Bila Kasus merebut SHM dari tangan ketua Candra Naya berjalan begitu cepat, mengapa justru kasus penjualan HGB yang sudah di KPK dan disoroti seluruh masyarakat Indonesia jalannya sangat lambat, dan masyarakat senantiasa diberikan persepsi oleh pemimpin KPK bahwa Pembelian RS Sumber Waras tidak terindikasi pelanggaran hukum. Bukankah ini hanya siasat KPK untuk mengulur waktu agar tanggal jatuh tempo penyerahan tanah 17 Desember 2016 diliwati sambil mengharap Kartini Muljadi saat itu sudah bisa mendapatkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap bahwa tanah SHM yang direbutnya dari tangan Ketua Perhimpunan Sosial Candra Naya Bapak I Wayan Suparmin dimenangkannya.
Bila di jaman Orla, karya sosial Candra Naya demikian diangungkan masyarakat, alm Bapak Adam Malik pernah menjadi anggota fotograhy Candra naya, bahkan bagian seni dramanya pernah manggung di Istana dengan drama Mawar Hitam yang juga diperani oleh bapak Harry Tjan Silalahi dihadapan Bapak Presiden Soekarno dan keluarganya. Dijaman Orba, pada tahun 1968 status Rumah Sakitnya dijadikan Rumah Sakit Umun Pusat Wilayah Jakarta Barat, namun dijaman Reformasi, justru disaat Presidennya Bapak Jokowi yang sangat diandalkan mayoritas rakyat Indonesia dalam menegakkan Hukum, ternyata keadilan terasa begitu jauh khususnya yang dirasakan oleh Perkumpulan Sosial Candra Naya.
Kondisi Candra Naya persis seperti yang digambarkan oleh Bapak Lieus Sungkarisma, yang kutipannya sebagai berikut :
“Para pengurus perkumpulan Sing Ming Hui (Candra Naya) diduga ketakutan, sehingga tidak berani melawan saat aset mereka diperjualbelikan oleh Ketua Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKWS) Kartini Muljadi.
Sebab penjualan aset Sing Ming Hui melibatkan pengusaha kelas kakap yang terkait dengan Istana dan juga Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Dugaan itu disampaikan tokoh Tionghoa di Jakarta, Lius Sungkharisma saat ditanya Aktual.com mengapa pihak Sing Ming Hui (Candra Naya) seperti tak berdaya dengan penjualan aset mereka ke Pemprov DKI ataupun ke CKU sebelumnya.” Selengkapnya lihat di Kartini-Jan Darmadi-Ahok, Penyebab Bungkamnya Candranaya di Kasus Sumber Waras
Apakah betul sinyalamen yang sering kita temui di media, bahwa sekarang ini dibawah Presiden Jokowi, pengusaha lebih berkuasa dari penguasa?. Bila kita melihat kasus yang menimpa PSCN, sangat jelas pengusaha Konglomerat Wanita Kartini Muljadi dengan kekuasaan dan uangnya mampu mengatur aksi penindasannya terhadap I Wayan Suparmin, ketua PSCN dengan memanfaatkan instrument hukum di Negara ini, bahkan KPK pun tampaknya sudah berubah menjadi Komisi Perlindungan Koruptor.
Semoga bapak Presiden Jokowi dan segenap masyarakat yang masih mendambakan tegaknya keadilan di NKRI tercinta ini mau secara serius bersikap menentang segala ketidak adilan, membatasi kesewenang-wenangan dari konglomerat dalam merampas hak-hak rakyatnya. Dan tidak membiarkan Perhimpunan Sosial Candra Naya yang pada saat Republik ini berdiri sudah memainkan peranan yang sangat besar dalam membantu masyarakat yang kesusahan dan tertindas.
Bapak Ketua Perhimpunan Sosial Candra Naya, I Wayan Suparmin, adalah bukti nyata sebagai manusia langka yang mewarisi sikap para pendirinya, yaitu tidak bersedia melakukan persekongkolan dengan Kartini Muljadi dalam menguras asset kekayaan Candra Naya di RS Sumber Waras, Wayan lebih rela menanggung siksa derita di penjara dari pada menerima uang haram puluhan millyar yang ditawarkan pihak Kartini Muljadi. Bila saja Wayan menerima, maka hari ini bukan Rp.755M uang Pemprov hilang, melainkan Rp.1,9T (harga seluruh lahan seperti yang ditawarkan dalam iklan rumahdijual.com tanggal 11 Juli 2015) uang Pemprov DKI berpindah ke kantong Kartini Muljadi tanpa bisa BPK mempermasalahkannya!. Bukankah Ahok selalu mengatakan "ingin membeli semuanya"?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H