Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Djoko Adi Walujo: Ulur Tangan Bukan Campur Tangan

22 April 2017   22:13 Diperbarui: 23 April 2017   07:00 1340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kak Djoko AW dengan seragam Pramuka. (Foto: Akun Facebook Djoko AW)

Dia sering menulis namanya cukup dengan “Djoko AW”, lengkapnya Djoko Adi Walujo. Dilahirkan di Malang, 7 Juni 1959, pria berkumis yang ramah dan senang tersenyum ini, sekarang menjabat sebagai Rektor Universitas PGRI Adi Buana (Unipa) di Surabaya. Salah satu dari 10 besar Perguruan Tinggi Swasta di Jawa Timur.

Sejak diangkat sebagai Rektor  Unipa pada November 2016, pria yang bernama lengkap dengan gelarnya adalah Drs. H. Djoko Adi Walujo, ST, M., Doctor of Bussiness Administration, selalu mengajak para sivitas akademikanya untuk mengedepankan perilaku profesional, riset, dan  Mengingat persahabatan kami di kalangan Pramuka, maka saya dan teman-teman memanggilnya Kak Djoko.

Namun bagi saya pribadi, lebih terkesan pada upayanya untuk membantu mengembangkan selalu berkembangnya citra positif Gerakan Pramuka di Indonesia dan gerakan kepanduan pada umumnya di kalangan masyarakat luas. Di Kampus Unipa misalnya, dia membangun pojok yang disebutnya “Gilwell Corner”. Lengkap dengan patung setengah badan Lord Baden-Powell of Gilwell, Bapak Pandu Sedunia. Kabarnya, dia juga sedang mengusahakan agar patung Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Bapak Pramuka Indonesia, juga dapat ditampilkan.

Meski pun katanya sendiri, dia “kecebur” di dunia kepramukaan, tetapi loyalitas dan dedikasinya pada Gerakan Pramuka tak diragukan lagi. Dia juga salah satu kolektor benda-benda bersejarah kepramukaan, yang menurutnya merupakan upaya untuk mengamankan dan melestarikan benda bersejarah kepramukaan nasional maupun dunia.

Kak Djoko AW dengan seragam Pramuka. (Foto: Akun Facebook Djoko AW)
Kak Djoko AW dengan seragam Pramuka. (Foto: Akun Facebook Djoko AW)
Ada hal menarik ketika bersamanya, saya dan seorang teman, R. Andi Widjanarko, dibantu teman-teman lain seperti Harmidi, Taufik Umar Prayoga, dan beberapa lainnya, mendirikan dan mengembangkan komunitas yang dinamakan Indonesia Scout Journalist (ISJ). Ini adalah wadah untuk para Pramuka yang ingin mengembangkan aktivitas di dunia jurnalistik, maupun bagi para jurnalis atau pewarta umum yang senang meliput dan mengikuti kegiatan kepramukaan.

Kak Djoko, demikian kami memanggilnya di lingkungan kepramukaan, yang tak ragu mengeluarkan biaya pribadi agar komunitas ISJ dapat menjadi sebuah perkumpulan yang diakui secara sah. Setelah mendapat Akta Notaris Benekditus Andi Wiyanto, SH, maka selanjutnya didaftarkan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan sejak awal tahun ini secara resmi terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dengan Nomor AHU-0000472.AH.01.07.Tahun 2017.

Sebagaimana disepakati bersama oleh para pendiri, ISJ menghimpun para pewarta (termasuk fotografer, maupun videografer) yang senang dengan kegiatan kepramukaan, dan para Pramuka yang senang dengan kegiatan jurnalistik. Sedangkan tujuannya adalah menjadi wadah bagi para pewarta yang senang dengan kepramukaan dan Pramuka yang senang dengan kegiatan jurnalistik. Di samping juga, membantu mendokumentasikan dan mempublikasikan kegiatan-kegiatan kepramukaan kepada masyarakat luas, lalu membantu para Pramuka yang ingin mengembangkan diri dalam kegiatan jurnalistik, serta mengembangkan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan jurnalistik di kalangan Pramuka.

Mengenai hal ini, ada kutipan kalimat menarik dari Kak Djoko. Menurutnya, “ISJ harus ulur tangan, bukan campur tangan”.

Maksudnya, keberadaan ISJ harus siap mengulurkan tangan membantu para Pramuka yang ingin mengembangkan aktivitas jurnalistik, juga membantu para jurnalis atau pewarta umum yang ingin tahu lebih banyak tentang Pramuka. “Sekaligus membantu mempromosikan kegiatan kepramukaan, agar masyarakat umum dapat melihat citra positif dari gerakan kepanduan kita,” tuturnya.

Logo Indonesia Scout Journalist. (Foto: ISJ)
Logo Indonesia Scout Journalist. (Foto: ISJ)
Sebaliknya, Kak Djoko berpesan, agar ISJ tidak campur tangan mengurus yang bukan bidangnya, tidak pula campur tangan dengan berkegiatan di lingkungan kepramukaan sampai mengganggu para Pramuka itu sendiri. Di sini Kak Djoko menekankan, bahwa ISJ harus siap ulur tangan untuk membantu, tetapi jangan sampai “memaksa” sampai campur tangan dan mengganggu pihak yang tadinya ingin dibantu.

Berbincang dengan Kak Djoko memang menarik, hal itu saya rasakan sendiri walaupun baru mengenalnya secara dekat sejak 2015, berarti baru sekitar dua tahun lalu. Bukan hanya karena sikapnya yang ramah dan senang bercanda, tetapi dia tak segan mendengar dan menerima masukan dari yang lebih muda, bila dianggapnya hal itu memang bermanfaat.

Bisa jadi karena pergaulannya di lingkungan kepramukaan, menjadikan Kak Djoko tidak canggung bahkan untuk bersahabat dengan mereka yang usianya jauh lebih muda. Sebagian anggota ISJ yang berusia di bawah 30 tahun, pernah merasakan kehangatan persahabatan dengannya sewaktu berlangsungnya Jambore Nasional (Jamnas) X di Bumi Perkemahan Pramuka Wiladatika Cibubur, Jakarta Timur, pada 14-21 Agustus 2016.

Meski pun bukan panitia dan tidak terlibat apa pun, namun dia menyumbang pembuatan spanduk-spanduk ISJ untuk dipasang di arena Jamnas.  Dia juga menyempatkan diri sengaja datang dari Surabaya ke Jakarta untuk menengok adik-adiknya, meski pun hujan turun lebat dan bahkan sampai malam hari.

Sebagai seorang yang mengatakan dirinya sendiri adalah “pemerhati buku” dan senang pula pada aktivitas jurnalistik, membuat Kak Djoko banyak mendukung kegiatan literasi. Para sivitas akademikanya diajak untuk banyak membaca, menulis, dan dia sangat senang bila para dosen di Unipa menerbitkan buku-buku karya mereka. Hal itu diungkapkan secara terbuka, termasuk di media sosial.

Salah satu hasil pemindaian koleksi Kak Djoko AW. (Foto: Akun Facebook Djoko AW)
Salah satu hasil pemindaian koleksi Kak Djoko AW. (Foto: Akun Facebook Djoko AW)
Boleh dibilang Kak Djoko ini memang “gaul”, meski sibuknya luar biasa, hampir setiap hari dia menuliskan catatan-catatannya di akun Facebook-nya. Bahkan untuk koleksi benda-benda memorabilia kepramukaan yang dimilikinya, tidak tanggung-tanggung, dipindai dan hasil pemindaian, diunggah di Facebook.  Uniknya lagi, Kak Djoko cukup kreatif menampilkan hasil pemindaiannya, diramu dengan tulisan dan gambar tambahan, sehingga tampilan foto koleksinya menjadi lebih menarik.

Dia juga masih menulis di blog. Ada sekitar 10 blog pribadinya, mulai dari blog tentang koleksinya, blog tentang pandu dan Pramuka, sampai blog kata-kata bijak yang dikumpulkannya. Pernah ditanyakan kepadanya kenapa dia sampai membuat demikian banyak blog, jawabannya, “Karena saya ingin berbagi”. Tujuannya agar orang lain mendapat manfaat juga dari tulisan dan foto-foto yang diunggahnya. Ya, semangat berbagi itulah yang tampak nyata dari sosok seorang Djoko Adi Walujo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun