Mohon tunggu...
BERNADETTA BUNGA REVANA E
BERNADETTA BUNGA REVANA E Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Sedang menempuh pendidikan SMA

Pencinta seni dan penggemar musik pop. Saya adalah Siswa SMA Stella Duce 2. Selamat membaca!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jangan Khawatir, Kita Pasti Bisa

24 Januari 2024   19:00 Diperbarui: 31 Januari 2024   11:39 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

         Ini adalah kisah tentang dinamika kami menuju momen dalam panggung aksi hebat yang merangkul semangat dan kebersamaan diantara kami. Namun, dibalik melodi harmonis itu, banyak tantangan yang menguji hubungan dan solidaritas diantara kami. Kami melalui berbagai tahapan hingga berbulan-bulan yang meruntuhkan energi kami hingga kelelahan. Suasana dalam kelas yang terkadang damai, namun juga riuh. Sebagian dari anak kelas kita yang berwatak keras seperti batu, sehingga solidaritas kami semua tidak begitu rekat.  

          Dalam berbagai proses hingga latihan berbulan-bulan, pasti selalu ada masalah yang memperumit perjalanan kami. Beberapa adalah konflik perbedaan pendapat, kesalahpahaman, dan konflik yang sering terjadi di kelas yaitu banyak kelompok pertemanan atau yang biasa disebut geng-gengan. 

          Dalam satu kelas terdapat banyak sekali kelompok pertemanan, bahkan kelompok-kelompok tersebut memiliki karakter masing-masing. Ada kelompok pertemanan yang isinya adalah anak-anak pendiam atau introvert, suka menggibah, kelompok pertemanan yang isinya anak-anak disiplin dan pintar, dan ada yang nakal atau suka buat keributan di kelas.

          Dalam merancang pertunjukan ini kami memiliki sutradara dan yang bertanggung jawab dalam mengatur kami semua, dia adalah Calista. Dia seseorang yang genit, namun juga galak pada situasi tertentu. Ketika latihan berlangsung, kami semua sangat sulit diatur, bahkan ada yang dengan santainya bermain handphone, tiduran di lantai, bahkan kabur ke toilet. Hingga kebiasaan tersebut terulang-ulang dan mengikis kesabaran Calista. 

          "Aku sebenarnya capek ngatur kalian sebanyak ini dan seenaknya sendiri! Kita itu satu tim, harusnya bisa lebih kooperatif dong! Aku butuh kalian untuk lebih mengerti aku." 

          Dengan nada tegas Calista berbicara di depan mereka semua dengan suasana hening menyelimuti mereka. Si penebar kekacauan pun mulai bergerak dan menyulut ketegangan suasana, ia adalah Mikhael. 

        "Tuhh, kasian Calista kan, kok kalian pada asik sendiri sih, nanti kena marah lagi lohh..." Sulut Mikhael dengan penuh percaya diri tanpa memikirkan suasana yang sedang terjadi. 

          Karena situasi semakin keruh, akhirnya guru memberi kami istirahat sejenak. Cynthia, Diana, Rafaela, dan Bella berdiskusi tentang masalah yang sebelumnya terjadi. Mereka mencoba menjauh dari kelas supaya tidak terdengar oleh teman-teman, khususnya Calista dan Mikhael. 

          "Mikhael tuh tadi manas-manasin Calista, jadinya emosinya gak reda-reda." kata Cynthia yang memperhatikan keadaan di dalam kelas.

          "Iya, bener, yang bikin suasana jadi tambah panas tuh si Mikhael." Sahut Rafaela. Mereka berusaha mencari solusi dan ingin mendamaikan suasana kelas. 

          Waktu istirahat pun selesai, kami semua berkumpul di dalam kelas untuk melanjutkan latihan. Karena mengingat kejadian tadi, Cynthia pun turun tangan untuk ikut mengatur teman-teman.

         "Temen-temen, tolong didengerin ya kata Calista, mau gimana pun dia udah bantu kita untuk buat pertunjukan kita ini yang paling oke." Pada saat itu teman-teman memang menghargai dan mengikuti arahan Cynthia dan Calista. 

          Kami dibagi menjadi beberapa panitia, seperti sutradara, stage manager, tim perlengkapan, dan sebagainya, serta yang bertugas untuk ikut berperan dalam drama dan menari. Calista sudah menyiapkan naskah dan para pemain drama pun mulai menghapalkan naskahnya. 

         "Waduhh, dialog ku panjang bangett, pusing akuu..." Kata Nielson.

         "Yang sabar yaa, makanya jadi rakyat aja, gausah sok-sokan paling bagus waktu casting kemarin, jadi kena pemeran utama kan." Jawab Vincent. 

         Nielson ingin mengundurkan diri dari peran utamanya itu, namun dengan terpaksa ia tetap harus menerima menjadi pemeran seorang raja, karena pertunjukan yang diambil berasal dari daerah Borneo, dan ia juga berasal dari Kalimantan, sehingga kami berharap dia lebih bisa membawakan perannya.

        Singkat cerita, drama ini berkisahkan tentang sebuah kerajaan kecil dengan rakyat nya yang sedang mengalami musibah kekeringan dan kelaparan. Suatu hari, di dalam mimpi sang raja, ia didatangi oleh Tuhan dengan maksud meminta untuk merelakan putrinya agar musibah kekeringan dapat berhenti. Namun, dengan berat hati sang raja merelakan putrinya untuk dikorbankan. Setelah banyak perbincangan antara putri dengan sang raja, akhirnya sang putri bersedia dan sang raja menyetujuinya. Istana mulai mengadakan upacara adat dimana pengorbanan sang putri mulai dilaksanakan dan rakyat pun berdatangan menyaksikan upacara adat ini. Sebelum detik-detik sang putri dipenggal, sang raja mengucapkan doa dengan bahasa daerah Borneo.

       "Aruss...Aruss...Arus...Aruss!" Artinya,

       "Amin..Aminn..Aminn...Aminn!"

        Itulah akhiran dari doa yang diucapkan oleh sang raja. Ketika sang putri telah dipenggal, muncullah padi dari lehernya. Ketika putrinya telah tiada, raja tidak ingin rakyatnya merasakan kesedihan, namun ia ingin rakyatnya merayakan sebuah pesta. 

        "Jika putriku telah tiada, janganlah kalian bersedih, tetapi rayakanlah sebuah pesta untuk menghormati putriku." Maka rakyat merasa gembira karena musibah kekeringan telah berhenti dan mereka mendapatkan padi yang begitu berlimpah.

          Calista segera mengarahkan mereka bagaimana cara berperan sesuai dengan perannya masing-masing. Posisi tokoh telah tertata dengan rapi, namun tetap saja selalu ada yang menggangu.

         "Kalian itu kalau mainin peran sesuai sama suasananya dong, jangan malah cengar-cengir! Lagi suasana sedih malah ketawa." Tegas Calista.

         "Baru latihan doang, harus banget ya seperfect itu?!" Sulut salah satu anak kelas kita, ia adalah Reza, anak yang suka membuat kegaduhan dikelas. Melihat masalah yang sedang terjadi, Cynthia berusaha mendamaikan mereka.

         "Heii..heii, udah dong, Reza dengerin yaa, maupun latihan ataupun waktu tampil besok, baiknya kita mulai belajar cara berekspresi yang bener. Gak ada salahnya kan?"

        "Ini yang jadi prajurit letoy banget, yang tegak, gagah dong!" Kritik Calista. 

        "Andai aja gw berani bilang kalau si Calista banyak mau, kesell deh gw." Batin sang pemeran prajurit sambil memandang sinis, tidak suka.

          Latihan drama usai, kemudian kami beralih fokus ke sesi latihan menari. Sembari menunggu Cynthia, Diana, Cindy, Indira, dan Viona berunding tentang gerakan tarian, anak-anak diberi waktu untuk istirahat kembali. 

        Dijam istirahat, Mikhael mengeluarkan iPadnya, dan ia mengajak beberapa temannya untuk ikut menonton film. Gayanya menonton seperti bocah kecil yang telungkup diatas lantai. Teman-teman perempuan yang usai dari kantin pun ikut menyaksikan tayangan itu sembari memakan jajanannya. 

Waktu istirahat telah usai, kami berkumpul di dalam kelas untuk latihan kembali. Telah disiapkan sebuah video tarian yang berasal dari Borneo, para penari diminta untuk pelan-pelan mengikuti gerakannya hingga lancer, sedangkan teman-teman yang tidak ikut menari berada dipojokkan kelas bermain handphone dan menggibah. Selalu ada 'Circle of critics', kelompok yang selalu ada disetiap waktu, dengan personil yang tetap tak berubah, yang gemar dalam perbincangan kritis dan menggibah. 

         "Guys...guys, tolong jangan mojok gitu dong, tolong memperhatikan yaa. Nara tolong kumpulin HP temen-temen dong." Cynthia berbicara di depan kelas untuk meminta teman-teman agar tidak asik sendiri bermain handphone atau ngobrol.

Video tarian disetel berulang kali dengan tempo yang lambat, agar teman-teman lebih mudah mengikuti. 

        "Ehh, apa ga kecepetan itu? Itu kecepetan tauu!" Rayna mengeluh karena gerakan tarian begitu cepat,

        "Biasa aja tuh" jawab Amara, 

        "Gapapa Na, dicoba dulu, ntar pasti lama lama bisa," sahut Cynthia memberi nasihat, 

         "Itu tuh gerakannya cepett Cyn, lihat deh beberapa temenmu aja ada yang kesusahan tuh." Rayna menyahut balik dengan tegas.

         Terlepas dari kesulitan itu, mereka tetap harus berusaha untuk mencoba gerakan tarian itu dengan sungguh-sungguh, walau sebelumnya banyak keluhan dan rasa lelah.

          Setiap Minggunya kami ikuti rutinitas latihan, untuk melancarkan dialog dalam drama, megasah gerakan, ekspresi dan olah tubuh hingga harapan sempurna. Kami merasakan begitu lelahnya mengikuti dinamika ini, perasaan yang kadang senang menjadi suram, atau mungkin sebaliknya. Ditambah lagi, pikiran tentang iuran yang begitu banyak dan harus dibayarkan kepada bendahara untuk melangsungkan pertunjukan yang akan datang, untuk biaya kostum, properti dengan dana yang tidak sedikit.

           Hari puncak acara sekolah yang telah ditunggu-tunggu dari berbulan-bulan yang lalu akan segera tiba, Cynthia dan Calista mencoba memberi semangat dan arahan untuk latihan lebih serius lagi,  

         "Ayok, kita coba mulai dari awal drama sampai tariannya." Ajakan Cynthia.

         Teman-teman menuruti ajakan Cynthia, dan mereka menampilkan bukti nyata keseriusan mereka dalam latihan, mereka sungguh menyadari kerja keras Calista dan Cynthia dalam mengatur mereka semua, mereka menyadari megatur mereka semua bukan hal yang mudah, ditambah lagi melatih mereka semua yang sebelumnya belum mengetahui bagaimana cara bermain peran dan menari.

          Hari-hari sebelum itu kami semua merasakan semangat yang membara. Ini adalah latihan paling serius dari sebelum-sebelumnya. Terlihat senyum manis ekspresi mereka ketika membawakan tarian. Terlihat dan terbukti di wajah setiap teman-teman yang mengharapkan kesempurnaan yang mengisyaratkan bahwa momen istimewa akan segera tiba.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun