Mohon tunggu...
Bernard Kaligis and Associates
Bernard Kaligis and Associates Mohon Tunggu... Pengacara - Bernard Kaligis and Associates

It's started with a service

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Motif Asmara atau Kehormatan Keluarga, Apakah Hal Tersebut Dapat Menjustifikasi Pembunuhan dan Menjadi Faktor yang Meringankan?

5 September 2022   17:30 Diperbarui: 5 September 2022   17:31 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"There are crimes of passion and crimes of logic.
The boundary between them is not clearly defined." --- Albert Camus

Sedang ramai diberitakan di berbagai media massa jika Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) akan membuka kembali penyidikan kasus pelecehan yang sudah dihentikan oleh Polisi. Dalam setiap pemberitaan, KOMNAS HAM menyimpulkan ada dugaan kuat kekerasan seksual telah terjadi sehingga menjadi pemicu dilakukannya pembunuhan. Keengganan korban untuk melaporkan kasusnya sedari awal dikarenakan rasa malu serta korban cenderung menyalahkan diri sendiri, membuat korban tidak berani untuk memberikan keterangan yang sebenarnya.

Namun pertanyaan yang muncul kemudian adalah: Apakah suatu tindakan pembunuhan yang didasari pada motif asmara demi menjaga kehormatan keluarga dapat menjustifikasi, membenarkan, atau meringankan tindakan pembunuhan yang dilakukan? Dan apakah hal tersebut dapat menjadi faktor yang meringankan? Guna menjawab pertanyaan tersebut, penting untuk diketahui terlebih dahulu peraturan hukum Indonesia mengenai Pembunuhan.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat 3 jenis pembunuhan, yaitu:

1. Pembunuhan biasa

Berdasarkan Pasal 338 KUHP, diatur bahwa barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan penjara paling lama lima belas tahun.

2. Pembunuhan dengan pemberatan

Berdasarkan Pasal 339 KUHP, diatur bahwa pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu tindak pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana bila tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.

3. Pembunuhan berencana

Berdasarkan Pasal 340 KUHP, diatur bahwa barang siapa dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.

Adapun dalam peraturan hukum pidana yang berlaku di Amerika Serikat (United States Federal Criminal Law), pembunuhan di klasifikasikan menjadi beberapa kategori, yakni:

Murder: Pembunuhan yang menyebabkan kematian orang lain (causing the death of another with malice aforethought)

(i) First degree murder 

Pembunuhan yang dilakukan dengan maksud atau niat untuk membunuh orang tersebut serta terdapat perencanaan dan pertimbangan untuk membunuh (any intentional killing committed with premeditation and deliberation).

 (ii) Second degree murder 

Pembunuhan yang dilakukan dengan maksud atau niat namun tidak direncanakan terlebih dahulu (all other intentional murders, but not premeditated). (Kip Cornwell, 2022)

Selain klasifikasi diatas, dalam peraturan hukum di Amerika Serikat juga mengenal istilah "Voluntary Manslaughter" dan "Involuntary Manslaughter".

Dalam kesempatan kali ini, Penulis akan membahas lebih spesifik terkait "Voluntary Manslaughter" atau yang dikenal juga dengan istilah "Crime of Passion". Meskipun sama-sama tidak ada perencanaan sebelumnya, namun sebenarnya pembunuhan dengan motif voluntary manslaughter atau crime of passion dilakukan secara spontan karena "lonjakan emosi" yang diakibatkan oleh adanya provokasi (a killing committed intentionally in the heat of passion (passionate killing) upon adequate provocation) (Jakson White Attoneys at Law, 2022). Crime of Passion atau Voluntary Manslaughter merupakan istilah yang muncul pada abad ke 19 di Perancis dan kemudian berkembang serta banyak diaplikasikan melalui sistem hukum Amerika Serikat.

 

Adapun definisi "Crime of Passion", menurut Alm. Prof. Dr. Marjono Reksodipuro, mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, adalah suatu ledakan kemarahan yang membabi buta karena merasa terhina dan cemburu, yang membuat pelaku membunuh dan/atau menganiaya berat. Tindakan ini umumnya berlangsung secara spontan, tidak terorganisir dan tidak terencana. Sedangkan berdasarkan pendapat Kriminolog dari Universitas Indonesia yaitu Prof. Dr. Ronny Niti Baskoro, Crime of Passion dipicu oleh unsur ketakutan seseorang bahwa ia akan kehilangan perannya dalam sebuah hubungan, karena pasangannya terancam hilang. (Windoro Adi, 2022)

Sistem hukum pidana di Indonesia sendiri belum mengatur secara spesifik mengenai pembunuhan yang didasarkan oleh Crime of Passion, sehingga para pelaku pembunuhan umumnya akan terjerat Pasal 338 KUHP. Berdasarkan ketentuan Bagian 210.3 dari Model Penal Code, Crime of Passion terjadi ketika pembunuhan dilakukan dibawah pengaruh gangguan psikologis atau mental yang ekstrim yang ada penjelasan atau pembenaran yang dapat diterima.

Cornell Law School menyatakan bahwa Crime of Passion tidak dapat dijadikan sebagai sebuah alasan pembenar atas pembunuhan, namun dapat berfungsi sebagai sebuah alasan pemaaf yang dapat menurunkan hukuman pidana seseorang. Pembelaan berlandaskan "provokasi" tersebut berperan untuk menentukan reaksi-reaksi tertentu yang dapat diprovokasi secara spontan tanpa memberi seseorang kesempatan untuk memikir terlebih dahulu tindakannya. (Cornell Law Scholl, 2022)

Suatu tindakan dapat dikatakan sebagai Crime of Passion atau Voluntary Manslaughter apabila telah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut : (Kip Cornwell, 2022)

1. Provokasi harus dapat membangkitkan emosi akibat nafsu yang kuat secara tiba-tiba dalam pikiran orang rasional (the provocation must be objectively adequate, which means it would arouse a sudden and intense passion in the mind of reasonable person)

Bahwa sang pelaku menemukan pasangannya sedang bermesraan dengan orang lain, kita sebut saja orang ketiga, atau pelaku menemukan pasangannya sedang diserang atau dipukuli, maka timbul lonjakan emosi atau amarah yang secara tiba-tiba muncul, padahal sebelumnya pelaku sedang dalam kondisi netral atau Bahagia.

2. Pelaku benar-benar terprovokasi (the defendant was actually provoked)

Bahwa ketika pelaku menemukan pasangannya sedang bermesraan dengan orang ketiga tersebut, justru si pasangan dari pelaku malah membela atau mencoba meredakan emosi dari si pelaku yang berusaha untuk menyakiti hingga membunuh si orang ketiga tersebut. Adapun pelaku terprovokasi karena merasa harga diri, martabat dan orang yang dikasihinya terancam.

3. Pelaku tidak memiliki waktu yang cukup untuk menenangkan diri (the defendant did not have time to cool off)

 Bahwa saat lonjakan emosi tersebut sedang pada puncak-puncaknya, sang pelaku yang sedang dikuasai emosi, secara tidak sadar mulai "membabi buta" dan mengambil benda apapun yang ada padanya atau yang ada disekitarnya yang dapat digunakan untuk menyerang orang ketiga tersebut, hingga pada akhirnya mengakhiri nyawa orang tersebut.

4. Pelaku sebenarnya tidak dapat menenangkan diri antara saat terjadinya provokasi dan kejadian pembunuhan (the defendant did not actually cool off between the provocation and the killing)

Bahwa pada momen dimana sang pelaku terprovokasi dan kemudian mengakhiri nyawa orang ketiga tersebut, pelaku masih dalam keadaan diluar akal sehatnya atau belum dapat berpikir secara rasional.

Berikutnya, apakah tindakan seseorang yang termasuk ke dalam crime of passion atau voluntary manslaughter dapat menjadi suatu alasan yang meringankan bagi sang pelaku? Berdasarkan US Law, Crime of Passion ini dapat digunakan sebagai legal defense untuk mengurangi masa hukuman penjara dan bahkan menghilangkan hukuman mati bagi pelakunya apabila terbukti:

  1. Pelaku tidak akan bertindak seperti itu dalam keadaan normal, karena pembunuhan yang telah dilakukan berdasarkan peristiwa yang sangat spesifik.
  2. Pelaku tidak punya waktu untuk memikirkannya atau telah ditunjukkan bahwa tidak ada niat untuk membunuh dan tidak ada perencanaan sebelumnya. (Jerome Paun, 2022)

Kembali kepada pembahasan berita yang sedang ramai di berbagai media massa, suatu tindakan pembunuhan yang didasari pada motif asmara demi menjaga kehormatan keluarga mungkin dapat menjustifikasi atau membenarkan tindakan pembunuhan yang dilakukan. Hal tersebut dapat menjadi faktor pertimbangan yang meringankan, apabila pelaku melakukan tindakan pembunuhan secara spontan tepat di waktu peristiwa sedang terjadi, dikarenakan pelaku tidak dapat berpikir secara rasional dan tidak memiliki waktu untuk menenangkan diri.

Sebaliknya, apabila terdapat jeda waktu yang cukup bagi pelaku untuk memikirkan perbuatan yang akan dilakukannya secara rasional, ditambah lagi pelaku tidak melihat secara langsung, maka hal ini tidak tergolong dalam kategori pembunuhan crime of passion atau voluntary manslaughter, melainkan pembunuhan biasa. Dalam praktek hukum pidana tindakan pelaku masuk ke dalam pembunuhan berencana sesuai ketentuan Pasal 340 KUHP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun