Mohon tunggu...
Hukum

Mencari Kepingan "Puzzle" di KKSK

22 Juli 2018   09:37 Diperbarui: 22 Juli 2018   09:42 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Persidangan kasus BLBI Kamis (19/7) lalu kembali menuai perhatian publik. Kali ini, hadir sebagai saksi mantan Wakil Presiden Boediono yang pada saat SKL BLBI dikeluarkan menjabat sebagai anggota KKSK, sekaligus Menteri Keuangan serta Todung Mulya Lubis, mantan anggota tim bantuan hukum (TBH) KKSK. 

Berbeda dengan saksi-saksi lain yang kerap tampil emosional, Boediono duduk di kursi saksi dengan tenang, bahasa yang teratur, dan terkesan berhati-hati. Pada masa SKL BLBI dikeluarkan, Boediono duduk sebagai anggota komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK). Lembaga ini duduk bersama BPPN menyelesaikan masalah yang dihadapi perbankan kala itu. 

KKSK-lah yang mengeluarkan persetujuan dan memberi pertimbangan terhadap rencana penyehatan perbankan yang disusun BPPN. Secara simpel, KKSK merupakan konseptor dan BPPN adalah eksekutornya. 

KKSK, belakangan dipertanyakan perannya dalam dikeluarkannya SKL BLBI terhadap obligor BDNI. Sebab, SKL inilah yang menyeret nama Syafruddin Arsyad Temenggung ke meja pesakitan KPK. Yang lebih menarik bagi saya, berdasarkan pemantauan saya pada hasil sidang dugaan korupsi kasus SKL BLBI, ada beberapa pertanyaan yang mewakili kepingan puzzle di sekitar KKSK tidak terjawab oleh media-media yang menurunkan hasil persidangan kemarin. 

Pertama, pernyataan Todung Mulya Lubis bahwa sudah memberikan masukan sebagai anggota TBH pada BPPN. Berikut kutipannya. 

"Tugas tim bantuan hukum (TBH) adalah melihat kepatuhan dari obligor dan merekomendasikan upaya-upaya hukum yang bisa diambil oleh pihak BPPN, dan saat melaporkan ke KKSK kami melaporkan ada misrepresentasi obligor Sjamsul Nursalim karena keberadaan utang Dipasena yang tidak dijelaskan sebagai utang `outstanding`."  (Dikutip dari Antaranews)

Todung mengatakan secara struktural kewajibannya sebagai TBH adalah menyampaikan laporan hukum pada KKSK, yang akan diteruskan oleh KKSK pada BPPN. Menurut dia, saat itu TBH telah mengeluarkan pendapat hukum terkait misrepresentasi yang dilakukan BDNI. Pendapat hukum itu keluar berdasarkan laporan kantor hukum Lubis Gani Surowidjojo (LGS). 

Saat itu, LGS telah melakukan kajian melalui financial due dilligince (FDD) dan legal due dilligence (LDD) kepada dua perusahaan penjamin utang petambak; PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM). 

Dari hasil kajian, LGS menyimpulkan Sjamsul Nursalim telah melakukan misrepresentasi karena kredit petambak macet dan dijamin oleh PT DCD sebagai salah satu aqcuisition company. Kredit macet itu lalu tak diungkap Sjamsul Nursalim. "Pada 2002 kami telah menyelesaikan tugas kami, membuat pendapat hukum yang kita kaji berdasarkan apa yang dibuat tim LGS," ujar dia.

Tim kuasa hukum Syafruddin lantas menanyakan pihak yang berwenang menentukan misrepresentasi yang dilakukan oleh BDNI. Kendati begitu, Dubes RI untuk Norwegia itu mengaku tidak mengetahui pasti hal tersebut. 

"Sebagai TBH kewajiban kami menyampaikan pendapat hukum kepada pihak KKSK terhadap apa yang dibuat oleh tim LGS. Laporan itu jadi pertimbangan atau tidak, itu kewenangan KKSK. Bahwa KKSK atau BPPN menganggap tidak betul ada misrepresentasi, itu sudah di luar kewenangan kami," pungkas dia. (Dikutip dari Medcom)

Dari kedua kutipan tersebut, bisa disimpulkan Todung Mulya Lubis mengatakan ia telah memberi masukan pada BPPN. Walaupun, secara struktural tanggung jawab TBH untuk memberi output laporan hukum pada KKSK. Lalu, ia pun mengatakan lagi, ada atau tidaknya respons dari KKSK bukan merupakan tanggung jawabnya. Namun, saat ditanya oleh pengacara Syafruddin siapa orang yang bertanggung jawab menentukan misrepresentasi BDNI, Todung mengatakan ia tidak pasti siapa orangnya. 

Ini sebuah hal yang patut dipertanyakan. Kita tentu paham, KKSK punya fungsi pengawasan pada BPPN. Lalu, siapa orang di KKSK yang seharusnya menekan BPPN untuk membuka dugaan misrepresentasi BDNI pada saat itu? Dari KKSK, siapa yang mestinya bertanggung jawab?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun