jambore.
Bahkan sejak beberapa tahun ini, World Organization of the Scout Movement (WOSM) atau organisasi kepanduan sedunia telah bekerja sama dengan UNESCO, Badan PBB untuk ilmu pengetahuan dan kebudayaan, dalam menyediakan program yang disebut Patrimonito. Istilah patrimonito itu berasal dari Bahasa Spanyol yang berarti warisan (budaya) kecil atau dalam Bahasa Inggris disebut small heritage.
Melalui program kerja sama ini, Pramuka atau Pandu dapat ikut berkontribusi merawat dan memajukan museum. Sejalan juga dengan tujuan gerakan kepanduan sedunia yaitu membantu menciptakan dunia yang lebih (creating a better world).Â
Dunia yang lebih baik tentu saja termasuk merawat dan melestarikan tinggalan budaya dan sejarah dari masing-masing negara. Warisan budaya itu merupakan kebanggaan nasional dan bagian dari sejarah panjang suatu negara.Â
Dalam konteks global, warisan budaya adalah tanda pengingat bagi seluruh umat manusia mengenai sejarahnya, sekaligus kesempatan untuk kembali belajar dari sejarah, berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan sama, dan bila ada hasil sejarah yang sudah bagus sebaiknya dipertahankan, kalau perlu ditingkatkan.
Program ini juga berusaha meningkatkan kesadaran baik Pramuka/Pandu maupun masyarakat luas tentang pentingnya pelestarian warisan budaya. Di samping mempromosikan sikap warga dunia yang aktif, cinta damai, dan saling toleran satu sama lain.Â
Melalui program Patrimonito ini diharapkan timbul dan berkembangnya kesadaran kaum muda terhadap warisan budaya yang ada, dan dapat menggerakkan kaum muda untuk lebih menaruh perhatian pada suku-suku "asli" atau komunitas adat yang masih ada.
Setelah mengikuti program ini, para Pramuka atau Pandu yang aktif berpartisipasi bisa mendapatkan penghargaan berupa badge Patrimonito. Tentu saja ada syarat tertentu. Misalnya, yang dapat menerima dan menggunakan badge ini adalah yang berusia antara 15 sampai 26 tahun, yang kalau di Indonesia termasuk peserta didik golongan Pramuka Penggalang, Penegak, dan Pandega.Â
Lalu setelah itu, berusahalah melaksanakan program terkait warisan budaya, baik berupa situs maupun bangunan yang terdaftar dalam daftar UNESCO (untuk jelasnya dapat dilihat di tautan ini dan tautan ini).
Memang, program Patrimonito itu tidak secara langsung menyebut kata "museum". Namun sebagaimana diketahui bahwa banyak museum merupakan juga bangunan cagar budaya dan isi museum itu merupakan warisan budaya bersejarah. Jadi, tentu saja tak berlebihan bila Pramuka ikut pula berkontribusi merawat dan memajukan museum, baik melalui program Patrimonito maupun melalui kegiatan kepramukaan secara umum.
Museum Pramuka
Ketika berkunjung ke Belanda pada 2019, penulis berkesempatan berkunjung ke Museum Nasional Kepanduan Belanda di Baarn. Bahkan di sana, terdapat pakaian seragam Pramuka Putri dari Indonesia.
Koleksi benda memorabilia kepramukaan Indonesia juga terdapat di museum kepramukaan sejumlah negara lainnya. Di Museum Kepanduan Chihuahua di Meksiko, seragam Pramuka Indonesia juga terpampang. Begitu pula di Museum Kepanduan yang terletak di pusat pendidikan dan pelatihan Kepanduan Inggris, Gilwell Park, ada setangan leher Pramuka Indonesia.
Saat itu, salah satu bangunan di Bumi Perkemahan Pramuka Cibubur, Jakarta Timur, dijadikan museum mini yang memamerkan beragam benda memorabilia kepramukaan.Â
Sayang selesai jambore, bangunan itu kurang terawat. Ketika setahun kemudian hendak digunakan lagi untuk perkemahan Raimuna Nasional 1982, ternyata kondisinya sudah mengenaskan. Benda-benda yang di dalamnya sudah berdebu dan sebagian sudah dimakan rayap.
Setelah itu, beberapa kali diupayakan pendirian museum kepramukaan, tetapi belum berhasil. Saat ini, dengan telah adanya Satuan Karya (Saka) Widya Budaya Bakti, aktivitas kepramukaan untuk Pramuka Penegak dan Pandega (16-25 tahun) dalam bidang kebudayaan dan pendidikan, diharapkan dapat membantu mendorong dibangunnya Museum Pramuka Indonesia.
Apalagi salah satu krida dalam Saka Widya Budaya Bakti itu adalah Krida Bina Cagar Budaya dan Museum. Krida bisa dikatakan merupakan sub bidang atau bagian khusus dari Saka, dan Krida Bina Cagar Budaya dan Museum amat terkait dengan program Patrimonito, yang mengajak para Pramuka untuk berkontribusi merawat, melestarikan, dan menjaga warisan budaya, termasuk museum dan isi museum.
Selamat Hari Museum Internasional, Salam Pramuka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H