Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bapak Pandu Sedunia Pernah Dikucilkan di Indonesia

22 Februari 2017   06:57 Diperbarui: 23 Februari 2017   18:30 8528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untunglah sejumlah tokoh dan pimpinan Pandu di Indonesia, di antaranya Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Azis Saleh, dan Husein Mutahar, dan termasuk juga Djuanda yang sempat beberapa kali ditunju vmenjadi  Pejabat Presiden RI bila Presiden Soekarno sedang ke luar negeri, bertindak cepat.  Mereka berhasil “mematahkan” usaha golongan komunis yang ingin membawa kepanduan menjadi semacam organisasi kaum muda di negara-negara komunis.

Gerakan Pramuka yang menjadi satu-satunya wadah gerakan pendidikan kepanduan di Indonesia setelah menyatukan berbagai puluhan organisasi kepanduan sebagaimana disebutkan dalam Keputusan Presiden No.238 Tahun 1961, akhirnya berhasil tetap di “jalan yang benar”. Walau pun selama masa-masa awal berdirinya hal ini tidaklah mudah, karena pengaruh komunisme masih mencengkeram cukup kuat di berbagai lini pemerintahan.

Barulah pada 1967, Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka yang merupakan induk organisasi kepanduan di Indonesia mengeluarkan surat pernyataan tertanggal 17 Maret 1967. Surat itu dibuat berlandaskan Ketetapan MPRS No XII/MPRS/1966 tentang penegasan kebijaksanaan politik luar negeri RI. Maka Kwarnas segera mengadakan hubungan kembali dengan WOSM maupun organisasi-organisasi nasional kepanduan negara-negara sahabat.

WOSM kemudian mengutus Komisioner Eksekutif Biro Kepanduan Regional Asia-Pasifik yang waktu itu masih bernama Far East Region (Regional Timur Jauh), GR Padolina, ke Indonesia selama lima hari, 14 sampai 18 Oktober 1967. Pada 17 Oktober 1967, diadakan upacara pengibaran bendera di halaman Kwarnas di Jalan Medan Merdeka Timur 6, Jakarta.

Setelah menaikkan bendera Merah Putih, maka dinaikkan pula bendera Gerakan Pramuka yang bergambar siluet Tunas Kelapa dan bendera WOSM secara bersama-sama. Resmilah Indonesia kembali bergabung dalam gerakan kepanduan sedunia.

Sejak saat itu, Baden-Powell yang benar-benar pernah datang ke Indonesia pada 1934, kini kembali “datang” lagi. Bapak Pandu Sedunia tidak lagi dikucilkan di Indonesia, meski pun penggunaan atribut manik kayu dan kelengkapannya masih cukup lama tertunda, dan baru diresmikan oleh Kwarnas sejak tahun lalu, pada penyelenggaraan Jambore Nasional X-2016.

Paling tidak, acara peringatan Hari Baden-Powell setiap 22 Februari sudah diadakan kembali. Selama sehari itu, para anggota Gerakan Pramuka diajak untuk mengenang jasa-jasa Baden-Powell dan berusaha mewujudkan dalam sikap dan perilaku untuk berbuat kebaikan dan sebagaimana slogan WOSM saat ini,“Scouts, creating a Better World”, para Pramuka berusaha menjadikan dunia lebih baik. 


Selamat Hari Baden-Powell.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun