Mohon tunggu...
Berny Satria
Berny Satria Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis bangsa

Bangsa yang Besar adalah yang berani berkorban bagi generasi berikutnya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sapu Lidi Penggebuk Koruptif

26 Mei 2023   22:40 Diperbarui: 26 Mei 2023   22:58 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan sistim multipartai ini, para pejabat yang ada di badan Eksekutif, Legislatif, hingga Yudikatif, memiliki tugas dari partainya untuk bisa mengumpulkan bahan bakar bagi pemilu selanjutnya untuk dimenangkan, dan juga bagi berbagai kepentingan partainya dalam meraih hati rakyat.

Dilain sisi, para pejabat tadi juga harus menunaikan janji kepada para donaturnya ketika Pilkada dan Pemilu. Apakah janji politik, maupun yang berbau komersial kekuasaan. Yakni peluang komersial karena terbukanya jalan monopoli proyek sehingga dapat menguasai berbagai sumber daya alam untuk Dikomersialkan. Apakah di bidang pertambangan, perikanan, pertanian, kelautan, dan bidang-bidang lain yang ada di negara ini.

Disebabkan tuntutan tadi, dan si pejabat menggunakan mantera Aji Mumpung, mumpung memegang kekuasaan dan mampu merekayasa untuk kepentingan pribadi, maka terjadilah aksi pencurian dengan menyalahgunakan jabatannya untuk meraup peluang berduit yang ada di bawah kekuasaan nya.

Ibarat Kucing yang sudah punya kuku runcing dan taring tajam, di depannya ada sekelompok ikan yang digeletakan begitu saja. Walhasil, berubah lah si penjabat yang sebelumnya memakai batik Solo kelas wahid menjadi rompi oranye bertuliskan TAHANAN KPK.

Dari masa ke masa rezim berganti, rompi oranye selalu menjadi sajian berbuah umpatan dan nyinyir rakyat ketika ditayangkan di berbagai media akan berita penangkapannya.

Sistim multipartai yang menghasilkan pejabat-pejabat koruptif disebabkan karena seluruh pembiayaan alur demokrasi dimulai dari kampanye dan atributnya, pelicin, serangan fajar, pilkada, pemilu, pembiayaan nya diserahkan kepada partai-partai itu sendiri untuk mengusahakannya. Sangat minim dukungan finansial pemerintah bagi partai-partai untuk membiayai berbagai kegiatan demokrasi.

Akibatnya partai-partai akan berjibaku untuk mendapatkan pembiayaan alur demokrasi agar dapat terlaksana. Jika tidak terpenuhi, maka mereka seperti mobil Ferrari terbaru yang tidak memiliki bahan bakar untuk melaju.

Selama sistim keuangan partai belum diatur oleh pemerintah sebagai eksekutif negara, maka akan terus lahir pemakai jaket oranye baru tiap masanya.

Pertanyaannya, apakah pemerintah tidak menyadari sumber dari kesalahan korupsi ini? Apakah kurang para ahli tata negara di pemerintahan untuk memberi masukan kepada kepala negara dalam rangka menghindarkan hal ini terjadi?
Saya yakin, Pemerintah sangat tahu dan sudah memiliki jawaban untuk menangkalnya.

Namun karena mereka juga tergadaikan dan terpenjara oleh tugas dan kewajiban yang diharuskan oleh partai dimana mereka berada, solusi yang ditawarkan akan menjadi ikan mentah yang harus ditangkap, dikejar, dan diolah lagi hingga siap disajikan.

Kita dipertontonkan bagaimana timpangnya sistem aturan main dalam lembaga Legislatif ketika seorang anggota DPR Menjawab permintaan Menkopolhukam untuk disahkannya undang-undang Sita aset bagi para koruptor:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun