Mohon tunggu...
bersiap
bersiap Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sihir Ahok dan Kewarasan Publik

22 Maret 2016   20:07 Diperbarui: 23 Maret 2016   06:57 1544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="ahok sihir"][/caption]

oleh D Y S

Calon perseorangan itu sudah ada sejak pemilukada dilahirkan tahun 2008. Tak ada yg spektakuler tentang itu, seolah2 itu adalah temuan baru abad ini. Peluang itu dibuka untuk melakukan kanalisasi sosial politik, sebagai alternatif di luar jalur kepartaian. Dasarnya adalah hak untuk memilih dan dipilih yg merupakan fundamen dari sistem demokrasi. Di negara lain, sama seperti di Indonesia sejak 2004 tak ada satupun kepala daerah yg menonjol berasal dari jalur perseorangan. Lihat saja hasil investigasi Majalah Mingguan Tempo tahun 2010. Sepuluh Kepala Daerah yg dianggap "berpreatasi" itu semuanya dari parpol. 7 diantaranya justru berasal dari PDI Perjuangan. Itu FAKTA!!

Lalu tiba2 di tahun 2016 ini lahirlah sebuah kampanye yang canggih, produk marketing politik yg luar biasa hebat. Apa itu???

Ahok tiba-tiba ditahbiskan jadi Nabi baru untuk membersihkan partai2 politik yg dianggap sudah sangat kotor dan tak punya harapan. Ahok, yg nota bene adalah semurni-murninya "binatang politik" itu tiba2 di-branding dan dipasarkan sebagai seorang suci dari tanah yg dijanjikan.

Dengan segala atribut kemuliaan yg tak dapat disanggah bahkan menyerupai kultus! Orang lupa, Ahok yg melompat2 bak Sun Go Kong dari satu partai ke partai lainnya tanpa jengah. Memburu satu jabatan menuju jabatan lainnya adalah mantra yg diharapkan mampu membersihkan politik dan partai politik.

Bayangkan hanya 18 bulan setelah menjabat Bupati di Bangka Belitung, dia mencoba peruntungan menjadi Gubernur dan kalah. Lalu dia mencoba lagi menjadi calon Gubernur Sumut, tanah kelahiran istrinya...gaga l. Dia kemudian mencoba peruntungan menjadi anggota DPR RI, berhasil! Tapi hanya dalam 2 tahun, dia melompat lagi menjadi Wakil Gubernur DKI.

Saya sungguh sulit mencerna, bagaimana seorang politisi yg sepanjang karirnya sibuk mengejar jabatan dan melakukan pengkhianatan demi pengkhianatan terhadap partai2 dan para pemilihnya..... bisa dipasarkan sebagai seorang Nabi dgn tugas maha berat, menyucikan politik yg "kotor". Saya bingung bagaimana seorang politisi yg terang benderang penganut machiavelian, bisa jadi sosok tanpa noda. Benarkah dia virus baik yg disuntikkan oleh takdir ke dalam peradaban kita?

Bagaimana bisa, orang yg tak bisa setia pada perkara-perkara kecil akan punya kemampuan untuk setia pada perkara-perkara besar?? Frase ini saya ambil dari kitab suci, bukan omongan saya!

Ahok adalah anti thesa terhadap politik transaksional, politik mahar dan kapitalisasi jabatan publik oleh parpol. Konon begitulah mantra yg coba dicekokkan ke dalam batang otak pemilih DKI dan publik Indonesia oleh para rasul marketing Ahok nan canggih. Thesis ini rontok oleh pernyataan Ahok sendiri, bhw Ahok tak pernah dimintai mahar oleh partai2 yg mengusungnya jadi wagub dan akhirnya Gubernur DKI. Premis bhw partai sering menekan kepala daerah utk kepentingan ekonomi juga rontok oleh fakta bhw selama jadi Gubernur, Ahok di back up penuh oleh PDIP dalam menjalankan pemerintahannya dan melawan para begal anggaran DPRD.

Ok lah, ada segelintir partai atau aparatus kotor yg suka mencari keuntungan pribadi dari kepala daerah. Oleh karena itu Ahok memilih jalan perseorangan agar dapat bertarung secara independen(gak mekuar uang utk pemenangan) dan nantinya juga independen (tidak diperas) dalam memerintah.

Kedua mantra di atas lagi2 memiliki kontradiksi. Beberapa hari ini Ahok dan Teman Ahok harus pontang panting menjelaskan tentang sumber pendanaannya. Terus terang saya punya banyak alasan utk meragukan bhw dana pergerakan pengumpulan KTP itu murni berasal dari penjualan kaos (Rp. 2 milyar) dan dari konsultan politik profesional (bayaran) sebesar Rp. 500 jt...yg lalu dibantah sendiri lagi. Saya meyakini bhw sumber2 pendanaan Ahok berasal dari para pengusaha raksasa yg kelak ingin mengambil manfaat dari kekuasaan Ahok. Dasar kecurigaan saya adalah dari pernyataan Ahok sendiri bhw dia sangat dekat dgn Agung Podomoro, konglomerat properti yg mendapat izin reklamasi pulau di utara Jakarta.

Apakah lalu Ahok kelak akan bisa independen dari partai2 politik, tentu saja tidak. Dia perlu parpol utk bisa memerintah dgn efektif, peran yg selama ini diambil oleh PDI Perjuangan tanpa ragu. Kontradiksinya, pada saat bersamaan Ahok getol memobilisasi kekuatan partai-partai politik. Jika ingin independen, untuk apa juga?

Lalu apa sebenernya yg terjadi? Benarkah ini murni uji coba politik yg sedang dimainkan oleh sebuah lembaga think tank warisan Orde Baru yg bernama CSIS? Pertanyaan ini wajar dilontarkan mengingat pentolan Teman Ahok yg lugu itu kabarnya sangat dekat dgn punggawa lembaga itu. Belum lagi fakta bhw CSIS lah yg pertama sekali mengeluarkan survey utk melegitimasi keinginan Teman Ahok agar dia maju dari jalur perseorangan?

Saya meyakini bhw Ahok hanyalah proxy dari sebuah permainan politik politik besar yg ingin merontokkan PDI Perjuangan sbg pemenang pemilu dan Ketua Umumnya yg merupakan mogul politik yg mustahil ditundukkan oleh para tikus pengerat kekuasaan dan sumber2 ekonomi. Merontokkan PDI Perjuangan adalah keharusan krn PDIP perjuangan terlalu teguh dgn ideologi nasionalisme kerakyakatan dan terlalu kaku untuk diajak berbagi rente ekonomi seperti partai lain. Partai ini terlalu asyik dengan dirinya saat yg lain sibuk berebut remah2 kekuasaan dan rente ekonomi. ABPN?? Itu mah mainan primitif dari politisi kampungan.

Pilkada DKI adalah tikungan sejarah bagi PDI Perjuangan dari sisi kekuatan elektoral. Publik sedang dirasuk sihir Ahok hingga, penjelasan yg melebihi satu tarikan nafas tak akan digubris. Ini zamannya "meme" dan 160 karakter adalah batas kewarasan publik.

Tapi benarkah ini hanya pertaruhan PDI Perjuangan belaka? Saya yakin tidak! Ini pertaruhan peradaban politik kita, pertaruhan rente ekonomi dan kekuasaan yg dampaknya jauh hingga ke generasi yg akan datang!

Berat kan, ciiiinnnnn???

Tarakan, 20 Maret 2016
 D Y S

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun