Mohon tunggu...
Bertuah Pos
Bertuah Pos Mohon Tunggu... -

Portal yang menyajikan Berita dan Informasi seputar riau dan dunia bisnis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sosok Tennas Efendy, Sang Doktor Kehormatan

28 Februari 2015   20:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:21 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

3. Gudang Pantun Melayu
Sebagai seorang tokoh adat Melayu, Tenas Effendy tentulah melihat dengan kasat mata, bagaimana perjalanan adat resam Melayu dari masa ke masa. Dari hulu yang pernah jaya terus ke muara yang makin suram. Tenas dengan mudah dapat menyaksikan berbagai peranan adat Melayu kehilangan pengaruh begitu rupa. Adat resam Melayu bagaikan runtuh satu demi satu seperti runtuhnya tebing sungai diterjang ombak dan hujan deras. Cahaya budaya Melayu mengalami pasang surut, bagaikan pelita kehabisan minyak, sehingga makin redup tak bercahaya.

Ini terjadi karena beberapa perkara. Pertama, pohon rindang budaya Melayu memang harus dipangkas dahan dan daunnya, karena begitu kusut-masai bercampur dengan Animisme-Hinduisme yang menjadi daki budaya, sehingga kelihatan karut dalam penampilannya. Ini harus dilakukan, agar bisa muncul sinar budaya kebenaran Islam. Sebab, orang Melayu telah pindah dari kepercayaan jahiliyah Animisme-Hinduisme kepada agama Islam yang memberi jalan terang benderang menuju kebenaran. Karena itu, orang Melayu yang semakin dalam pengetahuan agamanya, menyadari bahwa budaya ini harus ditapis, agar tidak merusak akidah Islam yang tertanam di dalam dada. Budaya Melayu yang terang-terang syirik, memuja kesaktian serta bersandar kepada kekuatan makhluk halus, atau upacara yang dapat merusak iman tanpa sadar, pelan-pelan harus ditinggalkan oleh orang Melayu yang lebih mengutamakan akhiratnya daripada dunia. Mereka ini memang barangkali belum begitu banyak. Tapi mereka insya Allah akan bertambah, karena tidak mau mati demi budaya buatan manusia, tapi bersedia berjihad dengan harta dan jiwanya demi taat dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya.

Kedua, adat resam Melayu diterpa oleh angin badai budaya dunia yang materialis sekuler. Serangannya mendesak bahkan menyingkirkan budaya Melayu yang islami, karena mendapat dukungan dari sistem demokrasi yang telah menampilkan pejabat dan kaki tangan pemerintah yang zalim. Demokrasi dengan mudah menggantikan sistem mufakat orang Melayu yang bersandar adat bersendi syarak, telah membuat orang Melayu kehilangan pedoman yang benar serta cara bertindak yang amanah, sesuai dengan ajaran Islam.

Kehadiran budaya dunia yang hedonis, sekuler, materialistik melalui berbagai media, telah membuat gerak mundur budaya Melayu, dari arah menuju sinar Islam yang cemerlang, berbalik kepada budaya yang vulgar, gemerlap hawa nafsu, memuja diri atau narsis serta jauh dari kesadaran kepada akhlak mulia. Ini berlaku, karena budaya global yang kapitalis munafik itu, hendak menjual apa saja yang dapat mendatangkan uang atau materi. Maka, dengan dalih industri pariwisata, berbagai budaya karut warisan kepercayaan Animisme-Hinduisme segera dipugar oleh para pejabat dan pemilik modal, agar mendapat jumlah kedatangan pelancong atau turis yang nanti diharapkan memperoleh uang. Apa akibatnya terhadap masyarakat Melayu, kepada akhlak dan perangai, bahkan terhadap alam semula jadi, hampir tak pernah diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan, semula budaya Melayu akan bergerak kepada budaya amanah Tuhan, tapi segera menyimpang kepada budaya yang subhat, bahkan budaya kufur.

Ketiga, keberadaan adat bersendi syarak yang pernah kokoh dalam masyarakat adat Melayu dengan perlindungan dari beberapa kerajaan Melayu yang memakai undang-undang atau kanun yang islami, digerogoti oleh hukum dan undang-undang buatan negara yang menentang Syariah Islam, membuat sinar adat bersendi syarak jadi pudar. Saya punya dugaan kuat, ketiga kenyataan ini niscaya memberi pertimbangan yang kuat kepada Tenas Effendy, untuk memelihara kembali pantun Melayu.

Dari sekian banyak budaya Melayu, pantunlah yang ternyata tetap bertahan di tengah arus kuat budaya dunia yang mencabar. Bagaikan pohon kayu yang lemah gemulai bertahan di tengah deras arus banjir yang kuat. Pantun juga terbukti telah memainkan peranan dalam segala dimensi kehidupan serta tingkat umur, sebagaimana ada pantun nasehat, pantun teka-teki, pantun adat, pantun tarekat, pantun anak-anak, pantun orang muda serta pantun orang tua. Pantun merekam nilai luhur orang Melayu, kemudian menyampaikan panduan hidup adat bersendi syarak. Adat yang tunduk dan patuh kepada Syariah Islam, sebagai tajuk mahkota kehidupan.

Pantunlah yang terbaik menyampaikan kata bersayap, agar terkesan indah lagi halus. Pantun amat sesuai dengan cara berpikir metaforik orang Melayu, sebagaimana kata Raja Ali Haji melalui ikat gurindamnya: ‘’jika hendak mengenal orang yang berbangsa, lihat kepada budi bahasa’’. Dengan pantun, orang Melayu mencoba membuat bahasa dengan perlambangan dan kiasan, meniru bahasa Alquran yang tiada tara.

Kehadiran Tenas Effendy menyegarkan kembali pantun Melayu, telah menjadi bukti bahwa pantun memang budaya Melayu yang orisinal dan kokoh tertanam dalam kehidupan orang Melayu di Riau. Terhadap kegiatan ini Tenas punya jalan yang lapang. Tenas tampil bagaikan gudang pantun Melayu, sebab dalam tokoh ini sering hadir dalam berbagai gunak-ganik sosial dengan menampilkan pantun yang menarik. Tenas punya keunggulan daripada tokoh pantun lainnya dalam beberapa perkara. Paling kurang ada lima kelebihan Tenas sebagai pewaris dan gudang pantun Melayu.

Pertama, Tenas telah merekam pantun dalam perjalanan hidupnya yang sarat dengan berbagai upacara adat resam Melayu. Baik yang berlaku dalam kalangan bangsawan Melayu, maupun rakyat kebanyakan.

Kedua, Tenas mampu mencatat pantun Melayu dalam berbagai medan kehidupan. Di samping itu tokoh kita ini dapat lagi melakukan ubah-suai terhadap berbagai pantun lama, sesuai dengan semangat hidup masa kini. Ketiga, Tenas ternyata dapat mengumpulkan pantun Melayu dari kalangan Melayu Muda (yang relatif kokoh menganut agama Islam) serta pantun dari Melayu tua, terutama Melayu Petalangan yang kaya dengan dunia fantasi.

Keempat, Tenas Effendy dapat tampil sebagai gudang pantun Melayu, di samping mempersembahkan perbendaharaan yang dimilikinya secara historis, ia juga punya kemampuan yang handal menggubah pantun dalam setiap upacara kehidupan, baik upacara tradisional maupun upacara kehidupan baru masa kini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun