Nama asli narasumber Anwar, namun kemudian lebih dikenal dengan sebutan Anwar Congo. Tambahan Congo diberikan karena Anwar pernah akan mengikuti misi perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke Kongo. Tambahan nama Kongo (Congo) sudah terlanjur diberikan walaupun misi tersebut batal dilaksanakan. Panggilan sehari-harinya adalah Abah. Anwar Congo dikenal ramah, gemar membaca buku, sehingga ia dikenal sebagai sosok yang cerdas meskipun tidak menempuh bangku pendidikan formal.
Nama Anwar Congo hampir tidak pernah terekspos media. Literatur mengenai dirinya sangat sedikit, sehingga membatasi pengetahuan khalayak terhadap sosok tersebut. Data-data Anwar Congo begitu dilindungi karena sebenarnya dirinya merupakan sosok penting sebagai salah satu pemegang kunci atas peristiwa represi[1] terhadap orang-orang yang dianggap simpatisan PKI yang terjadi pada tahun 1965-1966. Disinilah letak kejelian seorang sutradara sehingga dapat menemukan narasumber baru yang tidak pernah muncul pada film-film lain bertema sama.
Â
2. Â Pendekatan dan Struktur Bertutur
Estetika adalah elemen yang tidak dapat diabaikan dalam pembuatan sebuah film. Meski dokumenter merupakan bentuk film yang merepresentasikan realita dengan melakukan perekaman gambar sesuai apa adanya, tetapi sentuhan estetik tetap diperlukan. Hal ini dilakukan agar penonton dapat memahami isi dari cerita dan tidak mengalami kebosanan selama menonton. Film dokumenter dalam pengemasannya bertumpu pada pendekatan dan struktur bertutur dimana bentuk penuturan cerita yang dimiliki setiap sutradara memiliki kekhasan sendiri-sendiri.
Pendekatan dalam film dokumenter ialah bagaimana cara sutradara menyampaikan pesan, atau dapat dikatakan sebagai bentuk penuturan cerita dalam film. Pendekatan dalam pembuatan dokumenter secara garis besar ada dua macam, yaitu pendekatan secara essai dan naratif. Sutradara film The Act of Killing menggunakan pendekatan naratif dalam menuturkan alur ceritanya. Karena film The Act of Killing dalam menuturkan ceritanya tidak menggunakan narator serta presentator. Umumnya setiap isi penuturan dalam film memerlukan sudut pandang  (point of view). Oleh karena itu diperlukan karakter atau tokoh yang akan menuturkan isi dan pesan dari film. Anwar Congo merupakan karakter utama yang menuturkan isi dalam film The Act of Killing dan menjadi benang merah cerita (karakter yang mengikat keseluruhan cerita). Sosok Anwar Congo dihadirkan untuk membangun rangsangan emosi film dan memberikan sebuah observasi terhadap pola berpikir maupun tindakan aksi subjek sebagai reaksi terhadap sesuatu. Sehingga Anwar Congo menjadi subjek kunci dalam film The Act of Killing ini.
Pendekatan naratif dalam film dokumenter tidak dapat berdiri sendiri, tetapi juga terkait dengan struktur bertuturnya. Salah satu unsur mutlak dokumenter ialah harus ada perkembangan dan perubahan fakta-fakta yang disampaikan, tidak diperkenankan berdiam pada sebuah situasi statis (PERANSI, 2005:19). Dengan demikian dituntut kreativitas untuk menciptakan perkembangan dari susunan adegan sesuai tuntutan. Dalam penulisan harus ada gambaran jelas, mengenai struktur penuturan, hubungan antara satu aksi dengan aksi lainnya dalam sebuah peristiwa. Setiap pergantian aksi harus diperhatikan ritme penuturannya, serta aspek dramatik sebagai pembangkit emosi dalam lingkup pemaparan fakta tidaklah monoton.
Konflik dalam film dokumenter tidak harus dipahami sebagaimana konflik ciptaan pada film fiksi. Konflik dalam film fiksi disusun dalam teknik penulisan skenario, sedangkan pada dokumenter konflik sudah tersedia, tinggal bagaimana mengarahkan konflik tersebut menjadi menarik dengan melihat aspek dramatiknya. Konflik yang dibangun tidak selalu berupa konflik emosional, namun konflik intelektual juga dapat menarik bagi dokumenter. Secara umum, ada tiga bentuk penuturan dalam dokumenter yaitu, secara kronologis, tematis, dan dialektis. Susunan penuturan narasi dalam film The Act of Killing berupa penuturan secara kronologis. Pada penuturan jenis ini, peristiwa dituturkan secara berurutan dari awal hingga akhir. Pada struktur ini, konstruksi alur kisah bergantung pada waktu. Meski ada adegan dalam film yang terputus tetapi susunanya akan  terjaga oleh urutan waktu. Struktur ini biasa dipakai dalam film dokumenter sejarah. Meski pada visualisasinya terlihat melompat-lompat, namun sebenarnya penuturan narasinya disampaikan secara beruntun (kronologis). Lompatan-lompatan dalam visualisasinya terjadi karena film ini merupakan rangkaian dari behind the scene pembuatan film Arsan&Aminah, yang digunakan sebagai stimuli bagi para narasumber untuk dapat menuturkan sekaligus mempraktikkan kejadian masa lalu mereka. Dalam penuturannya, Joshua Openheimmer ingin menunjukkan dua bentuk karakter yang dimiliki oleh Anwar Congo sebagai pelaku utama dalam film. Karakter Anwar Congo ketika di depan kamera memperlihatkan superioritas, yaitu memiliki kuasa atau kekuasaan lebih dari pihak yang lain.
C. Kesimpulan
Film The Act of Killing merupakan salah satu jenis film dokumenter yang menampilkan sisi kehidupan nyata seseorang. Melalui sebuah film, Joshua Oppenhaimer dapat menyuarakan suatu sisi lain sebuah fakta yang sulit dilakukan secara langsung maupun melalui media yang lain. Semakin besar kekuatan sebuah film semakin besar pula dampak yang diberikan. Salah satu kekuatan film The Act of Killing dibangun dengan kekuatan tokoh utama yang menjadi central film ini.
Tokoh Anwar Congo memiliki pembawaan karakter yang sangat kuat sehingga film ini terasa begitu kental menceritakan kehidupannya. Setiap penonton yang melihat film The Act of Killing akan merasakan masuk dalam kehidupan Anwar congo sehingga dapat merasakan alam pikiran dan perasaan yang menghampiri sang tokoh utama. Penonton digiring untuk memahami setiap alasan dan motivasi tokoh utama dari sisi dirinya sendiri. Penonton diajak memahami sisi lain tokoh yang sering dijadikan tersangka atas banyak kasus pembunuhan. Adegan demi adegan membangun sebuah scene dalam film yang mengagumkan hingga dapat membawa penonton masuk ke dalam dunia nyata dalam film diluar kenyataannya. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Karakter Anwar Congo adalah gambaran atas The Act of Killing (Jagal) itu sendiri. Penonton diberikan suguhan rangkaian adegan sosok yang harusnya dilihat sebagai seorang penjahat namun sutradara Joshua mengajak untuk melihat tokoh Anwar Congo sebagai manusia biasa yang bisa melakukan sebuah kesalahan kecil maupun besar dalam hidupnya dalam sebagai bingkai film The Act of Killing.