Syahril Sayuti lahir pada tanggal 24 Mei 1961 di sebuah kota yang berada di provinsi Riau, yaitu tepatnya Pekanbaru. Terlahir dari sebuah keluarga yang kurang beruntung dari segi ekonomi yang dimana ayah dari Syahril Sayuti merupakan seseorang yang bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di latar belakangi keluarga yang kurang beruntung, ayah Syahril Sayuti selalu menanamkan rasa harga diri yang luar biasa. Ayah dari Syahril selalu berpesan kepada anak-anaknya “Kalo ayah seperti ini, kalian jangan sampai seperti ini”. Meski hanya menempuh jenjang pendidikan hingga sekolah dasar, ayah dari Syahril selalu mendidik anak-anaknya untuk menjadi seseorang yang ketika bekerja menggunakan otak bukan hanya menggunakan tenaga.
Meski hidup dalam keterbatasan ekonomi, peran orang tua bagi Syahril merupakan hal yang terpenting dalam pembentukan karakter dirinya, memiliki rasa sabar seperti ibu, dan pekerja keras seperti ayah. Karakter yang terbentuk membawa Syahril kedalam rasa penasaran akan segala hal sedari ia kecil.
Bermula sejak ia masih menempuh sekolah dasar Syahril memiliki ketertarikan terhadap hal-hal luar biasa, seperti halnya saat ia berkunjung kerumah salah satu tetangganya, pada saat itu ia pertama kali melihat betapa hebatnya orang-orang membangun jembatan, kali pertama itu juga ia merasa memiliki ketertarikan terhadap siapa, dan bagaimana orang tersebut hingga dapat membangun jembatan tersebut. Dari sejak itu lah ia mengetahui bahwa seseorang yang dapat membangun jembatan tersebut merupakan orang yang telah menempuh bangku pendidikan hingga mendapatkan gelar insinyur, dengan rasa penasaran yang begitu besar akan hal tersebut membuat ia semakin ingin mengetahui informasi lebih dalam mengenai gelar insinyur tersebut dapat digapai ketika sekolah dimana. Dengan rasa penasaran yang begitu besar, Syahril menemukan seseorang yang dapat menjawab rasa kaingintahuan mengenai jalan untuk mendapatkan gelar insinyur, yang dimana orang tersebut memberi tahu bahwa gelar insinyur bisa di dapat dengan cara bersekolah di Bandung yaitu di ITB Bandung. Setelah mengetahui hal tersebut Syahril termotivasi untuk bisa mendapatkan gelar tersebut.
Dengan keterbatasan ekonomi membuat sang ayah hanya mampu membelikan buku secara terbatas, yang dimana buku tersebut adalah buku matematika dan fisika, dengan begitu bukan berarti buku yang lain tidak penting, akan tetapi sang ayah mengedepankan pelajaran apa yang diminati oleh Syahril. Selain dukungan dari sang ayah terhadap minat Syahril kepada mata pelajaran Fisika, Syahril mendapatkan dukungan secara tidak langsung dari guru fisika, yang dimana pada saat itu guru tersebut menjadi pelanggan setia saat Syahril berjualan stiker.
Pada tahun 1980 tepatnya setelah kelulusan SMA, Syahril besama lebih dari 20 orang yang berasal dari kota yang sama berangkat menuju Kota Bandung untuk mengikuti test memasuki perguruan tinggi. Dengan status ekonomi yang sangat minim, Syahril berangkat bermodalkan nekad tanpa adanya kepastian akan lulus ke salah satu kampus di Bandung, namun Syahril tetap mengambil langkah besar tersebut demi menggapai cita-citanya yang membuat Syahril dapat lebih fokus untuk mengerjar mimpinya. Disaat teman-temannya keluar untuk jalan-jalan Syahril lebih memilih diam dirumah dan mengerjakan soal latihan, dimana dalam satu hari Syahril mampu mengejarkan lebih dari 100 soal fisika dan matematika. Pada saat itu Syahril mengikuti 3 test di 3 kampus yang berbeda diantarnya ITB, Politeknik Mekanik Swiss (Polman), dan ITT (STT). Usaha tidak menghianati hasil, Syaril berhasil lulus dari ketiga kampus tersebut, pada akhirnya Syahril mengambil keputuan untuk masuk ke ITB karena selain pada saat itu ITB dianggap lebih baik, ITB juga merupakan kampus yang memiliki biaya paling rendah.
Berbeda dengan cita-citanya semasa kecil, begitu masuk ITB Syahril memilih untuk masuk di jurusan teknik mesin. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh kondisi semasa SMA yang mana Syahril beserta kakaknya hidup terpisah dengan orang tua dan mereka memutuskan membuka bengkel. Niat membesarkan bengkel itulah yang membuat Syahril lebih memilih untuk masuk di jurusan Teknik mesin dibandingkan Teknik sipil.
Syahril memiliki seorang teman yang mengajarkan prinsip berharga tentang pengelolaan sumber daya dan penentuan target. Prinsip tersebut menjadi panduan dalam banyak aspek kehidupannya. Temannya berkata, “Ketika kita memiliki sumber daya yang sangat cukup, buatlah target tertinggi dan usahakan mencapainya. Namun, ketika sumber daya terbatas, fokuslah pada apa yang bisa dilakukan, bukan sekedar apa yang diinginkan. Dengan sumber daya yang terbatas, maksimalkan potensi yang ada untuk mencapai hasil terbaik.” Prinsip ini sangat membekas bagi Syahril dan sering ia terapkan, terutama ketika menghadapi tantangan dalam proses hidupnya.
Syahril juga memahami bahwa dalam hidup selalu ada tantangan dan kegagalan. Baginya, setiap kegagalan menjadi pelajaran berharga. Ia percaya bahwa kunci untuk menghadapi kegagalan adalah sikap realistis dan introspeksi. “Ketika kita gagal, penting untuk mengakui kegagalan itu dan mencari tahu di mana kesalahan kita. Ia meyakini bahwa menyalahkan orang lain hanya akan membuat kita gagal melihat kekurangan diri sendiri. Sebaliknya, dengan mengakui kelemahan, kita bisa memperbaiki diri dan bangkit lebih kuat. Prinsip ini menjadi panduan Syahril dalam mengelola tantangan sepanjang perjalanan hidupnya.
Syahril memiliki pandangan yang sangat realistis terhadap kegagalan. Baginya, kegagalan adalah momen penting untuk introspeksi dan belajar. Ia percaya bahwa langkah pertama yang harus diambil saat gagal adalah mengakui kegagalan itu sendiri. Menurutnya, menyalahkan orang lain atas kegagalan hanya akan membuat kita kehilangan kesempatan untuk memahami kelemahan kita sendiri. “Kalau kita melihat kegagalan sebagai hasil dari tindakan orang lain, kita tidak akan pernah tahu di mana kesalahan kita. Orang lain memang mungkin berperan dalam kegagalan kita, tapi kenapa mereka bisa membuat kita gagal? Itu pasti karena ada celah dalam diri kita”, prinsip tersebut selalu tertanam dalam diri Syahril selama mencapai target impiannya.
Syahril meyakini bahwa sekuat apa pun seseorang mencoba menjatuhkan kita, jika kita kuat, mereka tidak akan berhasil. Oleh karena itu, penting untuk mencari sumber kelemahan dalam diri sendiri dan memperbaikinya, bukan menyalahkan orang lain. Dengan cara ini, kegagalan menjadi batu loncatan untuk perbaikan diri dan bukan penghalang untuk maju.
Selama berkarier sebagai dosen, terdapat momen-momen yang menjadi kebanggaan tersendiri bagi Syahril. Ia merasa bahwa perjalanan kariernya, terutama dalam bidang akademik dan manajemen, telah membawanya melewati berbagai tingkatan jabatan struktural yang memberikan kepuasan batin. Syahril pernah menjabat sebagai sekretaris jurusan dan kemudian menjadi ketua jurusan Teknik Mesin. Dalam peran ini, ia menunjukkan dedikasi yang luar biasa untuk mengembangkan jurusan dan mendukung rekan-rekan sejawatnya.