Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

[Mudasiana] Pelajaran Tak Gunakan Barang Palsu dari Jaket Jeans Berusia 20 Tahun

8 Maret 2017   09:24 Diperbarui: 8 Maret 2017   09:32 2110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah kebetulan atau tidak, tetapi ketika minggu lalu sedang merapikan loteng rumah dan memilih-milih pakaian yang masih dapat terpakai, saya menemukan kembali jaket jeans merah. Siangnya, ketika membuka Kompasiana, tulisan pertama yang saya temukan dan baca adalah tentang “All About Jeans”, sebuah lomba menulis dari komunitas “Mudasiana”.

Sayangnya, cukup sulit menemukan foto-foto lama ketika saya mengenakan jaket jeans itu. Dua kali banjir besar yang melanda Jakarta pada 2002 dan 2007, merusak pula sebagian besar koleksi foto yang saya simpan di rumah keluarga di Jalan Slamet Riyadi IV, Jakarta Timur, yang hanya berjarak sekitar sepuluh meter dari pinggir Sungai Ciliwung.

Bila saya menceritakan kejadian banjir yang melanda Jakarta 10 dan 15 tahun silam, berarti jaket jeans merah itu telah saya miliki lebih lama dari itu. Benar, sesungguhnya jaket jeans merah yang saya miliki telah ada di tangan saya sejak 1997, dan artinya tahun ini jaket jeans merah itu genap berusia 20 tahun.

Saya membeli jaket jeans merah itu dari toko resmi produk jeans terkenal dari Amerika Serikat (AS) di salah satu pusat perbelanjaan terkemuka di Jakarta, pada suatu waktu di tahun 1997. Saya tidak ingat waktu tepatnya, namun pasti sebelum Mei 1997, karena jaket jeans merah itu saya bawa dan pakai selama melakukan perjalanan ke San Francisco, AS, pada Mei - Juni 1997. Saat itu saya memang sengaja membeli produk jeans AS untuk dibawa ke AS. “Supaya lebih matching”, begitu pikir saya ketika itu.

Setelah saya beli, saat menjumpai seorang teman di bilangan Blok M, Jakarta Selatan, saya tertarik pada kehadiran seorang pedagang kaki lima yang menjajakan berbagai badge (lambang dari kain) yang dibordir cukup rapi. Saat itu, usaha bordir komputer belum merebak seperti sekarang ini, sehingga menemukan badge yang dibordir dengan rapi, merupakan hal yang menyenangkan.

Bergaya di studio foto pada awal 1997. (Foto: koleksi pribadi)
Bergaya di studio foto pada awal 1997. (Foto: koleksi pribadi)
Apalagi harga jualnya cukup terjangkau. Bahkan sang pedagang masih memberi diskon, karena saya membeli cukup banyak. Saya sengaja membeli badge-badge  yang terkait dengan AS. Di antaranya badge dengan lambang tim bola basket yang berlaga di NBA, kompetisi bola basket profesional di AS. Beberapa dari badge-badge itu kemudian saya jahit di jaket jeans merah yang saya beli. Termasuk badge lambang minuman ringan dan kafe-kafe terkemuka, yang semuanya jelas bernuansa AS. Kemudian saya pun menyempatkan diri berfoto di sebuah studio foto, kalau tidak salah di Blok M Plaza. Waktu itu, foto menggunakan kamera telepon seluler memang belum ada, kalau mau foto bagus sebaiknya memang ke studio foto.

Untunglah, saya masih bisa menemukan kembali foto itu. Foto yang sempat saya pindai (scan), dan tersimpan di dalam komputer jinjing (laptop) lama saya. Belakangan, file foto itu sudah saya pindahkan ke external hard disk yang saya miliki.

Komisioner Nasional Filateli

Tepat pada akhir Mei 1997, saya menggunakan jaket jeans merah tersebut saat terbang ke San Francisco. Sebagai anggota Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI), organisasi para kolektor prangko dan benda filateli lainnya di Indonesia, saya ditunjuk menjadi Komisioner Nasional dalam Pameran Prangko Sedunia “Pacific ‘97” yang diselenggarakan di San Francisco, dari 29 Mei sampai 8 Juni 1997.

Komisioner Nasional adalah orang yang mewakili organisasi nasional filateli dari negara-negara anggota Federation Internationale de Philatelie (FIP) yang merupakan organisasi dunia filateli, dalam suatu pameran tingkat dunia. Tugasnya adalah memilih koleksi-koleksi benda filateli terbaik dari negaranya, mengirimkan  daftarnya kepada panitia yang akan menyeleksinya lagi. Setelah itu panitia akan mengirimkan kembali daftar koleksi terpilih, dan Komisioner Nasional bertugas mengumpulkan koleksi-koleksi terpilih tersebut dari tangan para kolektor, lalu membawanya ke pameran.

Di pameran tersebut, Komisioner Nasional harus memastikan koleksi-koleksi dari negaranya terpasang dengan baik di panil-panil pameran. Komisioner Nasional bersangkutan juga harus selalu siap bila ada pertanyaan dari juri tentang koleksi dari negaranya. Sedangkan setelah pameran, Komisioner Nasional harus membawa pulang semua koleksi dari negaranya, lengkap dengan medali dan piagam yang diperoleh tiap kolektor yang ikut.

Prangko resmi
Prangko resmi
Itulah tugas saya saat berangkat ke San Francisco. Beberapa koleksi yang amat mahal, dan saya pasti tak sanggup menggantinya bila hilang, terpaksa saya bawa sendiri ke dalam kabin pesawat. Sementara sisanya saya masukkan ke dalam kopor yang saya kunci ganda, untuk pengamanan koleksi di dalam kopor.

Saya sendiri telah berangkat beberapa hari sebelum pameran dimulai, karena harus menyiapkan koleksi-koleksi peserta Indonesia untuk diserahkan kepada panitia dan mengeceknya saat dipasang di panil-panil pameran. Seingat saya, dengan menggunakan pesawat dari maskapai penerbangan Singapore Airlines, saya berangkat menempuh rute Jakarta – Singapura – San Francisco pada 26 Mei 1997.

Sejak dari rumah, jaket jeans merah itu telah saya gunakan. Meski pun diberitahu oleh panitia pameran filateli, saat itu cuaca di San Francisco tidak dingin, tetapi saya tetap memakai jaket. Apalagi saya akan menempuh perjalanan jauh dengan pesawat terbang, dan cuaca di dalam pesawat pasti cukup dingin. Jaket jeans merah itu membantu menghangatkan tubuh saya.

Ditegur Penumpang Lain

Namun pengalaman memakai jaket jeans merah dalam perjalanan ke San Francisco juga menjadikan pengalaman tak terlupakan bagi saya. Suasana perjalanan dari Bandara Soekarno Hatta di Jakarta (sekarang telah ditetapkan masuk ke Provinsi Banten) ke Bandara Changi di Singapura, berjalan biasanya saja.

Setelah transit di Changi, perjalanan dilanjutkan menuju San Francisco. Di sinilah saya mendapatkan pengalaman berharga saat mengenakan jaket jeans merah itu. Dari Singapura ke San Francisco, di sebelah saya duduk seorang lelaki yang mungkin seusia dengan saya, sekitar 30 tahunan.

Baru terbang beberapa lama, tiba-tiba dia menunjuk ke arah jaket jeans merah saya. “Where did you got those patches?,” tanyanya.

Maksudnya dari mana saya mendapatkan badge-badge yang tertempel di jaket jeans merah saya itu. Saya langsung tahu bahwa dia orang AS, karena kebiasaannya mereka menyebut badge atau lambang dari kain dengan patch atau patches bila jamak. Sedangkan badge bagi orang AS malah merujuk pada lambang dari logam yang sering kita sebut pin.

Saya lalu bercerita bahwa saya membelinya di sebuah tempat di Jakarta, Indonesia. Di langsung mengomentari, bahwa dia sudah menduga bahwa badge-badge itu bukan produk AS.

“Kenapa bisa menduga seperti itu?,” tanya saya.

Dia lalu menjelaskan bahwa dia pun penggemar NBA, dan dia belum pernah melihat produk NBA asli mempunyai badge NBA seperti yang saya jahit di jaket jeans merah saya. “These patches must be fake,” tuturnya, menerangkan bahwa badge yang saya kenakan pasti palsu.

Waduh, saya langsung merasa bersalah. Mau berbangga datang ke AS dengan produk AS, ternyata selain jaket jeans merah yang asli, badge-badge yang saya tempel semuanya palsu. Batal deh berbangga-bangga di negeri orang. Untung saja, jaket jeans merah yang saya gunakan memang asli produk perusahaan jeans terkemuka di AS.

Itulah sebabnya, saya tak terlalu sering menggunakan jaket jeans merah itu di San Francisco. Kebetulan saya juga membawa jas batik untuk pakaian resmi Komisioner Nasional. Maka walau pun bukan di arena pameran, ke mana-mana saya lebih sering menggunakan jas batik tersebut.

Saya dan jaket jeans merah saya yang telah berusia 20 tahun. (Foto: BDHS)
Saya dan jaket jeans merah saya yang telah berusia 20 tahun. (Foto: BDHS)
Pulang ke Indonesia, saya segera mencopoti badge-badge palsu itu. Saya masih beberapa kali menggunakan jaket jeans merah tersebut, tetapi sudah kembali polos tanpa tempelan apa pun. Kini, 20 tahun kemudian, meski pun warnanya sudah agak pudar, tetapi kondisinya masih cukup baik.

Kenangan yang tak terlupakan menggunakan jaket jeans merah itu. Pelajaran untuk tidak lagi atau sedapatnya mengurangi seminimal mungkin menggunakan barang-barang palsu. Sebuah kisah bersejarah dari jaket jeans merah  milik saya yang tanpa terasa sejak pertama kali saya beli, tahun ini telah berusia 20 tahun.

Akun Facebook : https://www.facebook.com/berthold.sinaulan

Akun Twitter      : @BertSinaulan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun