Akibat dari keuletan Bapak I Wayan Suparmin, investor banyak yang mundur dalam transaksi tersebut, karena meragukan keabsahan kepemilikan ibu Kartini Muljadi atas RS SW dan hanya pihak Pemprov yang akhirnya berani membeli separuh tanah (lahan HGB) dengan cara cash tunai Rp.755M yang dibayar Desember 2014, yang akhirnya menimbulkan heboh nasional.
Sebetulnya bukan keuletan saja tapi juga ketabahan Bapak I Wayan Suparmin dalam menghadapi tekanan pihak Kartini Muljadi yang dikenal sebagai Konglomerat Wanita Indonesia dan tokoh Hukum yang sangat disegani baik dalam maupun luar negeri.
Seandainya, Bapak I Wayan Suparmin lemah saat diancam atau disomasi pihak Kartini Muljadi, atau ikutan rakus dengan menerima uang dibawah tangan yang nilainya bermilyar-milyar, mungkin sudah lama rumah sakit tersebut menjadi milik investor Singapure atau Jepang. Atau sepenuhnya dibeli Pemprov DKI, sehingga BPK tidak punya alasan menuduh Pemprov membeli tanah kemahalan, karena bila kedua keping tanah tersebut disatukan, maka tampak mukanya sepenuhnya berhadapan dengan jalan Kyai Tapa yang memang harganya jauh lebih tinggi dari tanah dibelakang di jalan Tomang Utama. Dan publik sama sekali tidak akan tahu adanya penyimpangan yang dilakukan Pemprov dalam menghamburkan APBD DKI Triyunan Rupiah.
Karena berbagai cara yang dilakukan pihak Kartini Mulyadi sejak tahun 2004 telah gagal untuk mendapatkan sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Sin Ming Hui, maka terakhir pada 10 April 2015 Kartini Muljadi dengan ditemani bapak Azis Syamsudin petinggi Golkar, melaporkan Bapak I Wayan Suparmin ke polisi dengan tuduhan menggelapkan sertifikat yang notabena atas nama perkumpulan sosial Candra Naya yang dipimpinnya. Lihat di link ini Sengketa Warisan Candra Naya (2)
Kutipan dari link diatas :
“ Sementara ia mempertahankan sertifikat tanah itu, karena atas nama PSCN. “Kemudian Kartini Muljadi mendatangi Bareskrim Polri ditemani anggota Komisi III DPR RI Aziz Syamsudin. Itu seperti di-backuppejabat. Proses berjalannya kasus sendiri terhitung cepat. Kartini sendiri berusaha menyuap saya dengan menitipkan amplop kepada staf saya,” jelasnya.”
Karena pendamping Kartini Muljadi adalah pejabat besar dari partai besar, maka ini membuat pihak kepolisian maupun kejaksaan menaruh perhatian serius, yang artinya dalam tempo singkat I Wayan Suparmin sudah dipaksa harus tinggal di rumah tanahan. Dan sidang pengadilan digelar secara marathon dan penuh kejanggalan.
Pada tanggal 30 September 2015 Ketua hakim majelis PN Jakarta Barat bapak Mohd. Saleh Rasoen SH, MH dengan hakim anggota bapak Avrits SH, MH dan bapak Hari Tri Hadiyanto SH, MH, memvonis I Wayan Suparmin 1 tahun 6 bulan penjara.
Tampak sekali pihak Kartini Muljadi sedang mengejar putusan pengadilan agar secepatnya menjadi inkracht yaitu sebelum batas waktu janji akses jalan ke Pemprov berakhir pada tanggal 17 Desember 2016 (dua tahun dari tgl pelepasan HGB ke Pemprov tgl 17 Des 2014). Karena menurut berita, Kartini Muljadi telah menjajikan akses jalan keluar bagi tanah yang dibeli oleh Pemprov melalui tanah Hak Milik yang sertifikatnya masih ditangan I Wanyan Suparmin. Waktu dua tahun ini adalah waktu yang dimiliki oleh Kartini Muljadi untuk merebut sertifikat SHM tersebut, karena bila liwat masa 2 tahun tersebut masih belum juga berhasil direbut, atau masih dalam sengketa, artinya Kartini Muljadi gagal memenuhi perjanjiannya menyerahkan akses jalan ketanah yang baru dibeli pihak Pemprov DKI.
BPK atau KPK, sebenarnya bila ingin menuntaskan kasus pembelian RS Sumber Waras ini juga patut meneliti keabsahan Kartini Muljadi dalam penjualan lahan Yayasan Kesehatan Sumber Waras, dari mana hak nya diperoleh, apakah sudah sesuai dengan ketentuan hukum? Apakah betul seperti yang Ahok katakan di Media bahwa Kartini Muljadi mendapatkan haknya dari membeli RS Sakit tersebut? Dan terlebih lagi, bolehkan Pemprov membeli asset yang tidak memiliki akses jalan keluar, dan hanya memperoleh janji dari pihak penjual karena lokasi jalan akses keluar itu statusnya masih dalam sengketa pada saat Pemprov membeli tanah HGB itu?
Disamping itu patut juga diperiksa aparat hukum seperti Polisi, Jaksa dan Hakim baik dari PN, PT maupun Kasasi yang diperkirakan telah atau sedang bekerja keras memenuhi keinginan Kartini Muljadi yang sudah mengantongi uang sebesar Rp.755M dari Ahok agar tanah SHM milik PSCN segera berpindah ketangannya dengan putusan inkracht sebelum jatuh tempo perjanjiannya dengan Pemprov tentang pemakaian akses jalan diatas lahan SHM pada tanggal 17 Desember 2016.