Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Natal 100 Tahun Lalu, di Bandung Dibangun Gedung Ini

25 Desember 2018   10:07 Diperbarui: 25 Desember 2018   10:35 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Halaman bekas Gereja Katholik Bebas yang menjadi tempat parkir kendaraan. (Foto: BDHS)

Tepat pada hari Natal, 25 Desember 1918 atau seratus tahun lalu, dimulai pembangunan gedung ini di Bandung. Seratus tahun kemudian, tanpa sengaja saya menemukan jejaknya kembali ketika berkunjung ibu kota Provinsi Jawa Barat pada 23-24 Desember 2018.

Senin, 24 Desember 2018, adalah hari kedua kunjungan saya dan istri serta dua teman istri ke Bandung. Setelah dari pagi keliling ke beberapa tempat di kota tersebut yang semakin macet jalannya karena musim liburan akhir tahun telah tiba dan banyak wisatawan luar kota datang ke kota itu, kami pun ingin menikmati teh dan kopi serta jajanan kecil di sore hari.

Atas saran pak supir mobil sewaan yang kami tumpangi, kami pun diarahkan ke suatu tempat kuliner bernama Ambrogio Pattiserie yang terletak di Jalan Banda, tepat di depan GOR Saparua, Bandung. Ketika kami datang, tempat itu sudah cukup penuh. Belasan mobil sudah terparkir baik di halaman maupun di seberang jalannya.

Di samping restoran itu, ada halaman dari sebuah gedung kuno, yang juga digunakan sebagai tempat parkir kendaraan. Gedung itu tampaknya sudah tak digunakan lagi. Terlihat dari bangunannya yang kusam, tak terawat, dan pintunya pun tertutup rapat. Satu-satunya yang terpakai hanyalah halaman gedung itu.

Melihat sekilas, tampak memang arsitektur bangunan itu adalah sebuah gedung kuno dari zaman Hindia-Belanda. Di bagian atas bangunan itu masih terlihat jelas tulisan "S. Albanus", lalu di bawahnya terdapat kalimat "Geredja Katholik Bebas". Dilihat dari penulisan kata "geredja" yang masih menggunakan ejaan lama Bahasa Indonesia, jelas bahwa itu adalah bangunan kuno. Sebagai orang yang menyukai dan mendalami sejarah dan kepurbakalaan, langsung timbul minat saya untuk mengetahui lebih jauh tentang gedung yang sudah tak terpakai lagi itu.

Halaman bekas Gereja Katholik Bebas yang menjadi tempat parkir kendaraan. (Foto: BDHS)
Halaman bekas Gereja Katholik Bebas yang menjadi tempat parkir kendaraan. (Foto: BDHS)
Segera setelah memasuki restoran Ambrogio Pattiserie itu, sambil menunggu pesanan teh saya tiba, mulailah saya melacak jejak sejarah bangunan itu melalui bantuan internet. Menggunakan smartphone, saya berhasil mendapatkan informasi yang cukup penting tentang keberadaan gedung tersebut.

Informasi tersebut saya peroleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan Komunitas Aleut, suatu komunitas apresiasi sejarah dan wisata Kota Bandung. Dari situs web komunitas itu terdapat tulisan berjudul "Gereja Katholik Bebas Santo Albanus" yang diunggah pada 11 April 2016. Tulisan itu mengacu pada tulisan sebelumnya yang diunggah komunitas itu pada 5 Februari 2010 berjudul "Bandung's Lost Symbol". Di situ diceritakan cukup rinci mengenai keberadaan gedung yang saya lihat dalam kunjungan ke Bandung akhir Desember 2018 ini.

Dijelaskan, di gedung tersebut terdapat plakat atau piagam yang menyebutkan gedung itu mulai dibangun pada 25 Desember 1918. Berarti tepat 100 tahun lalu, berarti pula dari segi Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, bangunan ini sudah layak menjadi bangunan cagar budaya dari segi usianya.

Bukan hanya dari segi usia, bangunan itu juga merupakan bangunan unik dalam sejarah Kekristenan di Tanah Air, khususnya agama Katholik. Apalagi sesuai dengan namanya, Gereja Katholik Bebas, maka sebenarnya aliran ini tidak berpusat pada Paus di Vatikan, sebagaimana agama Katholik pada umumnya.

Kelebihan lainnya, perancang bangunan ini juga bukan orang sembarangan. Berdasarkan informasi yang diperoleh Komunitas Aleut, arsitek yang merancang gedung itu adalah Ghijsels, atau lengkapnya bernama Frans Johan Louwrens Ghijsels, sering pula disingkat FJL Ghijsels. Meski dari namanya langsung dapat ditebak dia adalah orang Belanda, namun Ghijsels sebenarnya lahir di Tulungagung (Jawa Timur) pada 8 September 1882, dan meninggal dunia di Overveen, Bloemendal, Belanda, pada 2 Maret 1947.

Dari tangan arsitek ini banyak lahir bangunan dan gedung-gedung fenomenal di Indonesia. Sebut saja antara lain Stasiun KA Jakarta Kota -- atau juga dikenal dengan sebutan Stasiun Beos -- dan Gereja (GPIB) Paulus di dekat Taman Surapati, Jakarta Pusat, serta bekas Kantor KPM di Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, yang kini menjadi Kantor Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Selain di Indonesia, Ghijsels juga mengarsiteki beberapa bangunan penting di Belanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun