Mohon tunggu...
Bertha Virginia
Bertha Virginia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Semester 5 Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Voice Over Talent | Announcer | Content Creator

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Hoax, Imbas dari Kemudahan Jurnalisme Online di Era Digital

26 Oktober 2020   09:17 Diperbarui: 26 Oktober 2020   09:29 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Berita viral selalu menjadi sasaran, tidak peduli itu benar atau tidak."

Saya seringkali mengolok orangtua saya terkait pesan berantai di WhatsApp yang kerap memberikan berita tidak benar. Istilah kerennya berita hoax. Namun entah bagaimana, walaupun sudah sering terdengar, masih saja banyak orang yang terjebak dengan berita hoax tersebut.

Kepraktisan bisa jadi yang mengakibatkan kita semua menjadi malas untuk mengecek kembali apakah berita tersebut benar adanya. Kita cenderung langsung mengiyakan berita dengan menerimanya secara mentah-mentah tanpa diolah.

Sebagai anak yang hidup di era digital, saya selalu dimanjakan dengan kehadiran internet. Namun, saya merasakan perbedaan antara penggunaan internet di tahun 2012 ketika duduk di bangku SD dan di tahun 2020 ini. Dahulu, internet hanya saya gunakan untuk bermain Facebook, mengunduh lagu atau bermain game online di warnet (warung internet). Dibandingkan sekarang, kemudahan pengaksesan jauh lebih praktis bukan?

Mengutip dari salah satu artikel Remotivi, hoax bisa jadi tersebar karena ada unsur "yang penting berita cepat naik dulu". Tidak heran terkadang kita menemukan beragam informasi simpang siur dari media online. Dibandingkan dengan berita di media cetak (sebelum cetak melewati proses pemeriksaan secara merinci), beberapa jurnalis di media online memegang prinsip "siapa cepat dia dapat".

Semakin cepat jurnalis memberi berita teraktual, semakin ramai beritanya diburu massa. Begitupun sebaliknya, semakin lama informasi diunggah, semakin sedikit yang mengakses atau tertarik.

Hoax

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dilansir dari Liputan6, hoax adalah berita palsu atau berita yang tidak bersumber. Hoax dijadikan sebagai informasi yang menyebabkan pembacanya menganggap hal yang tertulis benar adanya.

Dalam sebuah artikel di Tirto.id, sebuah berita yang sudah disebarkan dan terlanjur viral akan sulit untuk diredakan. Sama halnya dengan berita hoax yang sulit pula untuk diredakan. Jurnalis (atau bahkan tidak bisa kita kategorikan sebagai jurnalis) cabang berita hoax memanfaatkan kesempatana yang ada demi keuntungan atau kesenangan pribadi. Hoax kebanyakan menyangkut informasi yang sensitif seperti politik dan agama.

Hoax menjadi marak di dunia berita, salah satu faktornya karena perkembangan internet yang melaju pesat. Bahkan, dalam artikel "Fenomena Dunia Jurnalistik di Era Media Sosial" mengakui bahwa peran internet yang menyebabkan kita mengakses media sosial mengakibatkan prinsip jurnalistik terabaikan.

Proses mencari, memeroleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan meyampaikan informasi atau dikenal dengan prinsip 6M di dalam jurnalistik terabaikan oleh konsep kecepatan penyebaran berita di media sosial. Mempertimbangkan setiap orang dapat menjadi sumber penyebar berita di media sosial menyebabkan informasi yang menyebar sulit untuk dipertanggungjawabkan. 

Walau penyebaran informasi yang cepat menjadi poin penting di era digital yang tidak membatasi ruang dan waktu, masalah kredibilitas seperti hoax tidak bisa membuat kita abai. 

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Sebagai bagian dari generasi Z, berita saya berasal dari apa yang saya temukan ketika berselancar di media sosial. Terdengar egois dan menyudutkan media cetak, namun inilah fakta yang terjadi di lapangan.

Media cetak pun mengerti dan memahami situasi yang sudah berubah ini, sehingga di tahun 2000-an, banyak media cetak yang akhirnya menambah akses  ke media online untuk bersaing dalam memberitakan dan memberi informasi kepada khalayak.

Generasi Z dan media sosial ibarat sepasang sepatu yang terlalu sulit jika tidak bersama, eaa. Baru-baru ini, banjir melanda daerah saya di Nanga Pinoh dan kejadian itu menyebabkan jaringan di daerah saya tidak stabil.Efek samping yang saya rasakan adalah ketertinggalan informasi. Saya merasa saya kehilangan sumber informasi yang up to date dari media sosial. Makhlum, keluarga saya tidak berlangganan koran lagi dan TV pun sudah jarang disentuh.

Bicara tentang perbandingan media cetak dan media online melalui sudut pandang saya, hoax sedari zaman media cetak kemungkinan terjadinya sudah ada. Bisa jadi media cetak dipegang oleh kekuatan mereka yang memiliki kepentingan tertentu sehingga pemberitaan menyudutkan pihak lainnya. Namun karena keterbatasan informasi yang dapat kita terima, kita menganggapnya sebagai hal yang benar.

Berbeda dengan berita yang hadir di media online, jumlahnya beragam dari segala sudut. Ditambah kehadiran jurnalisme warga (salah satunya saya yang sedang menulis di Kompasiana), penyebaran sebuah informasi menjadi sangat bercabang dan luas. Hoax menjadi semakin dikenal namun sulit juga untuk dideteksi. 

Pada dasarnya, hoax atau berita palsu dapat hadir dimana saja, terlepas dari konteks media cetak atau media online. Semua tergantung pada kita sebagai penerima informasi dalam menyikapi segala jenis informasi yang masuk.

Jurnalisme Online

Perkembangan teknologi informasi membawa kita pada jurnalisme yang berkembang pesat. Dahulu, platform penyebaran informasi hanya berdasarkan pada monoplatform, sekarang penyebaran sudah bisa menjangkau audio, teks, dan visual (multiplatform). Jurnalisme online memegang efesiensi dalam proses memberi dan menerima sebuah informasi.

Penyebaran mudah dilakukan tanpa perlu proses yang lama, begitu pula timbal balik berupa komentar yang bisa kita berikan, cepat dan praktis. Selain itu, terbukanya kesempatan bagi siapapun menjadi seorang jurnalis, diambil peluangnya oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan hal-hal tertentu, hoax salah satunya.

Hoax yang kerap disandingkan dengan media online mengakibatkan citra dari seorang jurnalis tercoreng. Tidak semua memang yang memanfaatkan situasi ini demi kepentingan 'jahat', masih banyak mereka yang memanfaatkan kesempatan ini untuk menjadi jurnalis seutuhnya dan membantu informasi tidak sebatas pada lingkup tertentu namun lebih luas.

Menyikapi Hoax sebagai Bagian dari Jurnalisme Online

Sebagai generasi Z yang bertanggung jawab akan kemajuan bangsa dan seisinya, sudah patut kita piawai dalam memfilter informasi yang diterima. Secara simpel, kita bisa memanfaatkan pikiran logis kita untuk memverifikasi segala informasi yang masuk. Ingatlah untuk tidak menelan informasi secara mentah-mentah. Verifikasi dengan mengecek sumber berita dan membandingkannya dengan media-media lainnya.

Verifikasi menjadi sangat penting agar kita tidak terprovokasi oleh berita yang ada. Hal lain yang menjadi penting dan sering terjadi karena ada kemudahan ini adalah prosedur pembagian informasi. Jika kita sebagai penerima informasi belum bisa memastikan kredibilitas sebuah informasi, lebih baik tidak disebarkan ke orang lain. Kamu bersedia bertanggung jawab dan dicap sebagai penyebar hoax jika ternyata berita tersebut tidak benar?

Pada intinya, di zaman yang serba mudah, pasti ada konsekuensi yang harus dihadapi. Dalam konteks jurnalisme, hoax adalah hal penting yang perlahan harus kita basmi agar tidak menyebabkan perpecahan Bangsa Indonesia khususnya. Tahan jemari ketika pikiran mengisyaratkan untuk membagikan berita viral namun hanya sekedar sensasi. Gunakan pikiran logis dalam menyaring berita yang masuk. Jadilah jurnalisme sejati yang mematuhi kode etik penulisan tujuan dari jurnalisme. 

Sudah siap membasmi berita hoax? Jadilah generasi pembawa perubahan dan yang penting, mulai aja dulu!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun