Mohon tunggu...
Hukum

Kasus SKL BLBI, Di Mana Posisi Pemerintah?

5 Agustus 2018   22:16 Diperbarui: 5 Agustus 2018   22:42 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, pemerintah merespons surat Sjamsul dengan bergeming. Jadi, Bapak Isa bilang pemerintah konsisten mengatakan kasus ini sudah selesai, KPK mengatakan SKL ini tidak sah, Boediono mengatakan SKL sudah sesuai dengan syarat keluarnya, tapi Bapak Presiden bilang tidak mau intervensi. Lho? Maharuwet, bukan? 

Sebagai eksekutif, lucu kalau sekarang pemerintah mengatakan tidak ingin menjelaskan sikapnya. Kalau orang Jawa bilang, esuk tempe sore dele! Ndak konsisten. Ketidakmampuan pemerintah untuk bersikap ini pada akhirnya menjadi preseden buruk bagi kepastian penegakan hukum di Indonesia. Maka, pengusaha resah. Bagaimana kalau mereka tersangkut kasus yang sama? Tidak hanya satu kali mereka menanyakan bagaimana kepastian hukum bagi pengusaha.

"Ini selalu pembicaraan di kalangan pengusaha sebenarnya kasusnya seperti apa sih. Yang menjadi pembicaraan karena faktanya seperti apa, karena kasus yang hampir sama dengan kasusnya Pak SN adalah kasus Salim Group. Proses penyelesaian BLBI untuk Salim Group itu sudah benar, MSAA sudah beres yah sudah selesai. Nah ini kenapa kok kasus SN tidak pernah selesai. 

Kenapa seperti itu? Kasihan ini pasti akan mendemotivasi si pengusahanya sendiri, sangat disayangkan. Apalagi dengan pembuktian-pembuktian yang kesannya memaksakan atau mem-framing," kata Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani pada Metrotvnews.

Keseleo soal SKL BLBI tidak lantas membuat pemerintah introspeksi dan berhenti untuk menjelaskan. Padahal, Mantan Ketua Mahkamah Konsitusi Mahfud MD menilai pengungkapan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang telah berkekuatan hukum tetap, bertentangan dengan jaminan kepastian hukum setiap warga negara Indonesia.

"Prinsipnya sesuatu yang sudah dibuat secara sah menurut hukum, maka dia tidak bisa dibatalkan. Kalau ada pidananya itu tindak pidana tersendiri kepada pelakunya, tetapi bagi yang terlibat dalam sebuah perjanjian yang resmi seperti tax amnesty, BLBI sebenarnya dan seharusnya sudah selesai secara hukum," katanya pada Sindonews.

Menurut Mahfud MD, di dalam hukum ada tiga prinsip yang mesti dijadikan pijakan yakni, kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. "Nah itu harus bersinergi, sesuatu kepastian hukum kalau tidak adil itu nanti bisa challange di pengadilan. Akan tetapi prinsipnya sesuatu yang sudah dibuat secara sah menurut hukum, maka dia tidak bisa dibatalkan". 

Mumet ya.

Makanya, tidak berlebihan kiranya kalau saya katakan mempermasalahkan kepastian hukum di Indonesia ini seperti menentukan apa yang ada lebih dulu: telur atau ayam. Hanya saja, penentuannya tidak dilakukan dari sisi empiris dan lebih kepada debat di warung kopi: segalanya serba-katanya, buram, dan tidak ada yang mau mengambil sikap (baca: pemerintah). 

Jadi, mana yang lebih dulu, ayam atau telur? Mbuhlah.

-Penulis adalah pengamat media

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun