JATON Berkah Buat Tondano? Benarkah?
Oleh : Bert Toar Polii
Pernyataan Andre Opa Sumual saat rapat Perkumpulan Alumni SMANTO 170.1 di Grand Sahid Hotel kemarin Jumat 24/02 cukup mengejutkan tukang bridge.
Ia dengan lantang mengatakan kampong Jawa Tondano atau disingkat Jaton adalah berkah buat Tondano. Ia menyimpulkan ini karena melihat sejarah terjadinya kampung Jaton dan akhirnya menjadi salah satu daerah yang dapat memelihara rasa toleransi dan kerukunan, dimana warga mayoritas Minahasa yang beragama Kristen dapat hidup berdampingan dengan rukun dengan warga minoritas Jaton  yang beragama Islam.
Selanjutnya Andre menambahkan, memang  Kampung Jaton ini berkah karena sejak tahun 1830 Tondano sudah menerima, mengalami dan merawat proses asimilasi serta akulturasi budaya yang bertahan hingga saat ini. Bahkan Jaton bisa dibilang subkultur budaya yang lahir di Tondano. Asli Tondano punya.
Dan lanjutnya Islam, bagi org Tondano bukan agama asing karena mereka datang waktu Tondano masih menjadi alifuru, datang bersamaan dengan Johann FriedricI Riedel  sebagai pembawa agama Kristen di Tondano. Kyai Maja dan Riedel - yang dalam beberapa  info disebut akhirnya bersahabat karena tiba di Tondano hampir bersamaan. Riedel  datang ke Tondano pada tanggal 14 Oktober 1831. Bedanya dalam tugas, Riedle bertugas sebagai zending untuk menyebarkan agama Kristen sedang Kyai Maja tidak datang menyebarkan agama  Islam karena mereka adalah tawanan perang. Makanya Kristen berkembang, Islam tidak dan hanya dipeluk oleh orang Jawa plus wanita Tondano yang dinikahi.Â
Itulah kenapa Jaton itu sangat istimewa dan jadi berkah buat Tondano yang sudah beragam sejak dulu kala.
Pernyataan Andre membuat tukang bridge ingin membagikan terutama kepada kaum milenial mengenai bagaimana terjadinya kampong Jaton.
Keberadaan Pangeran Diponegoro, Kiai Modjo dan para pengikutnya
di Sulawesi Utara tahun 1830 tidak terlepas dari peristiwa perlawanan
rakyat di Jawa dalam menentang kolonialisme Belanda. Dalam sejarah
Bangsa Indonesia dikenal dengan Perang Diponegoro (1825-1830) atau
dalam literatur asing disebut Perang Jawa (Java war). Dalam perang ini, Kiai Modjo sangat berjasa karena beliau menyambut seruan Pangeran Diponegoro untuk membantu dan menggerakkan para pengikutnya untuk berperang melawan Kolonial Belanda. Kiai Modjo selain sebagai seorang ulama dan penasihat spiritual Pangeran Diponegoro, juga berperan sebagai seorang panglima perang (Babcock, 1981: 5).
Berdirinya kampong Jawa Tondano Berawal dari ditangkapnya Kyai Modjo yang merupakan Penasehat Agama sekaligus Panglima perang dari Pangeran Diponegoro pada Perang Jawa (1825-1830), pada 1828. kemudian dibawa ke Batavia, selanjutnya Kyai Modjo dan 63 orang pengikutnya diasingkan Belanda sebagai tahanan politik ke Minahasa Sulawesi Utara. Kyai Mojo tiba di Tondano pada tahun 1829 hingga meninggal di sana pada tanggal 20 Desember 1848 dalam usia 84 tahun. Kecuali Kyai Modjo, semua pengikutnya (semuanya pria Jawa) menikahi perempuan Minahasa asli Tondano dan keturunan mereka mendiami kampung yang saat ini dikenal dengan Kampung Jawa Tondano. Selain Rombongan Kyai Modjo, ada juga rombongan atau tokoh tokoh lain yang diasingkan ke Tondano oleh Belanda setelah rombongan Kyai Modjo berada di Tondano, diantaranya dari Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Maluku. Termasuk Pangeran Perbatasari bin Panembahan Muhammad Said bin Pangeran Antasari dari Kesultanan Banjar yang ditangkap Belanda saat berada di Pahu, Kutai untuk meminta bantuan perang pada tahun 1885.
Tanggal 3 Mei 1830 diperingati sebagai hari lahir Kampung Jawa Tondano.
Demikan sekilas tentang sejarah berdirinya kampong Jawa Tondano yang penulis ambil dari Wikipedia.
Namun perjuangan untuk berbaur tentu saja tidak mudah, banyak hal positif yang dilakukan pendatang ini sehingga mereka bisa diterima oleh warga sekitar yang memang dari dulu juga sudah terkenal ramah.
Salah satu kegiatan untuk menjalin kerukunan dengan warga sekitar adalah  Ba'do Katupat. Tradisi ini yang diwariskan Diponegoro, Kiai
Mojo dan pengikut-pengikutnya. Tradisi ini adalah warisan tradisi Jawa
yang ada di Tondano Minahasa. Ba'do Katupat adalah acara seremonial yang setiap tahun diselenggarakan warga di Kampung Jawa Tondano (disingkatJaton), setelah lewat satu minggu Hari Raya Idul Fitri. Tradisi Ba'do Katupat merupakan Budaya Jaton yang memiliki kekhasan tersendiri.
Merayakan Ba'do Katupat bertujuan untuk mempererat tali silaturahim antara sesama warga Jaton, penduduk asli Jaton maupun pendatang dari luar daerah. Selain itu para sesepuh dan generasi muda mencoba menelusuri garis keturunan atau silsilah yang hilang antara warga Jaton dan keturunannya di daerah lain.
Biasanya Ba'do Katupat (Lebaran Ketupat) lebih ramai dari pada Ba'do Idul Fitri karena Ba'do Katupat merupakan ajang pertemuan antara masyarakat asli Jaton dengan warga pendatang. Acara ini dijadikan ajang untuk memamerkan bentuk ketupat dan lauknya, kue-kue, serta pakaian baru. Tradisi Ba'do Katupat Jaton, merupakan ikon dan identitas tersendiri. Setiap keluarga menerima siapa saja yang datang bertamu, hampir sama dengan acara open house seluruh kampung bagi siapa saja yang datang, baik muslim maupun non muslim.
Ini memang kelebihan Kota Tondano jika dikaitkan dengan parawisita dan toleransi beragama seperti yang pernah tukang bridge tulis : Disamping potensi wisata alam, Tondano punya modal budaya yang kuat. Selain itu sangat bagus untuk wisata religi karena toleransi beragama di Tondano sangat kuat. Selain Masjid Agung Al-Falah Kiai Mojo berada di Kampung Jawa Tondano, Kecamatan Tondano Utara
Satu-satunya Synagoga di Indonesia yaitu Sinagoga Shaar Hashamayim di Tondano Barat. Synagoga adalah tempat ibadah komunitas Yahudi.
Kemudian ada Pure Danu Mandara sebagai satu satunya pusat peribadatan Agama Hindu di Tondano.
Adapun letak Pura tersebut di bangun persis pinggir sebelah kiri di ruas jalan dari Desa Kiniar,Tondano ke arah Desa Touliang oki.
Kalau bicara Gereja tentu saja banyak karena saat ini hampir semua kampung sudah punya gereja sendiri dengan pusatnya Gereja Sentrum, gereja tertua di Tondano.
Situs sejarah juga ada yaitu Benteng Moraya yang jika dilengkapi dengan kisah heroik Perang Tondano dan Terjadinya Danau Tondano pasti akan lebih menarik.
Tradisi lebaran ketupat Jaton, Nataru, Paskah, Â Pengucapan Syukur, Kunci Taong jika dikemas dengan baik pasti akan menjadi daya tarik sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H