Benyamin juga merupakan salah satu peserta dalam pameran itu. Koleksinya, suatu kumpulan benda-benda filateli berjudul “Dari Meester Cornelis ke Jakarta Jatinegara” diikutkan dalam kelas sejarah pos. Sedangkan buku yang ditulisnya, “Filateli Selayang Pandang” menjadi bagian dalam kelas literatur.
Selain kolektor benda-benda filatlei, Benyamin memang seorang penulis juga, dan buku filatelinya adalah salah satu dari sekian buku yang ditulisnya dan sudah diterbitkan. Buku yang terbit pada 1992 itu sempat menjadi buku best seller untuk kategori nonfiksi di toko-toko buku terkemuka di Indonesia.
Saat pameran itulah, Benyamin bertemu dengan Wanda Setiawati. Mahasiswi sebuah perguruan tinggi di Surabaya itu, ikut membantu sebagai penjaga booth PT Pos Indonesia dan sekaligus liasion officer dalam pameran tersebut. Kebetulan Wanda cukup menguasai bahasa Mandarin, sehingga tamu dan kolektor filateli dari negara-negara yang berbahasa Mandarin, sedikit banyak terbantu dengan kehadiran Wanda.
Dari perkenalan itu, Benyamin tahu bahwa Wanda sebenarnya tinggal bersama orangtuanya di Bogor, tetapi sedang menuntut ilmu di Surabaya. Perkenalan itu berlanjut dengan pertemuan-pertemuan berikutnya. Benyamin jadi cukup sering pergi ke Surabaya untuk menemui Wanda. Jalinan keduanya makin lama makin erat.
Sayang setahun kemudian, Benyamin justru mendapat kabar yang menyedihkan. Wanda menikah dengan orang lain, bukan dengan dirinya seperti yang Benyamin telah impikan. Ada yang bilang, Wanda terpaksa menikah untuk mengatasi masalah di dalam keluarganya, walau entah masalah apa. Ada juga yang bilang, Wanda meninggalkan Benyamin karena tak merepotkan sang lelaki yang harus setiap saat berangkat dari Jakarta ke Surabaya naik kereta api atau pesawat terbang.
Entahlah, yang pasti Benyamin tidak bisa menghubungi Wanda kembali. Telepon, surat, dan segala cara sudah ditempuh, bahkan juga ke rumah keluarga Wanda di Bogor. Tetapi tak pernah Benyamin bisa bertemu langsung dengan Wanda.
@@@
Jakarta, Juli 2004.
Suasana Indonesia sedang “panas”, apalagi di Jakarta yang menjadi pusat pemerintahan. Pemilihan Presiden bakal digelar. Ada enam pasangan calon, meski pun akhirnya yang lolos seleksi – terutama seleksi kesehatan – hanya lima pasangan calon saja. Dan suasana hati Benyamin pun ikut “panas”.
Dia sedang berada di Gedung Kantor Pemilihan Umum di Jalan Imam Bonjol Jakarta Pusat. Benyamin membantu sahabatnya menjadi kameraman dari sebuah stasiun televisi swasta di Jakarta. Di situlah, matanya tertumbuk dengan seorang perempuan berambut panjang yang amat dikenalnya. “Wanda!” tanpa sadar Benyamin berteriak.
Si perempuan menoleh, tersenyum lebar, dan segera berlari ke arah Benyamin. Mereka berpelukan, seolah tak peduli dengan ratusan pasang mata yang melihat aktivitas mereka. Ternyata Wanda pun sedang menjalankan tugas jurnalistik di situ. Wanda membantu menjadi penerjemah untuk sebuah majalah berita berbahasa Mandarin.