Masa kini ada karena masa lalu, dan masa depan akan terjadi setelah melalui rangkaian masa lalu dan masa kini. Di tengah “ribut-ribut” tentang kecenderungan kurang menghargai antarsuku, antaragama, antarras, dan antargolongan di negara kita, bila kita cermati dari tinggalan-tinggalan masa lalu, sebenarnya pada masa lalu, banyak bukti yang menunjukkan betapa harmonisnya hubungan antarpenduduk di negeri ini.
Justru karena keharmonisan itu, maka semangat gotong royong tumbuh dan berkembang di bumi Nusantara. Tak heran bila puncak-puncak kebudayaan, seperti berdirinya Candi Borobudur, kebesaran Kerajaan Sriwijaya, serta kemegahan Kerajaan Majapahit, yang sampai kini diakui di seluruh dunia, dapat terwujud.
Bekal gotong royong dan persatuan itulah yang seharusnya terus dikembangkan. Dari masa lalu kita juga belajar, betapa karena nafsu serakah, ingin berkuasa, ingin mendapatkan uang banyak dengan cepat, maka antarsuku bangsa ini mudah dipecah belah. Akibatnya, negara kita jadi terjajah ratusan tahun. Hal itu tentunya jangan sampai terulang sekarang dan di masa depan. Kita harus belajar dari masa lalu, kita harus belajar untuk tetap bersatu dan jangan mudah dipecah belah dengan cara apa pun.
Arkeologi membantu kita mempelajari masa lalu untuk masa kini dan masa depan. “Dunia sepi” arkeologi tidaklah harus menjadi penghalang bagi arkeolog dan generasi muda yang ingin berkecimpung di dunia arkeologi untuk memasuki dan mempelajari masa lalu.
Pada akhirnya, kegemilangan bangsa dan Tanah Air, serta majunya peradaban dunia yang sejahtera, aman, damai, sedikit banyak terbantu dengan hasil studi arkeologi. Jadi tetaplah berkarya para arkeolog, dan bagi generasi muda pastikan kalau minatmu mempelajari studi arkeologi, jangan ragu memasuki ranah pendidikan kepurbakalaan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H