Banyak yang mencibir tante satu ini bersikap genit karena kerap kali membuat gemas dan panas-dingin. Semua berharap dia bersikap tegas ketimbang terus menerus menggoda atau menjadi PHP (pemberi harapan palsu). Tapi hingga senin kemarin dia tetap bergeming dengan gayanya bahkan dia berargumen bahwa dia selama ini konsisten. Delapan belas kali pertemuan sudah lewat dia tetap konsisten bahwa sejak semula memang tidak ada rencana awal yang ditentukan dan semua diputuskan bila waktunya tiba, demikian yang dia katakan senin kemarin.
Tentu saja banyak yang mutung, uring-uringan dan mencibir bahwa ia bertingkah genit.
Memang kegerahan yang ditimbulkan dari sikap tante yang dinilai gamang tanpa kepastian ini memiliki efek yang dahsyat. Bapak-bapak sekelas Darmin Nasution atau Agus Martowardoyo tidak luput dibuat dag-dig-dug dari sikap tante satu ini. Setidaknya sebagai dampak multiplier effect.
Apa yang dituntut dari tante tersebut sebenarnya cuma sebuah kepastian. Apapun hasilnya. Sekalipun yang  diputuskannya mungkin menyakitkan tapi setelah itu bisa "move-on" biar waktu yang menyembuhkan. Seperti sebuah ungkapan: teganya dirimu yang memilih menggantungku hanya karena tidak bernyali untuk menembakku.
Keadaan yang tidak pasti menciptakan instabilitas dengan gerakan seperti yoyo yang naik turun. Yang mengikuti akan dengan mudah menjadi lelah, bingung dan frustasi.
Cuma tidak fair kalau kondisi meriang itu lantas digunakan untuk menyalahkan tante yang rambut peraknya dipotong pendek itu.
Seperti saat ini yang sudah jelas bahwa tidak akan ada keputusan berbeda dari sebelumnya setelah indikator menunjukkan hasil yang jauh dari harapan. Tapi tetap saja kontraksi yang bergerak laksana roller coaster terjadi.
Yellen, si tante ini, tentu tidak bisa disalahkan ketika harga minyak kemarin merosot lebih dari 2% setelah naik secara significant sejak minggu lalu. Berubah-ubahnya portfolio para manajer investasilah yang membuat pasar gonjang-ganjing seperti yoyo.Â
Dari kemarin-kemarin sudah jelas indikasinya bahwa ekonomi US belum seperti yang diharapkan ketika data ketenagakerjaan menunjukkan angka yang mengecewakan. Alhasil The Fed jelas tidak mungkin menaikkan suku bunga, tapi di saat yang sama ada Brexit yang pooling terakhir mensinyalkan dukungan kepada pemerintah Inggris untuk meninggalkan EU pada referendum yang akan berlangsung tidak lama lagi. Maka yang terjadi adalah merosotnya nilai-nilai mata uang Eropa karena kekhawatiran dari implikasi keluarnya Inggris dari EU. Aksi buang mata uang Eropa inilah yang menyebabkan permintaan terhadap US dollar meningkat dan mengangkat harga mata uang tersebut di pasar mata uang. Bahkan harga minyak yang sedang dalam trend naik pun terpaksa terdiskon terhadap kenaikan harga mata uang tersebut.
Jadi US dollar saat ini menguat bukan karena tante Yellen, alias US dollar tidak mencerminkan perbaikan ekonomi Amerika tapi semata-mata karena permintaan yang meningkat setelah banyak yang menkonversi mata uang Eropa ke US dollar. Perlu diingat bahwa Brexit berpengaruh pada dua mata uang yang diakui sebagai mata uang perdagangan internasional, yaitu Poundsterling dan Euro.
Tanggal 14-15 Juni besok Yellen akan kembali bertemu dengan kolega beliau dan hasil pertemuan tersebut sudah bisa diprediksi. Kali ini pooling Brexit lah yang membuat ekonomi dunia meriang. Apapun yang menjadi hasil akhir dari Brexit, kontraksi tetap akan terjadi walau bersifat sementara, selanjutnya diperlukan kalkulasi nyata dari hasil keputusan tersebut baik terhadap ekonomi Inggris raya, Eropa dan secara global.
Di era globalisasi seperti saat sekarang, perekonomian internasional sangatlah dinamis. Walaupun ukurannya tetap akan tetapi takaran konversi satuan pengukurnya terus berubah secara dinamis karena masing-masing memiliki nilai dan harga sendiri-sendiri yang juga terus berubah. Misalnya 1 kg emas berharga 1 US dollar, dan 1 US dollar berharga 1 GBP dan 1 GBP berharga 1 Yen. Ketika misalkan di Jepang terjadi gempa bumi yang menyebabkan total produksinya secara nasional merosot hal ini akan tercermin dari nilai Yen yang menurun sehingga 1 GBP bukan lagi 1 Yen tetapi menjadi 2 Yen. Otomatis para pemegang Yen akan segera mengkonversi mata uang Yen nya pada mata uang lain demi menyelamatkan nilai assetnya. Caranya dengan membeli emas, US dollar atau GBP. Akibatnya dipasar terjadi permintaan tambahan terhadap ketiganya dan over supply terhadap yen yang dijual. Mungkin Yen akan merosot lebih dari 2 Yen per GBP karena pasar yang panik membuat orang menjual Yen secara berlebihan sementara 1 GBP pun tidak lagi akan sama dengan 1 USD dan 1 kg emas, karena titik equilibrium permintaan dan penawaran dari masing-masing sudah berubah.
Itulah sebabnya Yellen yang dikatakan genit itu selalu berhati-hati dalam membuat pernyataan apalagi memutuskan, karena sebagai ekonom ia sangat tahu  bahwasannya bahkan sekedar gayanya menyibakkan rambutpun bisa menimbulkan efek kolosal pada perekonomian dunia bila salah dimengerti, yang bagaimanapun pada akhirnya akan berakibat juga pada perekonomian Amerika Serikat sendiri. Yellen bukannya genit tapi ia berhati-hati. Ia pun tidak berniat menggoda siapapun walau banyak yang meriang sampai mimpi-mimpi mendengarkannya berpidato tentang kenaikan suku bunga.
Yang jelas walaupun tetap meriang tapi kali ini Darmin Nasution ataupun Agus Martowadoyo tidak akan memimpikan Yellen. Yakin 100%
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H