Mohon tunggu...
Berthy B Rahawarin
Berthy B Rahawarin Mohon Tunggu... Dosen -

berthy b rahawarin, aktivis.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Open Governance Anies, Mengapa Ahok Bingung?

27 Maret 2017   08:22 Diperbarui: 28 Maret 2017   04:00 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya memanggil semua warga negara, pejabat publik, dan anggota legislatif untuk bekerja dengan LSM kami Right to Know Law di New Hampshire untuk meningkatkan partisipasi publik atas Undang2 publik.

David Saad adalah Presiden NGO Right to Know Law New Hampshire, sebuah organisasi non-partisan yang didedikasikan untuk meningkatkan kepatuhan dan memperkuat Hak untuk Tahu Hukum-Perundangan (RSA 91-A).

Tentang Open Government (government partnership) ataupun istilah yang terkait partisipasi politik publik, David Saad menegaskan, bahwa “Open Government is Good Governance “(31 Maret 2016). Mungkin Saad juga“ ketinggalan kereta? Bukan hanya Ahok yang bingung, saya ikut bingung koq. 

Referensi “Good and Clean Governance” ini bahkan lebih detail bicara elemen-elemen ‘open governance’ seperti dilansir Anies, meliputi : Prinsip-Prinsip Pokok Good and Clean Governance, seperti dirumuskan Lembaga administrasi Negara (LAN) dalam sembilan aspek fundamental, yang harus diperhatikan yaitu: terutama poin satu dan dua pertama.         Partisipasi (participation), Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasrkan prinsip demokrasi yaitu kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat secara konstruktif; kedua; Penegakan Hukum (rule of law) Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan kebijakan public memerlukan system dan aturan-aturan hokum. Tanpa ditopang oleh sebuah aturan hokum dan penegakannya secara konsekuen, partisipasi public dapat berubah menjadi tindakan public yang anarkis.

Santosa menegaskan, bahwa proses mewujudkan cita good governance, harus diimbangi dengan komitmen untuk menegakkan rule of law dengan karakter-karakter antara lain: Supremasi Hukum (The supremacy of law), kepastian Hukum, Hukum yang responsive, penegakkan hokum yang konsisten dan non-diskriminatif, Independensi Peradilan). Unsur-unsur lainnya (ke-3 hingga ke-9),  Transparansi (Transparancy); 4. Responsif (Responsive); 5. konsensus (consensus);6.  Efektivitas (effectivenss) dan; 7 Efisiensi (efficiency)8. Akuntabilitas (accountability);9 Visi Strategis (strategic vision).

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab baru tercapai apabila dalam penerapan otoritas politik, ekonomi dan administrasi ketiga unsur tersebut memiliki jaringan dan interaksi yang setara dan sinerjik. Interaksi dan kemitraan seperti itu biasanya baru dapat berkembang subur bila ada kepercayaan (trust), transparansi, partisipasi, serta tata aturan yang jelas dan pasti, Good governance yang sehat juga akan berkembang sehat dibawah kepemimpinan yang berwibawa dan memiliki visi yang jelas.

Partisipasi publik dalam Pilkada yang mencapai lebih dari 80% dalam Pilkada DKI 2017 adalah salah satu indikator “public trust”, ya good and clean Governance atau open management” itu,  pada penyelenggaraan Pilkada yang “fair, transparan, terbuka untuk publik”. Hal itu tidak mungkin terlaksana bila Pemerintahan incumbent (petahana) alah sebuah sistem yang berseberangan dengan “open governance”.

Menurut hemat saya tidak perlu, karena isu “open Governance masih sebatas wacana sempalan dari pemikiran utama “Good and Clean Governance” dan sebagai wacana yang telah maju praktik Good and Clean Governance-nya pun belum “jelas konsepnya” apalagi praktiknya. Menjelaskan apalagi mempertentangkkan “Open Governance” dengan “Good Governance” dapat mendatangkan bukan hanya kerancuan paham, tetapi dapat dianggap “asal-beda” dengan Ahok-Djarot, terutama Pemerintahan Presiden Jokowi, yang kalau kita sepakat, untuk pertama kali dalam lebih dari 60 Tahun merdeka, Rakyat Indonesia mearasakan Partisipasi publik yang lebih baik dari semua rejim Pemerintahan yang pernah ada.

Pakar sosiologi politik Yudhi Latief pun berpikir pragmatis, ketika sampai pada akhirnya menyebut “Ya Ahok itu Robin Hood”. Mungkin Yudhi benar adanya. 

Penulis: pengajar filsafat negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun