Mohon tunggu...
Bernadette Beta
Bernadette Beta Mohon Tunggu... Fasilitator -

menyiapkan tulisan sebagai warisan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

11 Jam Lebih Menuju Ruteng

11 November 2015   17:11 Diperbarui: 13 November 2015   09:00 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Satu hal yang juga menarik perhatian saya adalah bangunan yang terpisah dari rumah adat Bena. Meskipun dinding bangunan terbuat dari kayu dan juga beratap ijuk seperti rumah adat Bena, tetapi lantai bangunan ini bersemen.    

Bangunan ini  ternyata adalah toilet umum yang disediakan untuk para tamu, terutama turis asing yang sering menginap di rumah penduduk desa Bena. Begitulah rupayanya masyarkat desa Bena ini bisa menerima hal yang modern, tetapi mereka sendiri tetap teguh menjalankan dan menjaga warisan budaya mereka.

 

Kalau ke desa Bena jangan lupa untuk terus berjalan sampai di tepi paling atas tepat di ujung tertinggi desa ini. Dari situ akan terlihat rentetan gunung, bukit, jurang dan lautan bersatu menjadi sebuah panorama mengagumkan. Di atas ini  penduduk desa Bena yang mayoritas beragama Katolik membangun gua kecil tempat berdevosi kepada bunda Maria.

 

Mengingat bahwa target malam ini harus ada di kota Ruteng, saya tidak bisa berlama lama di desa Bena.  Kembali lagi seperti kemarin  malam, saya tahu akan melalui jalan sepi yang gelap  karena dari desa Bena saja sudah pukul 6 sore. Jalan di Flores memang rata-rata sepi dan gelap. Penerangan hanya dari  lampu jalan yang jaraknya amat berjauhan. Jarang ada tukang tambal ban atau bengkel seperti di jalan antar kota di pulau Jawa.

Jarang pula ada warung apalagi restauran. Sudah 2 jam dari desa  Bena dan perut sudah sangat lapar tetapi belum terlihat warung. Baru kemudian di Aimere ada warung yang masih buka, warung nasi padang, satu satunya pilihan. Tidak seperti di warung padang langgangan saya di Bogor, tidak banyak pilihan masakan di warung padang ini. Tidak ada perkedel dan ikan kembung favorit saya. Akhirnya saya makan dengan ikan dan sayur singkong. Ikan yang saya pikir adalah ikan tongkol, ternyata ikan tuna. Habitat ikan tuna memang banyak terdapat di laut Flores.

Makan malam hari itu saya tutup dengan segelas teh manis dan segera sesudahnya kembali menyusuri jalan yang gelap. Hampir pukul 12 malam saya baru sampai di Ruteng yang dingin. Artinya, 11 jam lebih saya di jalan, dari Ende ke Ruteng. Melelahkan tapi menyenangkan. Saya tetap bersyukur.

Tulisan pertama tentang Flores

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun