Kelompok konsentrasi 20% kopi lanang (20 g kopi dan 80 ml air). Kelompok perlakuan P2 (pemberian kopi lanang dosis 20% dan injeksi fenilhidrazin sebanyak 0,08 ml)
Sebelum mencit diberikan seduhan kopi, mencit pada kelompok perlakuan ditimbang terlebih dahulu. Setelah itu, seduhan kopi lanang diberikan peroral melalui sonde yang dilakukan rutin selama 7 hari.
Setelah 7 hari, mencit diinduksi anemia dengan injeksi fenilhidrazin dengan dosis pemberian 0,08 ml untuk mengetahui apakah infusum kopi lanang yang diberikan memberikan pengaruh pada jumlah ertitrosit atau sel darah merah pada mencit. Sampel darah diambil melalui vena orbitalis dengan menggunakan pipet kapiler setelah hari ke-7 perlakuan. Darah yang dikumpulkan dimasukkan ke dalam tabung EDTA untuk mencegah koagulasi sebelum diuji. Sampel darah dianalisis menggunakan hematoanalyzer otomatis untuk mengukur jumlah sel darah merah (RBC), kadar hemoglobin (Hb), dan hematokrit (HCT). Hematoanalyzer juga mengukur parameter lain seperti MCV (Mean Corpuscular Volume), MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin), dan RDW (Red Cell Distribution Width). Pengumpulan data hematologis mengenai jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin diukur menggunakan hematoanalyzer. Instrumen pengumpulan data hematoanalyzer digunakan untuk menganalisis sampel darah. Data yang diperoleh akan direkam dan dianalisis menggunakan perangkat lunak statistik yang dianalisis dengan metode deskriptif untuk melihat perbedaan antar kelompok perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian ekstrak kopi lanang terhadap jumlah sel darah merah (RBC) mencit yang diinduksi dengan fenilhidrazin sebagai agen hemolitik. Empat kelompok perlakuan digunakan dalam penelitian ini, yaitu kontrol negatif (tanpa perlakuan), kontrol positif (diberikan fenilhidrazin), P1 (kopi lanang dosis 5% tanpa fenilhidrazin), dan P2 (kopi lanang dosis 20% dengan fenilhidrazin). Hasil pengamatan menunjukkan adanya variasi jumlah RBC di antara kelompok perlakuan, seperti yang disajikan dalam tabel berikut:
Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan dalam hematoanlyzer, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan signifikan dalam jumlah sel darah merah (RBC) pada kelompok perlakuan, yang mencerminkan pengaruh dosis kopi lanang dan injeksi fenilhidrazin terhadap kondisi fisiologis mencit. Hasil ini menunjukkan adanya hubungan antara pemberian kopi lanang dengan dosis tertentu dan induksi anemia hemolitik menggunakan fenilhidrazin.
Pada kelompok kontrol negatif, jumlah RBC sebesar 9,17 10/L menunjukkan kondisi baseline alami mencit yang sehat tanpa perlakuan apapun. Angka ini merepresentasikan produksi sel darah merah yang optimal, di mana proses hematopoiesis berlangsung normal dan sel darah merah tidak mengalami gangguan atau kerusakan. Kondisi ini menjadi acuan untuk mengevaluasi kelompok perlakuan lainnya. Kelompok kontrol positif, yang hanya diinjeksi dengan fenilhidrazin, mengalami penurunan jumlah RBC menjadi 6,23 10/L. Fenilhidrazin merupakan agen hemolitik yang dikenal mampu merusak membran sel darah merah melalui proses oksidasi hemoglobin, yang akhirnya menyebabkan anemia hemolitik. Mekanisme ini terjadi karena fenilhidrazin meningkatkan stres oksidatif yang mempercepat lisis sel darah merah, sehingga jumlah eritrosit menurun secara signifikan. Penurunan ini menunjukkan bahwa induksi hemolisis dengan fenilhidrazin berhasil dilakukan sebagai model anemia hemolitik dalam penelitian ini.
Pada kelompok P1, yang diberikan kopi lanang dosis 5% tanpa injeksi fenilhidrazin, jumlah RBC tercatat sebesar 8,26 10/L. Meskipun terjadi sedikit penurunan dibandingkan kontrol negatif, nilai ini masih berada dalam kisaran normal untuk mencit. Hal ini menunjukkan bahwa dosis kopi lanang 5% tidak menimbulkan efek toksik yang signifikan terhadap produksi atau pemeliharaan sel darah merah. Penurunan kecil ini kemungkinan disebabkan oleh pengaruh senyawa aktif dalam kopi, seperti kafein dan polifenol, yang dalam konsentrasi rendah dapat meningkatkan metabolisme tubuh atau memicu sedikit stres oksidatif, tetapi masih dalam batas yang dapat ditoleransi oleh tubuh mencit. Oleh karena itu, pemberian kopi lanang dosis rendah cenderung aman dan tidak menyebabkan anemia atau kerusakan eritrosit.
Perbedaan respons antara P1 dan P2 menegaskan adanya hubungan dosis-respons dalam efek pemberian kopi lanang. Pada dosis rendah (5%), kopi lanang masih dapat ditoleransi oleh tubuh mencit dan tidak menyebabkan efek toksik yang berarti. Namun, pada dosis tinggi (20%), kopi lanang menunjukkan sifat toksik yang signifikan, terutama ketika tubuh sudah berada dalam kondisi anemia hemolitik akibat fenilhidrazin. Penurunan drastis jumlah RBC pada kelompok P2 ini menunjukkan bahwa kopi lanang dosis tinggi dapat memperburuk kondisi anemia dan berpotensi menyebabkan efek negatif serius terhadap sistem hematologi.
Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kopi lanang memiliki efek yang bergantung pada dosis terhadap sel darah merah. Dosis rendah (5%) relatif aman, sedangkan dosis tinggi (20%) memiliki efek toksik yang memperparah anemia hemolitik yang diinduksi oleh fenilhidrazin. Oleh karena itu, konsumsi kopi lanang dalam dosis tinggi harus diwaspadai, terutama pada individu yang sudah memiliki kondisi anemia atau gangguan hematologi lainnya. Untuk memahami lebih mendalam mekanisme toksisitas kopi lanang, penelitian lanjutan diperlukan, seperti analisis parameter hematologi lainnya (hemoglobin, hematokrit), pengukuran kadar stres oksidatif, serta evaluasi histopatologi sumsum tulang untuk menilai dampaknya terhadap proses hematopoiesis.