Jika memang aku ditakdirkan untuk menjadi bagian dari konstansi ini tetapi memang hanya aku yang benar sadar semua ini sebuah teater yang mengisahkan ketidakseimbangan, maka aku diminta untuk menanggung sebuah paradoks semesta -- paling tidak, sebagian kecil darinya. Ditemani oleh ketidaknyataannya, temanku hadir, memelukku erat hingga aku luluh.
Diselimuti gelap, dibelai dingin, disaksikan langit malam - yang akan selamanya disitu menikmati dinamika teater semesta manusia yang tak kenal diam -- aku mencumbunya, memandang matanya yang indah, dan membisik "temani aku, sampai tak tahu kapan, oh Kesendirian..."
Bersama Kesendirian, kusulut batang ketiga.
***
Yogyakarta, 20 Januari 2018 --- 2.12 PM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H