Mohon tunggu...
Berry Budiman
Berry Budiman Mohon Tunggu... lainnya -

Editor sastra, penulis, pengajar.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Ngalahin Jokowi

3 Juni 2018   14:35 Diperbarui: 3 Juni 2018   14:43 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dengan obsesi menjadi presiden yang tiba-tiba muncul setelah dipuja-puja alumni 212,  Gatot mulai beraksi. Ia perlu menunjukkan posisinya di mata masyarakat, khususnya kepada yang mendukungnya. Untuk menjadi presiden, ia harus melawan Jokowi. Untuk melawan Jokowi, ia harus sepaham dengan pihak yang tidak suka dengan Jokowi, dan ikut "menuduhkan" PKI kepada pemerintah. Tidak mengherankan jika strategi beginian dilakukan oleh seorang Panglima TNI bukan? Ceketer pun paham, kalau kamu mau menantang seseorang dalam politik, kamu mesti meraih dukungan dari orang-orang yang tidak suka dengannya. Politik itu tentang suara dan dukungan, dan cara termudah mendapatkan dukungan adalah dengan "mewakili" suara pendukung.

Ada yang ironik dari proses berpolitik seperti ini, bahwa masyarakat muslim menjadi alat politik yang paling disukai, mudah, dan efektif oleh para pengejar kekuasaan. Dengan mengaku diri sebagai "Islam" atau lebih Islam daripada lawannya, ia pun dengan percaya diri menganggap dirinya lebih pantas dipilih, dan "memaksa" pemilih muslim untuk menolak lawannya yang ia citrakan "tidak atau kurang Islam". Akhirnya, pemilih seperti lupa bahwa pilkada adalah tentang mencari pemimpin pemerintahan---mereka yang bekerja untuk rakyat---bukan mencari tokoh yang paling Islam di antara yang ada.

Melihat cikal bakal yang terang benderang begitu, maka tidaklah salah kalau kita menyebutkan bahwa strategi SARA masih menjadi primadona untuk dimainkan lagi oleh pihak yang akan melawan pemerintah---entah itu oposisi yang ada maupun yang baru ikut-ikutan. Apalagi baru-baru ini, Prabowo dan Amien Rais sudah menemui Rizieq Shihab, tokoh agama yang sangat berperan dalam menjatuhkan Ahok. Rizieq tidak dikenal sebagai tokoh agama yang santun, ia menggerakkan massa dengan menyiarkan kebencian dengan dasar agama. Memangnya ada berapa banyak kasus ujaran kebencian yang melibatkan Rizieg? Jadi, ini bukan asumsi, fakta yang bicara.

Tentang Wapres Prabowo

Saat menonton CNN subuh ini (via youtube), dibicarakan tentang peluang wapres bagi Prabowo yang sudah pasti maju menjadi presiden. Pertemuan di Mekah antara Prabowo, Amien Rais, dan Rizieq dianggap juga membicarakan tentang pemilihan wapres untuk Prabowo. Ya, apa pun bisa dibicarakan pada pertemuan tersebut.

Seperti yang disinggung di atas, saya lebih yakin bahwa fokus pertemuan itu adalah tentang strategi mengalahkan Jokowi. Kalau mau ketemu kan bisa saja di Indonesia, kenapa harus di Mekah? Karena ada Rizieq, dan ngapain repot-repot nemuin Rizieq kalau bukan membahas strategi politik yang akan melibatkan tokoh satu itu? Wacana Rizieq jadi capres memang sempat muncul dari alumni 212, tetapi Prabowo tidak mungkin menyerahkan posisinya untuk Rizieq. Posisi yang bisa diperebutkan Rizieq, PAN, dan PKS adalah wapres, dan Prabowo pasti tidak buru-buru memutuskan hal sensitif semacam itu. Ia perlu membaca situasi dan kekuatan terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan, apalagi jika dihadapkan pada posisi demikian.

Prabowo punya pilihan yang sulit antara orang PAN atau PKS. Sahabat-sahabatnya di PKS tentu akan sakit hati kalau Prabowo lagi-lagi memilih orang PAN sebagai wapres, padahal selama ini PKS lebih setia kepada Gerindra. Sementara itu dengan memilih PKS, tidak bisa menjamin meningkatnya elektabilitas Prabowo. Jika tidak antara kedua partai itu, maka Prabowo mesti mengambil orang baru yang punya peluang meningkatkan elektabilitas Prabowo dan orang itu sudah pasti bukan Rizieq. 

Wacana Rizieq capres/wapres hanyalah imajinasi yang menyenangkan untuk pendukungnya, tetapi tidak realistiis untuk dilakukan. Rizieq sudah pasti akan menghancurkan elektabilitas Prabowo kalau mereka dibikin berpasangan. Seperti pilkada Jakarta, Rizieq dan FPI kembali akan "digunakan" sebagai peraup suara dari umat muslim yang simpatik kepada mereka, penggiring opini, dan senjata penggerak massa.

Kalau mereka memang mau mengulang kemenangan Jakarta, Prabowo wajib mencari cawapres baru. Ia punya banyak pilihan jika mau mendengarkan usulan-usulan para pendukungnya di media sosial, seseorang itu mestilah bukan kader partai, berprestasi (lebih bagus jika pernah memimpin daerah), dan muda---paling tidak bukan angkatan orba. Kampanye hitam semata tidak akan bisa memenangkan Gerindra-PKS di Jakarta jika calon yang dimajukan bukan wajah baru, karena pemilih fanatik saja tidak cukup untuk memenangkan paslon. Tanpa calon alternatif yang memberikan "harapan baru" bagi pemilih, mudah saja bagi mereka untuk golput. Karena itu meski sudah susah payah pakai baju Mikie Mouse dan dolan ke pasar, wajah lama seperti Yusril tetap nggak laku.

Strategi politik yang diupayakan pihak oposisi sejatinya itu-itu saja sejak kalah Pilpres 2014, gimana ngalahin Jokowi? Semua cara mesti dicoba seperti halnya Prabowo yang menyerukan di pilgub Jakarta: kalau memilih Anies-Sandi, sama dengan Prabowo Presiden. Jadi tidak perlu heran kalau #2019gantipresiden tiba-tiba nyelip pula di pilgub Jabar. Kemenangan-kemenangan di daerah sudah direncanakan untuk membantu Prabowo dalam mengalahkan Jokowi.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun